SEMBILAN BELAS

9.8K 389 3
                                    

Don't forget for vote and comment.. 

Enjoy the story.. :)

______________________________

"Setelah ini bantu kakak memasak makan malam ya." Anan tersenyum lembut menatap dua orang di depannya. Aleta dan Naura mengangguk bersamaan sambil melipat mukena yang baru saja mereka gunakan.

"Tapi aku tidak bisa memasak, kak." Naura menatap Anan malu. Untuk setiap wanita pasti pernah merasa sangat malu karena tidak bisa memasak seperti wanita lainnya. Memasak air saja dia tidak mampu dan membuat Kevin memarahinya habis-habisan karena hampir membakar dapur, apalagi harus memasak yang lainnya.

"Kau bisa membantu sedikit-sedikit, Nau." kali ini Aleta yang membalas. Kemampuan Aleta dalam memasak memang tidak bisa diragukan lagi, bahkan pernah beberapa masakan Aleta dipuji langsung oleh beberapa koki besar.

Anan mengangguk, "Kau juga bisa sekalian belajar memasak nanti." tambahnya, mencoba menghibur.

Naura mengangguk dan tersenyum. "Siap kak."

"Kakak tunggu di dapur." Anan kemudian melangkah menuju dapur, meninggalkan Naura dan Aleta di dalam mushalla.

Naura menghela napasnya saat mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Dia sudah menjelaskan semuanya pada yang lainnya, tentang hubungannya dengan Celo. Tentu saja mereka semua cukup terkejut saat tahu jika dirinya sekarang adalah istri Celo. Banyak pertanyaan yang langsung mereka tanyakan padanya, terutama ketidakpercayaan mereka tentang pernikahan ini. Bagaimana bisa dia menikah dengan Celo padahal undangan yang sebelumnya tersebar adalah undangan pernikahan Celo dengan Maura, bukan dengan dirinya.

Dan semua itu dapat dijelaskannya dengan sangat lancar, meskipun ada beberapa hal yang tak bisa dijawabnya. Dia masih mengingat setiap ekspresi saat menjelaskan semuanya, setiap pertanyaan yang bahkan cukup membuatnya tersentak masih terngiang jelas dipikirannya. Pertanyaan yang selama ini sering sekali terpikirkan olehnya. Bagaimana jika Maura kembali? Satu pertanyaan yang dia sendiri pun tak tahu jawabannya, bukan jawaban untuk orang lain tapi untuk dirinya sendiri. Hingga saat ini pertanyaan itu tak pernah bisa dijawabnya meskipun banyak sekali pemikiran-pemikiran yang masuk ke dalam otaknya. Dan akhirnya, dia hanya bisa menggelengkan kepala dan membuat semuanya diam tak berkata apapun.

Keberadaan Ragata lah yang membuat suasana yang tadinya hening kembali ramai. Pria itu bahkan tak berhenti bertanya mengenai dirinya dan Maura, hingga saat semuanya memutuskan untuk sholat dzuhur berjamaah pun pria itu masih semangat dengan semua pertanyaan yang ada di otak cemerlangnya.

"Bagaimana kau bisa memiliki kakak seperti Maura yang sangat seksi itu." lontaran kalimat yang pastinya keluar dari mulut seorang Ragata, dengan kedua tangannya yang bergerak seolah menggambarkan lekuk tubuh kakaknya.

"Harusnya aku menyadari kalau kalian memang bersaudara. Maura Helena Martanegara. Naura Selina Martanegara." lanjutnya.

"Ta, kita harus sholat sekarang sebelum waktunya habis." Aleta melirik pada jam dinding.

Ragata menghiraukan Aleta dan terus berbicara. "Kenapa aku tidak menyadari kemiripan nama kalian sejak awal ya? Dan kenapa kau tidak bilang kalau kau putri Bagaskara Martanegara?"

Naura menghela napasnya, "Karena pak Raga tidak pernah bertanya padaku." balasnya. "Kita ke mushalla sekarang, Ta."

Aleta mengangguk, "Ayo."

"Tunggu, aku masih ingin bertanya." cegah Ragata dengan menarik tangan Aleta yang handak melangkah.

"Kita harus sholat dulu, Ragata." Aleta mengeram kesal.

Come To You - #2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang