TUJUH PULUH EMPAT

7.5K 326 4
                                    

Don't forget for vote and comment..

Enjoy the story :)

__________________________

"Bagaimana keadaannya?" Kevin dan Kenzo memasuki ruang perawatan setelah dokter yang memeriksa Celo keluar. Herwit berdiri di samping Celo yang terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit.

"Tuan hanya kelelahan saja, ditambah tak ada asupan apapun yang masuk ke tubuhnya, membuat tuan kondisi tubuhnya sangat lemah." jelas Herwit, menatap sekilas Celo yang masih belum sadarkan diri.

Kevin menatap prihatin pada Celo sesaat, "Ditambah dia juga pasti mengalami stres berat. Makanya sampai pingsan seperti ini."

"Itu juga bisa menjadi faktor lainnya." balas Herwit.

"Kau bisa menjaganya untuk sementara? Aku sudah menghubungi orang rumah, dan mereka akan segera datang kemari." Kenzo menatap Herwit yang mengangguk.

Herwit mengangguk, "Aku akan menjaganya disini." Balasnya. "Memangnya kalian akan pergi?"

"Kami ingin ke suatu tempat sebentar. Kau tidak keberatan kan kami tinggal?" Ucap Kevin.

"Tidak masalah." Herwit mengangguk mengerti.

Kevin dan Kenzo kemudian melangkah keluar dari ruang perawatan tersebut, memasuki lift yang berhenti tepat di lantai empat rumah sakit tersebut. Keduanya melangkah santai di sepanjang koridor sepi dengan pintu-pintu tertutup di kanan dan kiri mereka. Beberapa perawat yang melintas menyapa mereka dengan begitu akrab, hingga sampai pada sebuah pintu putih di ujung koridor.

"Bagaimana kabar kalian?" Sapa seorang perawat wanita tua yang baru saja keluar dari ruangan tersebut. Wajah cantik perawat tersebut masih kentara meskipun sudah hampir memasuki masa pensiunnya. "Hai, Kev. Sudah cukup lama kau tidak datang kemari. Kau tega sekali membiarkan calon kakak iparmu datang sendirian terus kemari."

"Aku sibuk akhir-akhir ini." Kevin tertawa ringan mendengar ucapan Margaret. Perawat tua itu selalu menggodanya setiap kali bertemu. "Kau baru menyekanya?" Tanya Kevin, menatap troli berisi baskom air dan handuk.

Margaret mengangguk, "Dia sudah siap bertemu kalian." Katanya penuh canda.

"Baiklah, kalau begitu kami masuk dulu. Terimakasih, Margaret." Ucap Kenzo, lalu masuk kedalam ruangan tersebut diikuti Kevin di belakangnya.

Ruangan putih itu di dominasi dengan bau antiseptik yang cukup menyengat, bersatu dengan suara mesin yang menunjang hidup seorang wanita. Wanita yang sudah terbaring disana lima tahun lamanya. Kenzo melangkah mendekat lalu duduk di sisi ranjang, tangannya mengusap pelan kepala wanita yang semakin terlihat kurus dari waktu ke waktu. Bagaimana tidak? Wanita itu sudah tertidur cukup lama dan entah kapan akan terbangun.

"Halo, sayangku." ucap Kenzo sambil terus mengusap kepala wanita itu. "Lihatlah sekarang, adikmu yang menyebalkan itu baru bisa menemui. Dia selalu sok sibuk dengan pekerjaannya, padahal pekerjaan kami sama." dia menggerutu, meskipun hanya Kevin yang mendengarnya.

"Hai, kak." Kevin mencium punggung tangan wanita itu seraya duduk disampingnya, berhadapan dengan Kenzo. "Jangan dengarkan apa katanya, kak. Dia selalu memprotes apa yang aku lakukan selama ini. Kau tahu kak, di matanya aku selalu salah."

"Kau memang selalu salah, Kev." Kenzo terkekeh pelan. "Kau tidak ingin membuka matamu, Ki? Untuk melihat kami?" Kenzo berubah murung.

"Kau tidak ingin mendengarku memanggilmu kakak memangnya? Bahkan aku juga sedang membiasakan memanggil Kenzo dengan panggilan mas. Seperti yang kau mau." tambah Kevin. "Kiara, kuharap kau cepat bangun. Eh, maksudku kak Kiara."

Kiara adalah saudara kandung Kevin, kakak perempuannya satu-satunya. Saat kecelakaan yang menimpa Naura beberapa tahun lalu, Kiara juga menjadi salah satu korbannya. Selain Naura yang selamat, Kiara pun berhasil selamat dalam kecelakaan tersebut meskipun saat ini Kiara mengalami koma dan membuatnya terus terbaring selama lima tahun.

Kevin kemudian menatap bingkai foto di atas nakas, tersenyum kecil menatap foto yang juga dimilikinya. Foto itu foto dirinya bersama Kiara dan Kenzo yang diambil setelah Naura melahirkan anaknya. "Cepatlah bangun, kak. Kita harus mengambil foto bersama lagi."

Kenzo tersenyum kecil, tangannya terus mengusap puncak kepala wanita yang paling di cintainya itu. Kiara adalah kekasihnya sejak SMA. Mereka saling mengenal karena mereka sempat satu kelas saat dibangku pertamanya. Mereka saling jatuh cinta hingga mereka akhirnya memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih. Namun kini wanita yang cintainya itu terus terbaring tak berdaya diatas ranjang rumah sakit akibat kecelakaan yang membuat Kevin harus kehilangan kedua orang tuanya dan juga hampir kehilangan Kiara dan juga Naura.

Sama seperti dirinya dan Kevin, Kiara juga begitu menyayangi Naura. Bahkan rasa sayang dan perhatian Kiara terhadap Naura jauh lebih besar dari apa yang dia berikan kepada Kevin, adik kandungnya sendiri. Dan saat kejadian yang menimpa Nayra terjadi, Kiara menjadi salah satu orang yang terus mendampingi dan mendukung Naura. Bahkan Kiara juga yang memberikan panggilan 'Baby White' pada putra Naura saat itu.

Kenzo kini hanya bisa berdoa pada Sang Pemilik Kehidupan, agar wanita yang dicintainya bisa terbangun dari tidur panjangnya. Dia merindukan sosok penuh ceria Kiara dan juga senyum manis yang menampakkan lesung pipinya yang dalam. Semoga saja waktu mengijinkan semua itu, dan saat itu tiba dia berharap Kiara akan seutuhnya menjadi miliknya.

Tepat dua lantai dibawah mereka, Celo baru saja membuka matanya. Kepala terasa berdenyut kuat, dan tubuhnya pun terasa lebih berat dari biasanya. Matanya menatap sekitar dan menyadari jika dia sedang berada di rumah sakit.

"Tuan, Anda sudah bangun?" Herwit masuk kedalam kamar dan tersenyum sopan. Dia baru saja membeli beberapa makanan untuk Celo dari kafetaria rumah sakit.

Celo menegakkan tubuhnya perlahan, "Sudah berapa lama aku disini?" tanyanya setelah berhasil bersandar pada kepala ranjang.

"Sekitar dua jam, tuan." Herwit meletakkan makanan yang dibawanya diatas nakas. "Anda harus mengisi perut dahulu tuan sebelum pulang." katanya sambil menyiapkan makanan untuk Celo.

"Aku tidak ingin makan." tolak Celo. "Aku ingin segera ke tempat istriku berada."

Herwit mengambil meja kecil dan meletakkannya di depan Celo, "Tapi Anda harus memiliki tenaga untuk bisa kesana, tuan." katanya sambil meletakkan makanan yang sudah di siapkannya.

Celo mau tak mau menuruti apa kata tangan kanannya itu. Herwit benar, dia harus memiliki tenaga yang cukup untuk menemui istrinya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya jika dia bertemu Naura dalam keadaan yang sangat buruk. Akhirnya Celo memakan makanan yang diberikan Herwit kepadanya secara perlahan. Tak lama Kevin dan Kenzo masuk kedalam ruangan tersebut bersama Bagas dan Axcel.

"Kau baik-baik saja, kid?" Axcel mendekat.

"Papa sering memintamu untuk beristirahat, tapi kau tidak mendengarnya sama sekali." Bagas duduk di single sofa yang terdapat disana.

Celo hanya tersenyum kecil, merasa tak enak karena menghiraukan ucapan mertuanya. "Maaf, pa."

"Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Bagas.

"Sudah lebih baik dari sebelumnya."

Celo menyeka mulutnya dengan serbet sesaat, "Aku akan menjemput Naura hari ini." katanya pada Axcel dan juga Bagas.

"Papa sudah tahu ceritanya dari Kenzo barusan." Ucap Axcel. "Apa kau yakin akan menjemputnya secara langsung? Kondisimu tidak bisa dikatakan baik saat ini."

"Aku yakin, pa. Lagipula aku hanya kurang beristirahat saja. Setelah aku menjemput Naura, aku akan beristirahat full."

"Baiklah jika itu keputusanmu." ujar Axcel akhirnya. Dia hanya berharap semuanya berjalan baik-baik saja, karena entah mengapa perasaannya tidak cukup soal hal tersebut.

Dia harap Naura bisa memaafkan Celo dan kembali seperti semula tanpa ada yang harus berkorban demi salah satunya. 

Come To You - #2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang