EMPAT PULUH ENAM

7.2K 341 11
                                    

Don't forget for vote and comment..

Enjoy the story :)

______________________________________

Naura menatap pepohonan tinggi di depannya, rimbun dan gelap. Dia merasakan pelukan hangat di belakang tubuhnya dan sosok itu berbisik menenangkan dirinya. "Tenanglah cintaku. Semuanya baik-baik saja jika kau bisa lebih tenang."

Naura menoleh pada sosok itu dan hanya samar yang dapat dilihatnya. Dia memeluk tubuhnya sendiri dengan wajah ketakutan. "Siapa kau sebenarnya? Kenapa aku tidak dapat melihat wajahmu?"

Meskipun samar, namun Naura dapat merasakan sebuah senyuman di wajah itu. Senyuman yang begitu di kenalnya tapi tak mampu diingatnya sama sekali. Puluhan kali pun dia mencoba mengingatnya, semuanya hanya berakhir kesia-siaan karena dia tak menemukan titik terang apapun. Kenapa begitu sulit mengenali wajah itu?

Ini hanya mimpi.

Naura tersentak. "Ini semua hanya mimpi. Kau tidak nyata."

"Tidak sayang. Ini semua nyata, begitupun aku." sosok itu membalas lembut.

"Ini semua hanya mimpi, aku yakin itu." kemudian Naura mencoba melepaskan dirinya dan menjauh dari sosok itu.

Sosok itu pun hanya diam tanpa melepas tatapannya dari Naura sedikit pun. "Aku selalu ada di dekatmu, sayang. Tidakkah kau menyadari kehadiranku?"

Naura menggeleng cepat. Ketakutannya kembali muncul saat sosok itu menggenggam tangannya. Kehangatan tangan itu bahkan langsung dikenalinya, tapi kenapa sangat sulit baginya mengingat siapa sosok di depannya?

"Aku selalu ada di dekatmu, mengawasimu. Kau hanya milikku Naura, tidak boleh ada satu orang pun yang memilikimu selain aku." sosok itu berkata lugas dan dingin. Membuat Naura tersentak dan membuka matanya seketika.

Naura terengah keras dan hal pertama yang dilihatnya adalah tirai hijau yang bergoyang tertiup angin. Matanya menatap sekeliling dan bernapas lega saat menyadari dirinya masih berada di dalam UKS. Kembali dia menghela napasnya sebelum menutup matanya untuk sesaat.

Mimpi itu muncul lagi, dan ketakutan yang mengiringinya pun terasa kembali olehnya. Namun Naura bersyukur karena mimpi itu tidak membuatnya kehilangan kontrol akan dirinya seperti biasanya. Dia tahu bagaimana cara menghadapi mimpi itu sekarang, dengan sedikit penekanan pada dirinya bahwa semua yang terjadi hanyalah mimpi belaka. Tapi kenapa dia masih belum bisa melihat wajah sosok itu? Rasanya seperti ada kain tak kasat mata yang selalu menghalangi pandangannya untuk melihat sosok itu.

"Nyonya, Anda sudah bangun?"

Naura menoleh pada Viona. Dia menganggukkan kepalanya sekilas. "Pukul berapa sekarang, kak?"

Viona mengangkat tangannya, menatap jam di pergelangannya. "Pukul 2 siang." balasnya. "Apa nyonya ingin makan siang?"

"Sepertinya tidak." Nafsu makan Naura memang hilang beberapa hari terakhir ini, dan mungkin itulah yang membuatnya sakit seperti ini. "Kak Celo masih disini?"

"Pak Celo sedang bersama pimpinan sekolah ini."

"Kak Viona?" panggil Naura pelan, sedikit ragu hingga membuat Viona mengernyit.

"Anda butuh sesuatu?" tanya Viona.

Naura mengangguk, "Aku ingin makan sesuatu tapi kakak jangan bilang pada kak Celo."

Kernyitan di dahi Viona semakin dalam. "Memangnya Anda ingin makan apa?"

"Rujak tumbuk yang di depan gerbang sekolah, kak. Boleh?"

Come To You - #2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang