Don't forget for vote and comment..
Enjoy the story.. :)
_____________________________
Naura baru saja membaringkan tubuhnya diatas ranjang saat Celo memasuki kamar. Tadi dia memang memutuskan untuk kembali ke kamar terlebih dulu karena dia sudah sangat kelelahan. Kondisi tubuhnya memang sedikit menurun akibat kejadian siang tadi, sehingga dia cepat lemas dan kelelahan.
"Kau belum tidur?" tanya Celo sambil menghampirinya setelah mengunci pintu.
Naura menggeleng, "Belum kak, aku baru selesai dari kamar mandi." balasnya. "Kakak akan mandi malam-malam begini?" tanyanya saat melihat Celo membuka kaos biru yang dipakainya.
Celo melempar bajunya kedalam keranjang pakaian kotor. "Tidak, aku hanya ingin membukanya saja." balasnya, lalu berjalan mendekat dan menaiki ranjang. Membaringkan tubuhnya perlahan disamping istrinya yang menatapnya bingung.
"Kak, pakai baju dulu sana. Nanti masuk angin bagaimana?" protes Naura, tangannya mendorong-dorong tubuh kekar Celo yang shirtless. "Pakai bajunya kak!"
Celo menggeleng, sengaja memanyunkan bibirnya seperti anak kecil yang merajuk. "Tidak mau, aku mau seperti ini." katanya dengan gaya seperti anak kecil. Dan itu membuat Naura semakin merasa gemas sekaligus kesal.
"Nanti masuk angin bagaimana? Udara disini dingin kak dan tidak ada penghangat ruangan."
"Kan kau bisa menghangatkanku, sayang." Celo mengangkat kedua alisnya menggoda.
Naura mendengus, "Dasar mesum."
"Aku mesum hanya padamu, sayang." balas Celo sambil terkekeh, kemudian dia membaringkan kepalanya diatas paha Naura dengan tiba-tiba dan membuat wanita itu sedikit terperanjat.
"Kak, tidurnya di bantal, jangan disini, berat." protes Naura, berusaha mengangkat kepala Celo.
"Tidak mau, aku mau tidur disini." Celo memiringkan tubuhnya, menghadapkan wajahnya pada perut rata istrinya. Kedua tangannya dengan cepat melingkari pinggang Naura, mengendus aroma tubuh Naura yang khas dan sangat disukainya.
Naura hanya menghela napasnya, membiarkan suaminya itu mengendus perutnya dengan lembut. Tangannya perlahan terangkat ragu, menyentuhkannya pada rambut Celo lalu mengusapnya secara perlahan. Begitu terasa lembut, aroma sampo yang selalu Celo gunakan seketika menguar dari sela-sela jarinya. Gerakan tangannya yang terus menerus membuat Celo semakin menempelkan wajahnya ke perutnya. Dia dapat merasakan Celo beberapa kali mengecup perutnya dan mengusap lembut pinggangnya.
"Nau?" panggil pria itu, sedikit teredam karena wajahnya masih menempel di perut Naura. Naura hanya bergumam kecil sambil terus mengusap kepala suaminya.
"Bagaimana pendapatmu soal seorang bayi?" pria itu kembali bersuara.
"Maksudnya kak?" Naura sedikit mengernyit.
"Bagaimana jika ada seorang bayi diantara kita, Nau?" Naura terdiam. Dia mengerti arah pembicaraan Celo saat ini. Celo menginginkan seorang anak di pernikahan mereka.
"A-aku tidak tahu, kak." balasnya. Memiliki seorang anak pastinya harapan setiap wanita di dunia ini termasuk dirinya. Membayangkan suatu hari perutnya membesar, mengalami pase kehamilan, melahirkan, dan mengurus anaknya sendiri membuat perasaannya menghangat. Tapi tidak pernah sekalipun terpikirkan olehnya untuk memiliki semua itu secepat ini, dalam waktu yang dekat maksudnya. Dia masih seorang pelajar saat ini, tanggung jawabnya masih sangat besar untuk hidupnya sendiri. Dan di satu sisi dia merasa belum siap untuk melalui semua hal untuk menjadi seorang ibu saat ini, dia ragu.
Celo menegakkan tubuhnya perlahan agar bisa menatap wajah istrinya yang terlihat gelisah. "Kau tidak menginginkannya?" tanyanya lagi.
"Kau tidak ingin memiliki seorang anak denganku, Nau?" tanyanya sekali lagi saat Naura hanya diam tak menjawab sedikit pun.
Naura mendongakkan kepalanya yang sedari tadi menunduk, menatap mata suaminya dengan gelisah. "A-aku sangat menginginkan hal itu, kak. Bahkan hanya dengan memikirkan jika aku hamil saja membuatku bahagia." katanya gugup sambil meremas telapak tangannya.
"Tapi, aku belum siap sekarang, kak. Aku masih harus sekolah, aku masih ingin kuliah dan mewujudkan cita-citaku. Semuanya terasa terlalu cepat untukku jika mengalami semua itu sekarang. Bahkan pernikahan ini pun bukan sesuatu yang aku rencanakan." lanjutnya. "Ta-tapi aku tidak menyesal menikah dengan kakak, jadi kakak jangan salah paham." tambahnya buru-buru, takut Celo akan salah menanggapi ucapannya.
Celo tersenyum, lalu tangannya terangkat mengusap puncak kepala Naura. "Aku mengerti, dan aku tidak akan memaksamu untuk hal itu. Aku memang sangat menginginkan seorang anak darimu, tapi aku tidak akan memaksamu jika kau belum siap. Aku akan bersabar menunggu itu semua."
Ya, Celo sangat menginginkan seorang anak di pernikahannya. Usianya sudah tidak bisa dikatakan muda lagi, dan sudah seharusnya dia mulai memikirkan masa depannya tentang sebuah keluarga yang sebenarnya. Sebuah keluarga dimana ada dia, Naura, dan anak-anaknya. Mendengar bagaimana Rayyan menceritakan semua pengalamannya menjadi seorang ayah, membuat keinginan itu semakin besar dan menguat. Dia juga ingin seperti pria beruntung lainnya yang bisa merasakan dipanggil 'papa' oleh anaknya, apalagi anak itu terlahir dari rahim wanita yang sangat dicintainya. Tapi, dia tidak mungkin memaksakan semua keinginannya itu pada Naura jika wanita itu memang belum siap untuk memiliki anak dengannya. Dia mengerti jika Naura masih terlalu muda untuk membuat sebuah tanggung jawab dan tugas lain di hidupnya. Menjadi seorang ibu bukanlah sesuatu yang mudah, begitu banyak pengorbanan yang harus dilakukan, dan dia tidak mau memaksakan itu semua jika Naura belum siap melakukannya. Dia akan bersabar menunggu saat itu tiba.
Naura tersenyum kecil, merasa bersalah. "Maaf, kak. Aku belum bisa menjadi istri yang baik untuk kakak. Aku belum mampu menjadi seorang istri yang seharusnya."
"Jangan bicara seperti itu, Nau." Celo menghentikan gerakan tangannya, memindahkan tangannya dari kepala Naura ke samping kepalanya dan menjadikannya sandaran. Matanya menatap lurus kearah istrinya. "Memangnya harus seperti apa jika mau menjadi istri yang seharusnya?"
"Yang bisa memberikan keturunan untuk kakak." balas Naura dengan wajah polosnya, membuat Celo terkekeh pelan.
"Yaampun, dengan atau tanpa anak pun kau tetap istriku yang seharusnya, sayang. Aku hanya melakukan ijab qabul dengan ayahmu saja. Jadi kau istriku yang seharusnya, bukan orang lain."
Naura mendengus kesal, lalu memukul pundak Celo yang berada di hadapannya. "Bukan itu maksudku, kak."
Celo kembali terkekeh, "Iya, aku mengerti, istriku yang cerewet." balasnya sambil mencubit pipi Naura dengan sebelah tangan. "Aku akan bersabar hingga kau siap memilikinya." katanya lagi, dengan senyuman tulus yang mampu membuat jantung Naura kembali berdebar.
"Terimakasih, kak." Naura tersenyum haru. Dia sangat bersyukur karena Celo dapat mengerti dirinya.
"Iya, sayang." Celo balas tersenyum. "Berarti aku harus mengeluarkannya diluar saat menyentuhmu nanti, atau aku harus memakai pengaman saja nanti."
Naura memutar matanya kesal. Baru saja suasananya sedikit haru tadi, dan sekarang pria itu kembali menggodanya.
"Aku mau tidur." kata Naura kesal, dengan cepat mendorong tubuh Celo dari hadapannya hingga membuat pria itu terjengkang ke belakang.
Celo tertawa, "Wah, kau sudah berani mendorongku sayang? Bagaimana jika aku celaka?" godanya.
Naura mengangkat bahunya acuh, memilih membaringkan tubuhnya dan menarik selimut hingga menutupi tubuhnya. "Don't talk to me." katanya ketus, membuat tawa Celo semakin terdengar.
"Nau," panggil Celo sambil mencolek bahu Naura dari balik selimut. "Naura." panggilnya sekali lagi, tapi tak mendapat sahutan apapun.
"Nau, I love you." bisik Celo akhirnya, namun dapat terdengar jelas di telinga Naura.
Dan Naura hanya tersenyum dengan jantung berdebar dibalik selimut yang menutupinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Come To You - #2 [COMPLETED]
Romance--Seri kedua dari 'The Way of Love: Destiny'-- Naura tidak pernah tahu takdir seperti apa yang telah Sang Maha Kuasa siapkan untuknya. Satu hal yang pasti, dia harus menggantikan kakaknya yang pergi tanpa alasan apapun untuk menikah dengan calon kak...