EXTRA PART

12.6K 399 26
                                    

Don't forget for vote and comment.. 

Enjoy the story :)

_________________________________

RUMAH itu terlihat lebih ramai dari biasanya. Seluruh keluarga berkumpul pada malam itu, ayah, ibu, kakek, dan nenek. Semuanya serempak hadir untuk merayakan ulang tahun sang putra dan sang cucu tercinta. Hanya perayaan ulang tahun sederhana, sebuah jamuan makan malam keluarga seperti biasanya. Hanya kali ini cukup berbeda karena tentu saja hari itu sangat istimewa.

Rizi mematut wajahnya di depan cermin. Malam ini dia hanya mengenakan celana denim hitam dan kemeja lengan pendek berwarna coklat. Rambutnya tersisir rapi, menampilkan guratan panjang di kedua sisi kepalanya. Tak lupa, dia menyemprotkan minyak wangi di sekitar leher dan badannya. Meskipun hanya keluarga intinya yang hadir malam ini, dia tentu saja harus tampil memukau sebagai pemeran utama. Sekali lagi dia menyisir rambutnya dan tersenyum puas menatap wajah tampan di cermin.

"Kau belum selesai main juga?" tanya Rizi saat membalikan badannya dan menemukannya adiknya masih menunduk bermain game di ponsel.

Ariq hanya bergumam pelan, mengabaikan pertanyaan kakaknya dan asyik bermain dengan ponselnya. Rizi melangkah mendekati adiknya, merebut ponsel tersebut hingga Ariq memprotes kesal.

"Kak, kembalikan ponselku!" tangannya mencoba meraih ponsel di tangan Rizi. Namun sayang, meskipun tubuhnya cukup tinggi tapi kakaknya jauh lebih tinggi lagi. "Mama!" teriaknya lagi, mencoba mengadu.

Rizi tertawa mengejek. "Kau sudah besar tapi masih mengadu pada mama. Kau memangnya tidak malu?" cibirnya.

"Usiaku baru 12 tahun." sahut Ariq kesal.

"Kau sudah masuk sekolah menengah pertama, itu artinya kau sudah besar." Rizi menjitak kepala Ariq pelan.

Ariq mendengus, "Usia kakak juga sudah 17 tahun, sudah besar, apa tidak malu terus menjahiliku seperti anak kecil?" balasnya.

"Kau ini, selalu membalikan ucapanku." Rizi menggeram kesal sambil kembali menjitak kepala sang adik, membuat Ariq mendengus kesal.

"Kak, kembalikan ponselku!"

"Tidak mau. Ambil saja sendiri kalau kau bisa."

"Kembalikan!"

Naura bersedekap di ambang pintu, menatap kedua putranya yang terus menerus berseteru. Rizi selalu senang menggoda adiknya, setiap waktu jika sempat putranya itu akan terus menjahili adiknya dengan berbagai macam cara. Sikap Rizi benar-benar mirip dirinya saat kecil, sedangkan Ariq sama seperti Celo. ariq lebih banyak diam, tak banyak bicara, dan lebih banyak bertindak. Mungkin karena itu Rizi menjadi gemas pada adiknya dan sering menggodanya agar Ariq banyak bersuara.

"Berhenti menggoda adikmu, Rizi." tegur Naura, membuat kedua putranya itu menatap ke arahnya.

Ariq dengan cepat melangkah mendekati ibunya, "Mama, kak Rizi mengambil ponselku." adunya.

Naura menatap Rizi, "Kak, tidak bosan menggoda adikmu terus?" tanyanya yang dibalas senyuman lepas dari Rizi.

Rizi menggeleng, "Tidak, ma. Aku tidak akan pernah bosan sampai kapanpun." sahutnya. Membuat Ariq menggerutu kesal dan Naura memutar matanya.

"Cepat turun ke bawah. Semuanya sudah menunggu kalian." kata Naura sambil melangkah pergi. Ariq dengan cepat mengikuti langkah ibunya, meninggalkan Rizi yang terkekeh pelan sebelum ikut melangkah.

Di meja makan, Axcel, Saphire, Bagas, Farah, dan Celo sudah berkumpul sambil mengobrol. Naura duduk di samping suaminya, sedangkan Ariq mengambil duduk di samping Axcel dan Rizi di samping Bagas.

"Ini dia cucu opa yang ulang tahun." Bagas menepuk pelan pundak Rizi, tersenyum hangat penuh kebanggaan seperti biasanya. "Tidak terasa kau sudah dewasa sekarang, padahal belum lama opa masih menggendongmu." katanya.

"Waktu memang berjalan sangat cepat." timpal Celo, tersenyum lembut saat menatap Rizi dan Ariq.

Waktu memang berjalan sangat cepat. Rasanya baru kemarin dia menggendong Rizi dan Ariq di kedua tangannya, namun kini kedua putranya sudah tumbuh dewasa. Celo menatap Rizi yang semakin terlihat tampan seiring pertambahan usianya, putranya itu semakin dewasa meskipun sikapnya masih kekanakan. Kemudian dia menatap Ariq yang tenang di tempatnya, putra keduanya pun kini sudah mulai beranjak remaja dengan sikap dewasanya.

"Apa permintaanmu untuk ulang tahun ke-17 ini, sayang?" tanya Farah sambil menatap Rizi.

Rizi berpikir beberapa saat, "Sebenarnya aku memiliki satu permintaan." dia menatap seluruh anggota keluarganya.

Saphire menatap cucunya, "Tinggal kau sebutkan saja apa permintaanmu kali ini. Kedua kakekmu pasti akan mengabulkannya." sahutnya. Rizi dan Ariq pastikan akan mendapatkan apapun yang mereka mau dari kedua kakeknya, karena Bagas dan Axcel begitu memanjakan keduanya.

"Benarkah, grandma?" tanya Rizi berbinar.

"Tentu saja." Saphire tertawa pelan.

"Memangnya apa yang kau mau?" Celo menatap putranya itu penasaran.

Rizi menghela nafas panjang sebelum berkata, "Aku ingin melamar Aruna." katanya, padat dan jelas. Membuat semua orang yang ada disana membelalak seketika.

"Apa?!" Pekik Axcel setelah hampir tersedak ludahnya sendiri. "Kau-kau mau apa?"

"Aku ingin melamar Aruna." jawab Rizi, seakan permintaannya bukan hal yang besar.

Bagas memutar tubuhnya menghadap Rizi dengan serius, "Kau serius dengan ucapanmu?" tanyanya tak percaya. Semua orang disana benar-benar terkejut melihat anggukan kepala Rizi.

Ariq bahkan menatap kakaknya dengan tak percaya, "Kak, kau gila?"

"Sialan, kau menyebutku gila." Rizi menatap adiknya tajam, kemudian menatap kearah ibunya. "Ma, Ariq mengataiku gila." adunya.

"Rizi, kau serius dengan semua ini?" Naura bertanya pelan.

Rizi mendengus kesal, "Tentu saja aku serius. Kenapa kalian semua tidak percaya padaku?" keluhnya.

"Tapi Aruna itu sepupumu, Rizi." ujar Farah.

"Aku tahu." sahut Rizi. "Bukankah halal menikahi sepupu?"

Celo memijat keningnya, "Tapi Aruna baru berusia 8 tahun, Rizi." sahutnya. Dia tidak pernah menyangka dalam hal ini juga akan menurun pada putranya. Dulu dia juga mencintai Naura ketika berusia 8 tahun, dan sekarang Rizi ingin melamar Aruna saat keponakannya itu berusia 8 tahun.

"Aku tidak akan menikahinya sekarang. Aku hanya ingin melamarnya dan menunggunya hingga dewasa." balas Rizi. "Lamaran ini hanya untuk menyatakan jika aku serius terhadap Aruna."

Semua orang disana terdiam bersama, mencerna setiap kata yang dilontarkan Rizi.

"Kau mencintainya?" tanya Saphire. "Kau mencintai Aruna?"

Rizi mengangguk mantap, "Tentu saja. Intinya aku hanya ingin melamar Aruna." tegasnya.

Axcel menggelengkan kepalanya tak habis pikir, "Buah memang jatuh tak jauh dari pohonnya." gumamnya sambil menatap Celo penuh arti. 


Aruna siapakah kamu hingga membuat Rizi tergila-gila padamu?

Come To You - #2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang