Author's Pov
Hari – hari berlalu, langit – langit semakin gelap, dan cuaca menjadi dingin.
Harry dan teman – temannya sudah kembali Hogwarts. Sekolah yang biasanya terlihat indah kini berubah menjadi menyeramkan. Awan hitam berputar mengelilinginya, petir yang bermunculan, serta hawa dingin yang menusuk kulit.
Hufflepuff cup yang mereka cari sudah didapatkan. Waktunya untuk menghancurkan.
Namun, melihat keadaan di Hogwarts, Harry dan yang lainnya harus mengundur rencana mereka untuk menghancurkan cup tersebut.
Keadaan di dalam Hogwarts cukup chaos. Para murid berlarian kesana kesini, para guru mencoba untuk memasang mantra pelindung di sekitar Hogwarts, dan beberapa anggota The Order of Phoenix datang untuk membantu.
Harry sendiri bersama teman – temannya berada di main stairs. Mereka mencoba untuk berdiskusi, bagaimana rencana mereka kedepannya.
Ron mengatakan, lebih baik mereka berpencar. Ia dan Hermione akan pergi ke ruang rahasia untuk menghancurkan Hufflepuff cup dengan taring Basilisk. Harry dan Helio setuju dengan hal itu.
Kini, mereka terpecah menjadi dua kelompok. Harry dan Helio berlari menuju lantai bawah, mencoba untuk membantu para guru dan murid lainnya.
Helio menoleh begitu Neville memanggilnya. Ia memintanya untuk membantu memasang kembang api di pintu belakang kastil. Helio setuju, lalu ia berpisah dengan Harry.
Harry berjalan menyusuri koridor, mencari tau apa yang harus ia lakukan sekarang. Hingga, mendadak kepalanya terasa sakit. Ia berusaha untuk menahan dirinya, namun karena rasa sakit yang tidak tertahan, harry terduduk di lantai.
Harry memejamkan matanya, mencoba untuk mengatur nafasnya. Lalu, ia kembali mendapat penglihatan.
Ia melihat Tom dan para pengikutnya yang berdiri di ujung tebing. Ia memandang kastil Hogwarts yang perlahan tertutup pelindung, lalu tersenyum sinis.
Hanya sesingkat itu, ia kembali tersadar.
Harry segera bangun dari duduknya, mencoba untuk menyusul Ron dan Hermione menuju ruang rahasia. Namun, tiba – tiba saja rasa sakit di kepalanya kembali muncul.
•••
Tom memenadangi elder wand yang berada di tangannya. Tongkat yang ia ambil dari makam Dumbledore sebelumnya.
Setelahnya, ia mendongak menatap kastil Hogwarts dengan senyum tipis di bibirnya. Tidak ia sangka, akhirnya hari ini tiba juga. Hari dimana ia akan menghancurkan Hogwarts dengan tangannya sendiri.
Ia terkekeh begitu melihat pelindung yang perlahan menutupi bangunan kastil. Pelindung itu terlalu lemah, mudah baginya untuk menghancurkannya.
"Mereka tidak pernah belajar." Ujarnya sinis. "Sayang sekali."
Para Pelahap Maut yang ada di belakangnya melirik satu sama lain. Mereka ingin berkomentar, namun mengurungkan niatnya karena takut akan bernasib buruk.
Tom membalikkan tubuhnya, melirik para anggotanya dengan senyum. "Mulailah,"
Satu persatu dari para Pelahap maut mengangkat tongkat mereka, mengarahkannya ke kastil. Cahaya putih pun muncul dari tongkat mereka, satu persatu berusaha untuk menembus lapisan pelindung kastil tersebut.
"Kita lihat, seberapa hebat kekuatan mere-"
Tom mengerang. Tiba – tiba saja dadanya terasa sakit. Ia terus meringis, membuat beberapa pelahap maut menoleh ke arahnya.
"Apa yang kalian lihat-"
Tom kembali mengerang. Sakit luar biasa pada dadanya membuat mulutnya terkunci. Hal itu berlangsung cukup lama, hingga akhirnya Tom berhenti mengerang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Line Without a Hook || Tom Riddle
Fanfiction"Kami tau ini bukan pilihan yang mudah untukmu Amoretté, tapi kau harus memilih. Egois atau melepaskannya." Amoretté Scamander datang ke Hogwarts pada pertengahan tahun ke empatnya. Beberapa jam setelah kedatangannya berlangsung normal, hingga saat...