"Varun tidak bisa diandalkan. Lebih baik kita tanyakan ini kepada Shraddha. Nak, apakah yang Papanya Varun katakan tadi itu benar?" tanya Soumya kepada Shraddha.
Jantung Shraddha berdetak semakin kencang ketika Soumya melempar pertanyaan itu kepadanya. Shraddha terdiam, ia masih memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan kepada Soumya. Ia menelan salivanya dengan susah payah, terdiam beberapa detik sebelum menjawab pertanyaan yang Soumya ajukan.
"Iya Tante. Dan kami baru saja melakukan itu tadi ketika kami pergi. Kami pergi ke penthouse, dan semuanya terjadi begitu saja." jawab Shraddha sambil sedikit menundukkan pandangannya menatap kearah heals yang ia kenakan.
Varun langsung menolehkan pandangannya kearah Shraddha. Genggaman tangannya pada tangan wanita itu lepas begitu saja. Ia begitu terkejut mendengar jawaban yang Shraddha berikan. Bukan hanya Shraddha, tapi semua orang yang berada di ruang keluarga sama terkejutnya dengan Varun.
What the hell?! Bagaimana bisa Shraddha berbohong seperti itu. Ia memang tahu jika itu hanya alibi saja agar mereka tidak menceritakan hal yang sebenarnya. Tapi tidak dengan alasan seperti itu juga. Sekarang Varun sedang ditatap horor oleh kedua orang tuanya. Wanita ini benar-benar selalu bertindak di luar dugaan. Varun benar-benar tidak mengerti dengan Shraddha. Apa yang Shraddha rencanakan? Entahlah Varun tidak tahu.
"Mampus gue." batin Varun melirik sekilas kearah Soumya dan Satya yang saat ini sedang menatap horor dirinya. Varun menyenggol pelan lengan Shraddha, agar wanita itu mengatakan sesuatu untuk membantu dirinya saat ini.
"Jangan menyenggol tubuh Shraddha seperti itu!" sarkas Soumya yang sedari tadi memperhatikan gerak gerik Varun.
"Bisa kita bicara Varun Exeylendra Prameswari?" tanya Satya dengan suara rendah. Alarm berbahaya bagi Varun ketika ia mendengar Papanya memanggil namanya dengan nama panjangnya seperti itu.
"Seharusnya kita tidak meninggalkan mereka berdua. Jika tidak ini semua akan tidak akan terjadi." bisik Chintu kepada Rakesh dan yang lainnya yang masih bisa Varun dengar.
"Varun? Tidak mendengar perkataan Papa?"
"Baik Pa." Varun berjalan mendekat kearah Satya dengan Shraddha yang mengekorinya dari arah belakang.
"Duduk!" perintah Satya ketika Varun sudah berdiri dihadapannya. Varun mendudukkan tubuhnya disamping Satya yang saat ini masih tetap setia menatap kearahnya.
Jantung Varun langsung berdegub dengan kencang mewanti-wanti apa yang akan selanjutnya Satya katakan.
"Varun." panggil Satya.
"Iya pa?"
"Sedikit mendekatlah." Varun semakin mendekatkan tubuhnya kearah Satya. Lalu tanpa aba-aba Satya menampar pipi Varun. Semua orang terkejut, tanpa terkecuali Shraddha yang saat ini berada di samping pria itu.
"Apa kamu tahu yang kamu lakukan?! Kamu mengambil keperawanan seorang wanita! Itu adalah hadiah yang akan ia berikan untuk suaminya kelak, dan kamu yang bahkan bukan suaminya merebutnya begitu saja! Jika alasanmu kamu memakai pengaman, itu tidak menjamin. Bisa saja bocor dan menyebabkan Shraddha bisa hamil! Dan yang bikin Papa marah, kamu tidak mau mengakui perbuatanmu! Dan bahkan kamu berbohong!" Varun menunduk terdiam mendengar semua perkataan Satya. "Papa tahu kamu masih muda, hasrat seksualmu masih tinggi. Tapi setidaknya menikah dulu baru melakukan hal itu! Papa tidak suka dengan sikapmu ini! Apa kamu dengar?!"
"Maaf Varun, seharusnya kamu tidak dimarahi atas kesalahan yang tidak kamu perbuat seperti ini." batin Shraddha yang melihat Varun dimarahi habis-habisan oleh Satya. Ia merasa sangat bersalah kepada pria itu, tapi ia tidak mempunyai pilihan lain. Apalagi kepalanya sudah sangat buntu untuk memikirkan alasan lainnya.