kehidupan bersama seokjin tidak begitu menyenangkan. disamping penolakannya terhadap lelaki itu, seokjin tidak pernah menganggunya lagi. lelaki itu hanya akan terlihat saat hendak pergi dan pulang. selalu seperti itu. irene merasa bahwa ia hidup bersama seorang hantu.
itu berlangsung selama sebulan lebih. kandungannya memasuki bulan kelima. perutnya sudah membuncit dan baju-bajunya mulai terasa sempit. berat badannya juga bertambah. irene tidak masalah dengan semua hal itu, ia senang. sebentar lagi ia akan bertemu dengan buah hatinya.
kebahagiaan itu terasa begitu cepat karena tiba-tiba saja semuanya direnggut saat seokjin pulang membawa seorang wanita. hati irene serasa tertusuk. mungkin karena kehamilannya yang semakin besar, perasaan irene menjadi begitu sensitif. ia tidak memiliki hak untuk melarang seokjin bersama wanita walaupun seokjin terang-terangan menyalahgunakan rumahnya saat ini. tapi yang ia khawatirkan adalah bayinya, anak yang ia kandung. bayi kecil itu tidak seharusnya mengalami hal yang begitu memalukan seperti ini bahkan sebelum ia sempat menghirup udara dunia.
karena dari itu, irene berencana untuk pindah. bukan pindah rumah, tetapi pindah negara. ia akan menerima tawaran dari sebuah perusahaan yang ingin memerkerjakannya di amsterdam, kemudian berhenti dari pekerjaannya saat ini, mengurus kepindahannya dan hidup tenang bersama buah hatinya.
"kau yakin, irene?" tanya stephanie saat irene mengajukan surat pengunduran dirinya. sekali lagi irene mengangguk yakin. "aku ingin membuka lembaran baru bagi hidupku nanti," ucap irene sambil mengusap perutnya yang buncit. stephanie mengangguk mengerti. "baiklah jika itu keinginanmu. padahal kau adalah karyawan yang paling kusukai. aku akan mendoakan yang terbaik untukmu. dan juga, beritahu aku jika anakmu sudah lahir. aku ingin dia mengetahui bahwa aku orang yang pernah menjadi atasan ibunya."
irene tertawa kecil mendengar lelucon dari stephanie. maklum saja, wanita itu besar di amerika jadi leluconnya sedikit terkesan sarkastik.
tepat setelah ia keluar dari ruangan atasannya, irene disambut oleh wajah sedih rekan-rekan kerjanya. terutama dari joy. seraya memeluk gadis jangkung itu, irene berbisik, "semua akan baik-baik saja...."
entah apa yang irene maksud dengan baik-baik saja. kehidupan orang lain atau kehidupannya sendiri. jujur saja, irene takut. ia akan hidup di negeri yang tak ia kenal, tak pernah ia singgahi.
semua yang hari itu irene rencanakan berjalan dengan baik. bertemu dengan orang yang mengurus kepindahannya, kemudian bertemu dengan dealer mobil karena irene tidak akan membutuhkan mobilnya lagi disini, menarik sejumlah uang tunai yang akan ia tukarkan di money changer dan selanjutnya ia akan bertemu dengan kedua orang tuanya.
dan seokjin?
lelaki itu tidak tahu mengenai hal ini. irene tidak berencana untuk memberitahunya. biarlah ia pergi tanpa pamit pada seokjin. hatinya sudah terlanjur sakit. semua waktu yang ia habiskan untuk lelaki itu membuat irene menyesal.
jam sebelas malam irene baru sampai dirumahnya. ia sedikit mengeryit saat melihat sepatu seokjin sudah tergeletak. yang artinya lelaki itu pulang lebih awal. irene berjalan masuk tanpa curiga. mungkin seokjin sibuk dengan wanita-wanitanya. namun langkahnya berhenti ketika melihat kertas berserakan diatas meja.
surat-surat kepindahannya.
"kau berencana pergi ke suatu tempat?"
seokjin berbicara seraya menuangkan wine pada gelasnya.
irene diam sambil merapihkan surat-suratnya kembali. "Aku tidak percaya kau memeriksa barang-barangku!" serang irene tak senang.
"mengapa kau merahasiakannya dariku?"
"bukan urusanmu!"
"jelas itu adalah urusanku! aku tahu ada yang tidak beres padamu saat terdapat surat dealer mobil di kotak pos! dan kau masih akan merahasiakannya dariku?!" seru seokjin.
kepala irene terasa berat. ia tertekan. ditambah seokjin yang terus berteriak padanya membuatnya semakin pening. "kau tahu mengapa aku melakukan ini?" lirih irene yang menghentikan teriakan seokjin. "karena aku muak dengan dirimu, jalang-jalangmu, semua yang berhubungan denganmu! aku muak! aku merasa terhina! aku merasa malu! bayi ini tidak pantas untuk memiliki ayah sepertimu! semakin lama hidup bersamamu membuatku semakin membencimu. aku tidak ingin kebencian itu mengalir dalam bayi ini. biar aku saja yang menanggungnya. karena itu, kumohon berhenti. biarkan kami pergi...."
malam itu, irene benar-benar hancur.
###
dua hari sudah irene terbaring tak berdaya. daya tahan tubuhnya melemah karena tekanan dan stress, belum lagi sensitivitasnya sebagai ibu hamil membuatnya tidak bisa mendapat sedikit tekanan saja. irene berusaha untuk kembali sehat karena ia tidak ingin terjadi sesuatu pada bayinya.
pagi ini irene terbangun karena merasa sesuatu menyentuh-nyentuh kulitnya. ia membuka matanya perlahan. hatinya terenyuh. pemandangan seokjin yang tengah bermain-main pada perut buncitnya dengan menggunakan stetoskop begitu mencubit. senyum yang terukir ketika seokjin mendengar bayinya bergerak membuat irene ingin tersenyum. bagaimanapun juga, ia tidak bisa mengubah fakta bahwa seokjin adalah ayah dari bayinya.
"lihatlah siapa yang baru saja menendang? sepertinya kau akan menjadi seorang pesepak bola," bisik seokjin pada perut buncit irene.
"kau tidak berangkat kerja?"
irene akhirnya bersuara. membuat seokjin sedikit terkejut. lelaki itu buru-buru melepaskan stetoskop yang ia gunakan untuk mendengar bayi dalam perut irene. "k-kau sudah bangun rupanya. kalau begitu aku akan pergi...."
"kau bisa tetap tinggal jika kau ingin."
ucapan irene menghentikan langkah seokjin. lelaki itu jelas masih ingin bermain dengan bayi dalam perut irene. tapi lelaki itu juga masih merasa bersalah karena dirinyalah penyebab irene drop seperti ini."
"anggap saja sebagai kesempatan terakhirmu. setelah ini kita tidak akan pernah bertemu lagi," tawar irene lagi.
seokjin mengalah. ia tidak ingin melewatkan kesempatan terakhirnya bersama dengan bayi dalam perut irene. bayi mereka.
ia mengambil posisi disamping irene. mengelus perut irene dengan perlahan. lalu bergumam, "aku selalu bertanya-tanya apakah kau seorang putri atau putra. apakah kau makan dengan baik. apakah ibumu memberimu makan dengan baik. apakah kau merasa bahagia bersama dengan ibumu. apakah kau akan secantik ibumu atau mungkin setampan diriku. kemarin malam aku meminjam stetoskop dari cheng xiao untuk mendengarmu. pagi ini aku mengambil resiko besar untuk melakukan itu karena mungkin ibumu akan marah jika tahu aku melakukan hal yang aneh pada perutnya. tapi aku senang karena untuk pertama kalinya aku mendengarmu, walaupun kau menendangku...."
"....kau mengenaliku, kan? aku ayahmu, yang sepertinya memang tidak pantas menjadi ayahmu. aku hanya ingin kau tahu itu walaupun pada akhirnya kau tidak akan mengenaliku. kuharap kau tumbuh menjadi anak yang hebat. selalu dengarkan kata-kata ibumu. jangan berbuat ulah yang akan merepotkan ibumu. jika kau laki-laki, jangan tumbuh menjadi sepertiku. jika kau perempuan, jangan bertemu dengan lelaki sepertiku. sisanya biar ibumu yang mengajarimu, oke? jangan pernah berdiet, tidak enak. makan saja apa yang kau inginkan. jangan pikirkan apa yang orang lain pikirkan mengenaimu. jadilah dirimu sendiri. aku akan selalu mendukungmu disini. carilah teman sebanyak mungkin. berbaik hatilah pada mereka walaupun mereka tidak baik padamu. belajar dengan rajin. aku mungkin tidak pintar, tapi setidaknya ibumu lebih pintar dariku. dan jangan buat ibumu marah, mengerikan...."
"maaf karena aku tidak bisa hadir dalam hidupmu nanti. kau memiliki ibu yang hebat. maaf jika suatu saat aku akan membuatmu menangis atau mungkin marah atas sejarahku terhadap ibumu, aku memang pecundang. sampaikan maafku pada ibumu juga. dan yang terakhir, maaf karena aku belum bisa menjadi ayah untukmu. aku mencintaimu...."
seokjin tahu, 'maaf'-nya sudah sangat terlambat.