we fail us, but... she's here

69 7 2
                                    

"Nona Alkina?"

Mery, pelayan yang menunggu Alkina di tenda nampak terkejut ketika majikannya kembali bersama mantan suami, digendong pula. "Nona, apa yang terjadi?" sambut Mery lagi seraya membantu Alkina berdiri setelah turun dari lengan Archileon. Alkina tidak menjelaskan apapun, ia hanya berucap pelan, "Aku ingin istirahat."

Keduanya masuk ke dalam tenda dan meninggalkan Archileon yang berdiri menyaksikan.

Mery mendudukkan Alkina di atas kasur dengan perlahan. Wajah majikannya nampak pucat dengan rambut yang sedikit berantakan. Ia tebak sesuatu telah terjadi. "Sebenarnya apa yang terjad? Bagaimana bisa Anda bersama dengan Duke Tarrant?" Pelayan yang sudah berumur itu kembali bertanya.

"Dia menolongku saat kudaku lepas kendali," jawab Alkina singkat. Pergelangan kakinya ia pijat kecil demi menghilangkan nyeri.

"Kuda Nona?" Alkina mengangguk. "Kudanya sudah mati."

Barulah Mery mengerti. Raut wajahnya sedikit kecewa. "Tapi Nona menghabiskan banyak uang untuk membeli kuda tersebut..."

Bukan hanya Mery, Alkina pun menyayangkan hal tersebut.

"Sekarang apa yang akan kita lakukan?"

Pertanyaan itu mengundang helaan nafas panjang Alkina. Ia tidak punya jawaban karena ia sendiri bingung. Seketika ia melirik keadaan tenda yang berisikan sedikit sekali barang bawaan mereka. "Mau apa lagi..." gumamnya.

"Kita pulang besok pagi buta. Bisakah kau siapkan air untuk mandi, Mery?"

Mery mengangguk dan pergi. Wanita berambut cokelat itu membaringkan dirinya pada kasur yang keras, menutup kedua matanya dengan lengan lalu mengumpat,

"Sial."

###

Mery yang sedangkan mengepak barang bawaan mereka terhenti ketika seorang lelaki datang dengan kotak kayu ditangannya. Alkina yang menyusul karena panggilannya tak kunjung disahut oleh Mery pun akhirnya bertemu dengan lelaki tak dikenal itu.

Lelaki itu melepas topinya dan membungkukkan badannya sedikit begitu berhadapan dengan Alkina. Kemudian ia berkata, "Saya datang membawa pesan dari Duke Tarrant." Kotak kayu berukuran sedang yang dipegangnya ia sodorkan pada Alkina, dengan kondisi tutup yang sudah terbuka. Di dalamnya terdapat banyak bebatuan warna-warni yang memantulkan cahaya.

"Beliau berpesan untuk memberikan ini pada Nona Alkina."

Alkina tertegun. Begitu juga Mery. Batu mana yang tertumpuk dalam kotak kayu tersebut memiliki warna yang tidak biasa, menandakan bahwa batu tersebut berasal dari monster tidak biasa juga. Dan jelas harga jualnya pun tidak main-main. Dan Archileon memberikan batu mana sebanyak ini padanya secara cuma-cuma?

Ia teringat pada batu mana yang ia dapatkan dari monster level rendah yang hampir merenggang nyawanya. Rasa malu seketika menyelimuti. Apa lelaki itu sedang mengejeknya? Karena ia lemah?

"Bawa kembali barang tersebut dan sampaikan padanya bahwa aku tidak membutuhkan apapun."

Lelaki itu mengerti dan berjalan kembali ke lokasi tuannya berada. Mery yang menyaksikan hal tersebut ingin protes namun ia urungkan.

"Dimana besok kereta kudanya akan berangkat?" tanya Alkina pada pelayan yang sudah menemaninya selama dua puluh tahun.

"Mereka bilang kereta kudanya akan menunggu di depan pelabuhan."

"Baiklah. Semuanya sudah dikemas, kan?"

Belum Mery menjawab, lelaki yang sebelumnya pergi kini datang kembali. "Permisi, Nona Alkina..." panggilnya dengan cemas.

"Beliau berkata bahwa barangnya harus diterima oleh Nona Alkina."

Dengan nada dingin, Alkina merespon, "Bilang padanya aku tidak ingin menerima barang tersebut."

Lelaki itu pun pergi lagi namun kembali lagi dengan keringat yang bercucuran. Wajahnya nampak ketakutan.

"Apa lagi?" tanya Alkina tak ramah.

"B-beliau bilang jika Nona Alkina tidak menerima barangnya ma-maka ia akan memotong kedua tangan saya..." ucap si lelaki kurir dengan terbata-bata. Apa yang sebenarnya Archileon lakukan pada manusia tidak berdosa ini?

Ia hembuskan nafas panjang sebelum akhirnya memutuskan, "Baiklah, aku akan mengambil satu batu saja—"

"N-nona, beliau bilang Nona harus mengambil semuanya dan jika hanya beberapa maka ia akan memotong jari saya satu persatu..." Kotak yang ia pegang bergetar hebat, menandakan bahwa ancaman tersebut nyata jika tidak ia lakukan. Ya ampun....

"Yang benar saja..." desah Alkina tak percaya. Lalu ia menunjuk pada meja yang belum sempat dikemas oleh Mery. "Letakkan kotak itu disana."

Perintah yang langsung dilakukan oleh lelaki kurir tersebut. Sebelum benar-benar meninggalkan tenda Alkina, lelaki itu berkali-kali membungkuk dan berterima kasih padanya karena sudah menyelamatkan hidupnya.

Alkina tidak terkesan. Ia tidak ingin berhubungan lagi dengan Tarrant. Selamanya.

LUSTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang