DELAPAN PULUH TUJUH

8.2K 368 6
                                    

Don't forget for vote and comment..

Enjoy the story :)

_______________________________________

"Mama."

Naura dengan cepat mengusap air matanya saat Rizi membuka pintu kamar dan mendekatinya. Senyumnya terukir lembut saat putranya itu naik keatas ranjang dan memeluknya dengan erat. Naura balas memeluk tubuh putranya, menyandarkan dagunya diatas kepala Rizi dengan penuh kasih. Rasa sakit yang sedari tadi dirasakannya, kini hilang perlahan.

"Mama lagi sedih ya?" Rizi bergumam. "Mama kalau mau nangis, nangis saja. Rizi akan peluk mama terus." katanya lagi.

Naura tersenyum haru mendengar perkataan Rizi. "Iya, sayang." katanya, sedikit terisak.

Rizi tahu jika ibunya tengah menangis saat ini, sehingga dia hanya diam dan mengeratkan pelukannya di tubuh ibunya. Rizi memiliki pemikiran yang cukup dewasa dibanding anak lain yang seusia dengannya, jadi saat dia tak sengaja mendengar bahwa ayahnya pergi entah kemana, dia tahu pasti ibunya tengah bersedih karena hal itu. Dan saat ini, dia hanya ingin menghibur ibunya dan tak ingin melihat ibunya terus berlarut dalam kesedihan.

"Kata uncle Herwit, Rizi sangat mirip dengan papa." Rizi kembali berbicara. "Jadi kalau mama kangen papa, mama bisa peluk Rizi terus."

Naura tertawa pelan, kemudian menciumi puncak kepala Rizi berulang kali. "Anak mama pintar sekali." Pujinya. "Rizi memang sangat mirip dengan papa."

Rizi tertawa pelan, "Kan Rizi anaknya papa. Kak Atha san kak Al juga wajahnya mirip uncle Rayyan." Ujarnya. "Mama, papa memangnya pergi kemana?" Tanyanya penasaran.

Naura terdiam beberapa saat, "Mama juga tidak tahu sayang. Tapi semoga papa baik-baik saja saat ini dan bisa segera pulang kesini. Jadi Rizi jangan lupa untuk mendoakan papa ya sayang."

Rizi mengangguk, "Iya, ma. Rizi selalu berdoa supaya cepat sembuh dan bertemu Rizi."

"Aamiin."

Naura hanya berharap saat ini, dimana pun suaminya berada semoga saja dia dalam keadaan baik-baik saja. Terlepas dari alasan apa yang membuat Celo melakukan semua ini, dia hanya ingin suaminya cepat kembali padanya. Dia begitu merindukan suaminya, dan Rizi pun pasti sangat merindukan sosok ayah yang tak pernah dilihatnya selama ini. Rizi memang pernah bertemu Celo, tapi itu hanya sebentar hingga Rizi pun pasti sudah tidak terlalu mengingatnya.

Naura melonggarkan pelukannya, tersenyum geli saat menatap Rizi yang tertidur didalam pelukannya. Ternyata kebiasaan mudah tidurnya menurun pada Rizi. Dengan perlahan, Naura mengangkat kepala Rizi dan membaringkannya diatas bantal. Seraya turun dari atas ranjang, dia menarik selimut dan menyelimuti Rizi. Sekali lagi dia tersneyum saat Rizi merubah posisi tidurnya yang nyenyak.

Sekarang sudah sore, dan dia belum memakan apapun sejak siang tadi. Sehingga dia segera melangkah ke dapur untuk mencari makanan dan membuat susu ibu hamil. Beve masuk kedalam dapur bersamaan dengannya. Wanita tua itu terlihat bersemangat saat menatap Naura yang mulai membuat susu untuk dirinya sendiri.

"Siang tadi aku membuat kue kesukaanmu." seru Beve, mengambil setoples penuh kue yang telah dibuatnya. "Makanlah, kau harus mencobanya."

Naura tersenyum, mengambil sepotong kue dan memakannya. "Rasanya selalu enak, seperti biasanya." pujinya.

"Rizi juga bilang seperti itu, dia juga menyukai kue ini sama sepertimu." Beve tersenyum, menyuapkan potongan kue lainnya kedalam mulut Naura. "Tingkah dan kesukaannya sangat sama persis denganmu."

"Karena dia putraku, bi." Naura tertawa, lalu meminum susu yang telah dibuatnya secara perlahan. "Kemana orang-orang, bi? Tumben hari ini rumah sangat sepi?"

Come To You - #2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang