Kembali ke Jakarta, aku sengaja menolak tumpangan Uda dan memilih untuk menaiki taksi. Menatapku dengan tatapan curiga, Uda pun menyetujui hal tersebut. Ia dan Yumi memasuki mobil jemputan sementara aku melambaikan tangan seraya mengucapkan "hati-hati".
"Agnes, kalo udah nyampe rumah kabarin ya," kata Yumi dari balik jendela. Aku mengangguk sebelum mobil tersebut melenggang pergi.
Tidak bisa menahan air mata, aku justru menangis. Sakit hati dan kecewa mengetahui bahwa ternyata hanya aku yang memendam perasaan. Hanya aku yang berpegang pada hubungan berkedok persahabatan ini.
Alih-alih mencari taksi, aku menuju salah satu kantor maskapai penerbangan untuk membeli penerbangan tercepat ke Bali.
Ketika aku menjejakkan kaki lagi di Bali, seorang cewek sudah menungguku.
"Anggi..." lirihku ketika menghampiri cewek tersebut. Tangisku, yang juga tidak habis setelah kucurahkan diatas pesawat, kembali hadir. Dengan wajah panik, Anggi menyambut pelukku. Aku menangis di bahunya.
"Kenapa, Nes?" tanya Anggi baik-baik namun aku tidak bisa menjawab. Yang kulakukan hanya menangis membasahi bajunya.
"Ke rumah aku dulu yuk," ajak Anggi, karena tidak ingin aku menjadi bahan tontonan juga. Seperti boneka tanpa ruh, aku hanya mengikuti kemana langkah Anggi menuntunku. Aku tidak ingin berpikir. Tenagaku sudah habis.
Rumah Anggi cukup sederhana dengan desain minimalis. Terletak dalam sebuah komplek cluster, halamannya dipenuhi tanaman dan sebuah pohon rindang. Rumah kecil yang sempurna bagi yang belum menikah.
Karena kedatanganku yang mendadak, Anggi mempersilahkanku untuk duduk sementara dia menyiapkan kamar untukku. Kulihat Anggi keluar masuk kamar dengan membawa seprai dan bantal serta menyapu lantai yang berdebu.
"Gi..." panggilku padanya yang sedang mengepel.
"Hm?" sahutnya.
"Uda melamar Yumi, Gi..."
Anggi langsung menghentikan gerakan tangannya. Aku tahu Anggi menatapku dengan simpati karena ia tahu bagaimana optimisnya aku ketika Uda pertama kali pacaran dengan Yumi. Kupikir itu hanya selingan dalam persahabatan kami saja, sama seperti hubungannya terdahulu. Anggi adalah saksiku ketika aku menyatakan bahwa hubungan Uda dan Yumi hanya akan bertahan dalam tiga bulan.
Nyatanya, aku salah.
"Uda ngajak kami liburan di Labuan Bajo. Gue pikir cuman liburan biasa, tapi ternyata dia melamar Yumi, Gi. Di depan gue..."
Tubuhku dipeluk Anggi. Sekali lagi aku menangis.
###
Yumi: udah sampe rumah, Nes?
Uda: dimana nyet?
Uda: w di nasgor umar
Uda: nyusul sini
Aku baru terbangun tengah malam setelah menangis terus-terusan. Kubaca chat dari notifikasi dan tidak berniat untuk membalas satupun. Baru kusadari, aku belum mengganti baju. Baru hendak beranjak dari kasur, ponselku berbunyi.
Uda.
Ingin aku mengutuk. Bisa tidak orang ini membiarkanku untuk sendiri?
Panggilan itu terhenti ketika aku tidak kunjung mengangkat.
Uda: u dmn sih?
Uda: w bawain nasgor
Uda: kata geo u belum balik rumah
Aku benci semuanya. Aku benci Uda.
w mangkat lagi. ada kerjaan mendadak.
Uda: kemana?
Plis, jangan ingin tahu.