Setelah penolakan yang ia dapatkan dari Shraddha, Varun memilih untuk kembali ke Mansion-nya. Mungkin Shraddha masih membutuhkan waktu beberapa hari untuk menyendiri. Ya, Varun masih berfikiran positif. Tidak ingin membayangkan sesuatu yang buruk terjadi pada hubungannya dengan Shraddha. Shraddha-nya akan kembali padanya, dan itu pasti akan terjadi. Hal itu yang selalu ia katakan di dalam hatinya.
Saat ini, Varun dan Soumya, Mamanya sedang menyantap makan siang mereka. Namun gerakan tangan Varun yang hendak memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya terhenti, ketika ada seseorang yang menarik lengannya dengan kasar secara tiba-tiba.
Bugh!
Sebuah tinjuan mentah langsung di layangkan oleh seorang pria yang tadi menarik lengannya dengan kasar.
Varun yang belum siap dan mendapatkan serangan mendadak seperti itu langsung tersungkur jatuh ke lantai. Tubuhnya oleng, dengan pipinya yang terasa begitu ngilu.
"Ayo bangun! Siapa yang mengajarkan dirimu menjadi seorang pria bajingan seperti itu!" Murka seorang pria yang tadi melayangkan pukulan pada pipi Varun.
"APA YANG KAMU LAKUKAN!" Soumya menarik lengan Satya, menahan suaminya itu agar tidak memukul Varun kembali.
Benar, yang memukul Varun tadi adalah Satya. Papa kandungnya sendiri. Soumya begitu terkejut menyaksikan pertikaian yang terjadi di hadapannya. Semuanya terjadi begitu tiba-tiba. Satya yang baru pulang, tiba-tiba langsung datang menghampiri Varun dan langsung memberikan sebuah pukulan pada putranya itu.
"Dia pantas mendapatkannya!" Satya kembali maju, hendak menendang tubuh Varun namun kembali di tahan oleh Soumya.
"Apa yang sudah di lakukannya, sampai kamu berani memukulnya seperti itu!"
"Kamu bertanya apa yang sudah dia sudah? Yang dia lakukan benar-benar sangat memalukan! Seharusnya dia tidak pantas mendapatkan wanita sebaik Shraddha!" Satya melepas tangan Soumya pada lengannya, ia maju beberapa langkah dan kembali melayangkan pukulan di wajah Varun.
"Berhenti memukulnya! Dia putraku! Tidak ada yang boleh memukulnya!" Soumya lantas berjongkok, membawa tubuh Varun yang sudah tidak berdaya ke dalam pelukannya agar Satya berhenti memukulnya.
"Beritahu Mama mu apa yang sudah kamu lakukan!" Selanjutnya dengan nafas yang masih memburu, Satya pergi berlalu menuju kearah kamarnya.
"Putraku.. ayo Nak Mama akan membawamu ke kamarmu." Setetes air mata jatuh di pipi Soumya ketika melihat keadaan Varun saat ini. Tubuhnya melemas, wajahnya sudah banyak lebam, dan terdapat darah segar yang keluar dari sudut bibirnya yang sedikit robek akibat pukulan dari Satya. Varun benar-benar terlihat berantakan saat ini.
"Mengapa Mama menolong ku? Seharusnya Mama membiarkan Papa memukul ku. Aku pantas mendapatkannya. Bahkan pukulan Papa pun masih kurang, jika dibandingkan kesalahan yang sudah aku perbuat."
"Apa yang kamu katakan sayang. Kamu putra satu-satunya Mama. Tidak ada yang boleh memukul mu, bahkan Papa mu. Mama tidak akan membiarkan itu."
"Varun pantas mendapatkannya. Benar yang papa katakan, aku seorang pria bajingan, brengsek, dan semua hal yang buruk adalah diriku."
"Sudah sayang, sudah. Ayo Mama akan menuntun mu menuju ke dalam kamar mu." Soumya memegang lengan Varun, membantu putranya itu untuk bangkit dan memapahnya berjalan.
***
Tok..tok..tok..
Soumya mengentuk pintu kamar Varun beberapa kali, namun sayang tidak ada balasan apapun. Tidak ada sahutan, atau Varun yang datang membukakan pintu untuknya.
"Varun, ini Mama sayang. Apa kamu baik-baik saja? Mama datang membawakan makan malam untukmu." Setelah adegan di meja makan siang hari tadi, Varun memilih untuk menyendiri dan mengurung dirinya di dalam kamarnya. Sekarang Soumya menjadi khawatir pada keadaan putra semata wayangnya itu.