LIMA PULUH DUA

7.6K 363 2
                                    

Don't forget for vote and comment.. 

Enjoy the story :)

________________________________________

Celo menutup panggilan di ponselnya, menyandarkan tubuhnya kebelakang, lalu memutar kursinya kearah jendela. Mata hijau kecoklatannya menatap lurus kearah pemandangan kota dari ruangannya yang berada di lantai teratas bangunan 30 lantai tersebut. Tubuhnya terasa sangat lelah hari ini, tapi entah kenapa jiwanya merasa sangat bugar tanpa sebab. Seakan diisi oleh sesuatu yang sangat kuat, tapi dia tidak pernah tahu apa itu.

"Jadi apa yang harus kita lakukan pada Maura, tuan?" suara Herwit kembali menarik perhatiannnya.

Tanpa menoleh Celo menjawab, "Biarkan saja. Biarkan dia menggali lubang kehancurannya sendiri."

Herwit mengangguk, mengerti maksud Celo. "Baik, tuan. Kalau begitu saya permisi." katanya lagi, kemudian melangkah pergi meninggalkan Celo.

Celo menghela napasnya pelan, melirik ponselnya sekilas dan berharap istrinya menelponnya. Saat ini yang dia butuhkan hanyalah kehadiran istri kecilnya yang ceria itu. Pasti semua rasa lelahnya akan segera hilang jika dia memeluk dan mencium aroma lembut milik Naura. Jadi dengan segera dia meraih ponselnya dan mengirimi istrinya sebuah pesan singkat.

"Masih dimana sayang?"

"Sebentar lagi aku menuju kesana, kak."

Celo tersenyum dan segera membalas, "Baiklah, hati-hati dijalan, sayang." tepat setelah dia meletakan ponselnya, Herwit kembali menghampirinya dengan membawa sebuah map.

"Jacob Abraham dan cucunya meminta bertemu dengan Anda." Herwit melatakan map yang dibawanya di depan Celo.

"Biarkan mereka masuk." Celo menyeringai. Inilah hal yng ditunggu-tunggunya. Sesuai dugaannya, J.Abraham pasti akan meminta bantuannya untuk memperbaiki nama perusahaan yang dihancur oleh pewarisnya sendiri.

Herwit mengangguk, melangkah keluar lalu kembali masuk bersama dua orang pria. Dua pria berwajah sama namun berbeda generasi. Jacob Abraham masih terlihat sangat berkuasa di usianya yang kini sudah sangat tua. Aura mendominasinya tak pernah hilang sedikit pun, yang juga dimiliki oleh cucunya, Giordano Abraham.

Celo menegakkan tubuhnya, berjalan pelan sambil merapikan jasnya untuk menyambut dua orang tersebut. Dengan senyum ramahnya dia menyapa dan menyalami Jacob serta Giordano secara bergantian. Mempersilahkan mereka duduk sementara sekretarisnya menyiapkan minuman untuk kedua tamunya.

"Aku tidak menyangka akan dikunjungi oleh ketua Abraham hari ini." Celo menatap Jacob ramah, melirik kearah Giordano sekilas.

Jacob balas tersenyum, "Sudah lama aku tidak mengunjungi perusahaan ini, apalagi setelah berpindah tangan padamu aku bahkan tidak sempat memberikan ucapan selamat."

"Tidak perlu repot-repot, ketua Abraham. Cukup doa saja." Balas Celo disertai tawa ringan.

Jacob ikut tertawa, "Kau memang tidak pernah berubah, nak." Katanya. Kemudian dia menghela napasnya. "Sebenarnya aku kesini ingin meminta bantuanmu."

"Meminta bantuanku? Bantuan seperti apa yang kau butuhkan hingga repot-repot datang langsung menemuiku?"

"Kau sudah mendengar apa yang terjadi dengan J.Abraham bukan?"

Celo mengangguk.

"Karena hal itu, citra perusahaan menjadi menurun dan banyak pemegang saham meragukan kinerja perusahaan serta mereka menganggap J.Abraham tak sebersih dulu."

"Jadi apa yang kau minta dariku?"

"Aku ingin kedua perusahaan membuat sebuah kerja sama besar dan buat J.Abraham kembali seperti semula. Aku yakin kau bisa melakukan itu dengan sangat baik." Jacob menatap Celo.

Come To You - #2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang