Author's Pov
Harry dan Helio terduduk di anak tangga terbawah sambil menundukkan kepala mereka. Di depan mereka, Draion dan Remus bertatapan. Bagaimana bisa dua anak ini menutupi soal kepergian ibunya?
Di tengah kesunyian itu, Sirius hanya terduduk di sofa sambil memegangi kepalanya. Ia tidak percaya, dua anak laki – laki yang ia rawat sejak dulu ternyata menutup mulut mereka rapat – rapat soal kepergian sosok ibu mereka.
Sirius sudah tidak mempunyai tenaga untuk memarahi Harry dan Helio.
Draion yang tidak tahan dengan situasi tersebut pun berdehem. Membuat seluruh mata tertuju kepadanya. "Bagaimana jika kalian menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada kami?"
Harry menoleh ke arah Helio, begitu juga sebaliknya. Mereka bertatapan sejenak, lalu Harry menghela napas.
"Halley, kau yang jelaskan." Ujarnya. "Kau yang tiba di sini terlebih dulu."
Helio merapatkan bibirnya, tubuhnya sedikit gemetar. Ia sebenarnya tidak ingin mengingat adegan pada hari itu. Bagaimana dirinya sampai di rumah, lalu mendengar suara seorang pria. Suara yang berat, lebih berat dari suara ayahnya.
Suara yang pelan, nyaris terdengar seperti bisikan. Kata – kata yang diucapkannya pun terdengar biasa. Namun, entah kenapa bagi Helio terdengar seperti mantra. Siapa pun yang mendengarnya, pasti akan terhanyut dengan suara itu.
"Um, hari itu, aku tidak ingat tepatnya hari apa. Namun, aku dan Harry memutuskan untuk kembali sejenak ke rumah. A-aku sampai terlebih dahulu, dan mendengar suara seorang pria secara samar – samar.
Namun, aku tau itu bukan suara ayah. Kukira teman ibu, namun, ibu merenspons pria itu dengan aneh. Ibu yang biasa bicara dengan tegas mendadak berubah menjadi sosok yang... merunduk. Aku bergegas menghampiri ibu yang sedang...um, berpelukan dengan pria berjubah-"
"Cukup sampai di situ, Helio." Potong Sirius.
Helio langsung menutup mulutnya, dan kembali merunduk. Ia ingin sekali menangis, merasa sangat bersalah karena berbohong pada ayahnya.
Harry yang ada di sebelahnya pun menepuk pundaknya, mencoba untuk menenangkannya.
Kesunyian kembali melanda rumah itu. Lagi – lagi Remus dan Draion bertatapan. Tidak butuh cerita penuh untuk mereka menyadari apa yang terjadi dan siapa pria yang dimaksud.
"Tom," Gumam Draion pada Remus, "Tom Riddle."
Remus hanya mengangguk pelan, lalu menoleh ke arah Sirius. Pria itu nampak kosong setelah mendengar cerita dari putranya. Mungkin ia tidak menyangka, setelah bersama cukup lama, pria sialan itu kembali datang dan mengganggu mereka.
"...Halley, Harry," Remus menghampiri keduanya lalu menepuk pundak mereka, "Naiklah ke kamar kalian. Biar aku dan Draion yang membahas ini."
Harry dan Helio mengangguk, lalu bangun dari duduk mereka dan segera berjalan cepat menuju kamar mereka.
Setelah dua anak itu pergi, barulah Sirius bersuara. Ia mengerang, dan berteriak kesal sambil menendang meja yang ada di depannya. Setelah itu, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Rasa putus asa telah menguasai tubuhnya.
"Kupikir... aku sudah menang, Remus." Ujar Sirius dengan sedikit terisak. "Kupikir, aku berhasil memilikinya. Ternyata, ia masih mencintai pria sialan itu."
Remus dan Draion tidak bisa berbuat banyak saat melihat Sirius menangis sejadi – jadinya. Sekali lagi, pria itu kehilangan orang yang ia cintai. Kali ini, orang yang sangat ia cintai.
•••
"Oh, kalian kembali!" Ron tersenyum senang begitu melihat Harry dan Helio yang muncul di common room Gryffindor. Namun, keduanya nampak murung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Line Without a Hook || Tom Riddle
Hayran Kurgu"Kami tau ini bukan pilihan yang mudah untukmu Amoretté, tapi kau harus memilih. Egois atau melepaskannya." Amoretté Scamander datang ke Hogwarts pada pertengahan tahun ke empatnya. Beberapa jam setelah kedatangannya berlangsung normal, hingga saat...