EMPAT PULUH DELAPAN

6.8K 324 1
                                    

Don't forget for vote and comment..

Enjoy the story :)

_________________________________

Herwit tengah sibuk menyelesaikan pekerjaannya saat Kenzo tiba-tiba mengetuk pintu kamarnya. Dengan malas dia membuka pintu, menatap Kenzo dengan kesal. Pekerjaannya begitu menumpuk, belum lagi dia juga harus menghubungi beberapa media untuk menyebarkan berita tentang germany Abraham. Dia akan benar-benar membunuh Kenzo jika pria itu mengganggunya hanya untuk mengajaknya bermain catur seperti dua minggu lalu.

"Ada apa?" tanyanya kesal.

Kenzo tertawa melihat reaksi Herwit saat melihatnya. Pria di depannya itu sangat jarang menunjukan ekspresi apapun di depan banyak orang, namun akan begitu terlihat kesal jika dia sedang sibuk dengan pekerjaan dan diganggu.

"Aku hanya ingin meminta bantuanmu." balasnya.

"Aku tidak bisa menemanimu bermain catur lagi."

Kenzo kembali tertawa, "Bukan itu. Aku ingin meminta bantuanmu menyelidiki sesuatu." jelasnya, lalu memberikan surat kaleng tadi. "Ada yang mengirimnya tadi. Aku dan Ben yakin jika pengirimnya tinggal tak jauh dari sini karena hanya orang-orang yang tinggal di komplek ini yang bisa masuk."

Herwit membaca surat tersebut dengan teliti dan mengangguk. "Aku akan menyelidikinya sekarang. Apa tuan Celo sudah mengetahuinya?"

"Belum." Kenzo kemudian meraih rokok elektrik disakunya dan mengisapnya. "Kabari aku jika kau sudah menemukan pengirimnya. Aku harus ikut berjaga di depan." katanya, lalu pergi meninggalkan Herwit yang langsung masuk kedalam kamarnya.

Dengan cepat dia membuka komputernya, mencari daftar orang-orang yang tinggal di perumahan tersebut. Jika pengirimnya bisa masuk kedalam perumahan dengan sangat mudah, maka seharusnya nama orang itu tercantum dalam daftar tersebut. Dia hanya tinggal mengelompokkan siapa saja orang-orang yang tengah berada di kediaman mereka beberapa hari terakhir. Sebagian besar penghuni perumahan tersebut adalah orang-orang besar yang pastinya sangat sibuk dengan pekerjaan mereka. Maka akan mudah baginya menyelidiki hal ini.

Setelah satu jam berkutat dengan banyak nama, Herwit terdiam beberapa saat dan segera mengirimkan pesan singkat kepada Celo. Dia berhasil menemukan satu nama yang sangat dicurigai dengan masalah ini.

Celo baru selesai membersihkan tubuhnya saat Herwit mengiriminya sebuah pesan. Rahangnya mengeras seketika mambaca pesan tersebut. Setelah menyelimuti Naura, dia segera keluar dari kamar dan menemui Herwit yang menunggunya di dekat kolam renang.

"Bereskan semuanya. Aku tidak mau ada yang menganggu istriku lagi." katanya, sesampainya di kolam renang.

Herwit mengangguk, "Baik, tuan. Saya sudah melakukan apa yang Anda perintahkan." balasnya. "Lalu apa yang harus kita lakukan lagi?"

"Biarkan rencana itu berjalan dulu, kita tunggu saja sampai mereka menemui kita secara langsung."

"Baik, tuan." Herwit membungkukkan tubuhnya sedikit kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan Celo sendiri.

Celo menghela napasnya, lalu duduk diatas kursi santai yang berada di dekat kolam renang. Mengusap wajahnya dengan lelah sebelum menyandarkan tubuhnya dengan tenang. Apapun akan dia lakukan untuk melindungi istrinya, sekalipun dia harus melakukan hal licik dan penuh tipu daya. Naura adalah prioritasnya saat ini, dan tak ada satu orang pun yang boleh mengusiknya.

"Hei, kids. Kau tidak takut sendirian disana?" Celo mendongak, tertawa pelan menatap ayahnya yang berdiri diambang pintu menggodanya.

"Aku tidak pernah takut apapun."

Axcel tertawa mengejek lalu berjalan mendekat. "Aku tidak percaya dengan kata-kata itu." dia kemudian mendudukan tubuhnya disamping Celo. Menghela napasnya ringan. "Ada masalah?"

Celo hanya mengangguk, menatap lurus riak air di hadapannya.

"Ingin papa bantu?"

"Tidak perlu." Celo menarik ponselnya dari dalam saku, membuka beberapa berita yang baru saja muncul. "Maaf karena aku melibatkan perusahaan dalam hal ini."

"Papa mengerti." Axcel tersenyum. "Kau melakukan semua ini untuk melindungi Naura bukan?"

Celo mengangguk.

"Selagi kau melakukannya untuk melindungi Naura, papa akan mendukungmu."

Celo tersenyum, "Thanks dad."

"Pergilah ke kamar dan beristirahat. Temani istrimu, jangan ditinggal sendirian terus. Kau tidak tahu betapa menderitanya dia saat kau tinggal pergi?" usir Axcel.

"Aku ke kamar dulu kalau begitu. Papa juga harus ke kamar dan menemani mama." balas Celo dan melangkah pergi.

Celo memasuki kamarnya dan duduk diatas sofa. Malam semakin larut tapi pikirannya belum bisa berhenti memikirkan kondisi istrinya. Dia tak mau ada seorang pun yang menyakiti Naura. Kini, didalam kamar yang hening Celo hanya bisa memikirkan cara apa saja yang akan dilakukannya untuk melindungi Naura. Dia tak segan menyakiti musuhnya secara langsung. Bahkan jika orang tersebut adalah putra seorang pengusaha besar.

Giordano tentunya harus mendapatkan akibat dari perbuatannya.

Come To You - #2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang