DUA PULUH LIMA

8.1K 383 1
                                    

Don't forget for vote and comment..

Enjoy the story.. :)

___________________________________________

"Urus semuanya sampai beres dan serahkan laporannya padaku nanti siang."

Celo mematikan ponselnya dan meletakkannya diatas nakas. Matanya kini menatap keluar jendela yang hanya menampakan kegelapan malam, menerawang jauh mendalami kegelapan itu dan tersenyum mengingat kebersamaannya dengan Naura kemarin. Sekarang sudah pukul dua pagi, itu berarti kejadian yang dialaminya sudah bisa disebut kemarin.

Sepulang dari pabrik kemarin mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di perkebunan, menikmati udara dan pemandangan di desa itu yang sangat menyenangkan. Mereka banyak berbicara sepanjang jalan-jalan mereka, membahas apapun yang terlintas di kepala dan saling mengenal lebih dalam. Seperti mereka baru saja berkenalan dan mencoba mengenal dari awal.

Naura yang memang ceria, semakin ceria karena wanita itu tak pernah berhenti tersenyum sdikit pun. Tawa renyahnya bahkan mampu menggetarkan perasaan Celo yang sudah lama terasing. Celo seperti seorang remaja yang baru jatuh cinta hanya dengan melihat tawa dan senyuman milik istrinya. Rasanya begitu hangat dan menyenangkan setiap kali melihat hal itu.

Celo melangkahkan kakinya mendekati ranjang, menatap wajah cantik yang baru saja tertidur itu. Dia duduk di sisi ranjang menghadap Naura yang tertidur seperti bayi yang meringkuk dililiti selimut. Tangannya kini bergerak membelai rambut panjang Naura, turun kerah wajah istrinya dan membingkainya lembut. Senyumnya mengelus lembut tatkala jarinya menyusuri lembut wajah Naura.

"Aku mencintaimu." katanya disertai senyuman. "Kau pasti kelelahan."

Celo sedikit menggulum bibirnya saat kembali mengingat kebersamaannya dengan Naura. Mereka pulang ke paviliun menjelang malam setelah mengobrol dengan warga sekitar yang kebetulan tengah berkumpul di depan masjid, sehingga akhirnya mereka memutuskan untuk sholat berjamaah di masjid saat waktu magrib tiba. Dan setibanya di paviliun istrinya itu benar-benar menepati janjinya saat di pabrik. Dia bahkan sudah lupa soal tanggung jawab yang dimintanya pada Naura, dan dia pikir istrinya itu hanya bercanda hanya untuk menggodanya.

Celo mengalihkan tatapannya keatas nakas saat ponsel Naura berbunyi dan menyala. Dia meraih ponsel itu, tersenyum kecil menatap wallpaper yang tertera disana. Ternyata Naura menggunakan foto mereka berdua setelah akad sebagai wallpaper. Namun senyuman itu seketika berubah menjadi datar saat matanya membaca sebuah pesan disana. Ponsel itu memang dikunci, tapi dia masih bisa membaca pesan yang masuk melalui pop-up.

Merasa penasaran, dia menarik tangan Naura pelan dan menempelkan ibu jari istrinya itu di bagian belakang ponsel. Seketika ponsel itu terbuka dan dia segera membuka pesan itu. Rahangnya mengeras membaca satu kalimat yang pernah membuat istrinya tak sadarkan diri beberapa minggu lalu. Siapa sebenarnya orang yang melakukan semua ini? Apa tujuan orang itu melakukan semua ini pada Naura?

Celo kembali meraih ponselnya dan menekan satu nomor yang langsung menghubungkannya pada Herwit. Hanya butuh beberapa detik hingga asisten setianya itu bersuara di seberang sana.

"Orang itu kembali menghubungi istriku." katanya setengah mengeram, berusaha memelankan suaranya agar istrinya tak terbangun. "Cepat temukan siapa pelakunya!"

"Akan saya usahakan, tuan. Orang itu sangat handal menyembunyikan dirinya sehingga kami sulit menyelidikinya. Bahkan nomor yang digunakan untuk menghubungi istri Anda berbeda-beda."

"Berbeda-beda? Maksudmu dia pernah menghubungi Naura sebelum ini?" Celo mengernyit.

"Iya, tuan. Saya sudah memasukannya ke laporan dan saya sudah mengirimkannya pada Anda."

"Aku belum membacanya." dia belum menyentuh pekerjaannya lagi setelah pulang dari pabrik kemarin karena sibuk menghabiskan waktunya bersama Naura. "Segera temukan siapa pelakunya. Aku mengandalkanmu, Herwit."

"Baik, tuan."

Celo mematikan panggilannya dan segera membuka laporan yang dikirimkan Herwit. Rahangnya kembali mengeras mengetahui jika orang itu tak hanya sekali meneror istrinya, tapi berkali-kali bahkan dari beberapa bulan sebelum mereka menikah. Celo tiba-tiba terperanjat saat sebuah tangan mengelus rahangnya lembut.

"Kenapa bangun, sayang?" tanyanya saat melihat Naura yang menatapnya sambil tersenyum.

"Kenapa ini begitu keras? Apa yang membuat kakak marah?"

Celo menggeleng, lalu meraih tangan Naura dan menciumnya lembut. "Tidak ada, aku hanya kedinginan." bohongnya.

Naura terkekeh, "Makanya kakak pakai baju, jadi tidak perlu merasa kedinginan." balasnya, kemudian menegakkan tubuhnya perlahan. "Pakai baju dulu kak."

"Tidak perlu, nanti juga bajunya akan kubuka lagi." balasnya, menyeringai kecil untuk menggoda istrinya.

"Ish, aku tidak mau lagi, kak." balas Naura, membuat Celo terkekeh dan mendekatkan tubuhnya kearah Naura yang kini berdecak. "Dia mulai lagi, bung."

Celo tertawa mendengar celotehan istrinya, "Sekali lagi ya, Nau." pintanya.

Naura menggeleng cepat, "No, kak. Aku lelah sekali. Semalam juga kakak bilangnya sekali lagi, tapi kenyataannya lebih dari itu."

"Aku janji hanya sekali." balas Celo, dan tanpa berbicara lagi langsung melumat bibir istrinya lembut sambil terus merapatkan tubuhnya. Dia sempat mendengar istrinya mengeram kesal, namun tak lama berubah menjadi erangan tertahan.

Celo melepaskan ciumannya, menatap Naura yang tengah mmeburu oksigen. "Sekali lagi ya, sayang?" pintanya sekali lagi, dan senyumnya mengembang saat melihat kepala istrinya mengangguk. Dia kembali mencium bibir istrinya yang mampu membuatnya kecanduan itu, perlahan dan penuh perasaan.

"Saranghayeo, Nau." katanya lagi, membuat Naura tertawa disela ciuman mereka.

Come To You - #2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang