-[47]- Forworn

10.3K 615 1
                                    

Budayakan klik BINTANG dulu (VOTE) sebelum membaca

Jangan lupa tinggalkan VOTE dan COMMENT kalian yaaa plus minta tolong rekomendasikan cerita ini 😁😁🤗

Happy reading all ^_^

.

.

.

.

.

.

.

AMARE, Azhevadino, dan Rhinvero telah kembali ke Indonesia setelah liburan yang telah mereka lakukan di Singapura. Mereka pun meninggalkan Bandara Soekarno Hatta itu setelah memasuki mobil jemputan mereka. Amare memandangi Azhevadino dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di dalam kepalanya.

"Kamu ingin mengatakan sesuatu Sweetheart?"

Amare terkesiap saat mendengar suara bass yang merdu itu di telinganya. Azhevadino saat ini sedang menatapnya dengan raut wajah penuh tanda tanya.

"Ah, aku hanya ingin bilang. Lusa aku akan ke Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat."

"Maksudmu hari Selasa?"

"Ya."

"Tentang orangtuamu?"

"Begitulah."

"Tapi sepertinya kamu gundah sekali? Kamu bisa cerita padaku apa saja Sweetheart?"

Amare tersenyum lalu pandangannya beralih pada Rhinvero yang sudah tertidur pulas di atas pangkuannya. Amare mengelus lemut kepala Rhinvero.

"Aku tidak tahu harus berbuat apa setelah ini. Memang aku lega saat mengetahui ternyata Papa yang selama ini tidak becus merawatku bukanlah Ayah kandungku. Tapi aku kecewa dan sedih kenapa Ayah kandungku menitipkanku pada Papa. Seakan – akan aku seperti anak yang tidak diharapkan."


Azhevadino's POV

"Aku tidak tahu harus berbuat apa setelah ini. Memang aku lega saat mengetahui ternyata Papa yang selama ini tidak becus merawatku bukanlah Ayah kandungku. Tapi aku kecewa dan sedih kenapa Ayah kandungku menitipkanku pada Papa. Seakan – akan aku seperti anak yang tidak diharapkan."

Kalimat terakhir Ame yangn gue dengar membuat hati gue merasa sakit. Apakah memang seperti ini keluarganya? Semena – mena sendiri dan tidak berperasaan?

"Baiklah. Aku akan membantumu, bagaimana?"

"Tidak perlu. Kurasa lebih baik aku mengetahui alasan yang sebenarnya dari Ayah, Bunda, Papa, dan Mama. Aku nggak boleh terus – terusan melarikan diri kan?"

Ame tersenyum dan gue pun tersenyum. Gue akui Ame adalah wanita ketiga yang gue kenal karena hatinya sangat tegar setelah Bunda dan tentu saja dia.

"Baiklah."

Tapi gue akan tetap menelusuri kasus ini, Amare karena gue nggak ingin melihatnya terluka lagi, gumam gue dalam hati.

"Aku langsung pulang ke apartemen ya?"

"Tidak ke rumahku dulu?"

"Tidak. Aku lelah."

"Baiklah."

AMAZHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang