21

5.9K 618 62
                                    

Meysa tidak menyangka ia akan duduk di halte sampai malam. Saat ia menyadarinya, tiba-tiba ia merasakan sakit pada kakinya.

"Apa yang terjadi?" Meysa tidak tau sejak kapan Nathan sudah berlutut dibawah kakinya.

"Kakiku kram."

Ia dapat melihat Nathan menatapnya marah. Tapi Nathan masih saja mengangkat kakinya dengan hati-hati lalu meletakkan diatas lututnya. Nathan mencoba memijat kakinya untuk melancarkan peredaran darahnya.

"Tidak bisakah kamu memijatnya dengan lembut." Sedikit gerakan saja, membuatnya sakit. Apalagi dengan pijatan. Walaupun Nathan memijatnya dengan lembut, tapi ia masih merasakan sakit.

Nathan lagi-lagi memberikan tatapan galaknya.

"Sekarang kamu baru tahu sakit? Berapa umurmu? Mengapa kamu masih duduk berlama-lama disini tanpa menggerakkan sedikitpun badanmu. Jangan mengabaikan kesehatanmu!"

Nathan memarahi Meysa tapi masih dengan mengurangi kekuatannya. Nathan tampak lembut saat memijatnya dan ia juga sangat berkonsentrasi, ia takut jika ia menggunakan sedikit kekuatannya ia akan menyakiti kaki Meysa, yang memang tampak ramping dan kurus.

"Jika aku sakit juga bukan urusanmu."

Meysa ingin menggigit lidahnya , setelah ia menyadari apa yang baru saja ia katakan telah membuat Nathan marah.

Nathan memang tidak berkata apa-apa, tapi Meysa dapat melihat gerakan Nathan yang berhenti sebentar lalu melanjutkan pijatannya lagi.

Meysa menatap Nathan yang masih berlutut didepan tanpa memandangnya. Bibir laki-laki itu sedikit cemberut. Dan saat itulah ia sadar Nathan hanya menggunakan kemeja putihnya. Baju Nathan tampak berantakan.

Angin sore bertiup sangat dingin bersamaan dengan air hujan. Meysa merasa hangat saat ini, karena entah sejak kapan jas Nathan sudah tersampir dipundaknya. Hatinya yang tadi kacau sedikit merasa hangat.

"Sudah cukup! Sepertinya kakiku sudah baik-baik saja."

Nathan tidak menjawab. Tapi ia masih meletakkan kaki Meysa dengan hati-hati, seperti barang antik yang sangat berharga.

Meysa memperhatikan semua gerak gerik Nathan sejak awal, dan sampai di saat Nathan mendongak keatas untuk melihatnya. Dan disaat mata mereka bertemu, Meysa merasakan seolah waktu berhenti dan hanya mereka berdualah yang jadi pusat gravitasi. Dengan dilatar belakangi hujan yang mengguyur dengan semangatnya menciptakan sisi romantis diantara mereka.

Meysa tanpa sadar menyentuh tangan Nathan. Nathan sedikit terkejut dengan sentuhan lembut itu, tapi Nathan masih mempertahankan sikap tenangnya. Ia membiarkan tangan mungil itu untuk tinggal disana.

"Apa kau dingin?" Tanya Meysa sambil menggenggam tangan Nathan untuk memberikan kehangatan pada laki-laki itu.

"Tidak lagi."

Tangan Meysa memberikan kehangatan yang mengalir didalam hatinya. Nathan meraih tangan Meysa, ia membimbing tangan Meysa yang dingin untuk masuk kelengan jas.

Meysa merasa lebih hangat sekarang. Meysa memperhatikan Nathan yang masih merapikan jasnya untuk membuatnya tidak kedinginan.

"Ini lebih baik."
Nathan tersenyum puas, lalu menatapnya dan merekapun tersenyum bersama.

"Apa kau ingin bermalam disini?"

Meysa menggelengkan kepalanya.

"Tentu saja, tidak."

"Okey, aku akan memanggil Riko untuk menjemput kita."

"Aku sudah menunggu disini seharian hanya untuk naik bus."

Kembalinya Nona MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang