home stay

666 75 22
                                    

"Home stay lagi?"

Berulang kali Irene melemparkan tatapan malas ketika orangtuanya mengatakan rencana mereka tahun ini untuk tetap melakukan home stay. Mendatangkan orang asing untuk tinggal dirumah mereka selama beberapa minggu atau bahkan bulan. Bukannya Irene tidak senang, hanya saja ia sedikit risih. Ia adalah gadis dewasa berparas duplikat seperti Ibunya semasa muda. Dari sekian banyak orang asing yang home stay dirumahnya selama beberapa tahun terakhir, hampir semuanya menyatakan cinta pada Irene. Dengan berdalih parasnya yang cantik dan kepribadiannya yang anggun, tentu saja Irene menolak semua pernyataan cinta itu dengan lembut walaupun sebenarnya ia ingin berteriak kesal.

Gadis itu menggelengkan kepalanya kuat. "Aku menolak. Apa kalian tidak bisa merencanakan hal lain selain menyediakan home stay?" rengeknya. Irene benar-benar muak dengan seluruh home stay yang pernah terjadi dirumahnya.

"Ayolah, Joohyun, kami kesepian. Kau anak satu-satunya dan pengangguran yang selalu berpura-pura sibuk," cibir wanita yang Irene panggil 'Ibu'.

Irene menghela nafasnya panjang. Ibunya selalu menggunakan fakta ia si gadis pengangguran yang berusaha keras mencari pekerjaan di kota keras Seoul dan selalu berhasil melemahkan argumentasinya. "Baiklah..." Irene mengangguk lemah sambil mengaduk-aduk makan malamnya. "Kapan mereka akan datang?" gumamnya.

"Besok."

Sontak Irene membulat. "Besok?! Apa tidak terlalu cepat? Mengapa kalian baru memberitahukan padaku?"

Oh, Irene semakin malas ketika melihat raut tersembunyi dari kedua orangtuanya. Ia tahu apa jawaban yang akan terdengar.

Agar aku tidak bisa menolak.

"Agar kau tidak bisa menolak."

Sungguh menyebalkan.

Dan yang lebih menyebalkannya lagi kini ia harus menunggu si 'pendatang' home stay sepanjang hari sendirian. Kedua orangtuanya pergi untuk membeli beberapa kebutuhan dan kemungkinan hingga larut malam.

"Kau harus menunggu hingga mereka datang. Jangan pergi kemanapun!"

Ya ya ya. Irene tahu itu. Bahkan kalimat itu tidak perlu terus berputar-putar dikepalanya hingga saat ini dan membuatnya pusing. Irene mencoba menonton televisi untuk membunuh waktu, tetapi ia tetap dongkol. Bunyi diperutnya membuatnya terpaksa melangkah ke dapur walaupun ia tahu tidak ada sesuatu yang bisa dimakan. Terdapat beberapa bahan makanan di kulkas namun Irene terlalu malas untuk memasak. Jadi ia memutuskan untuk membeli beberapa ramyeon di mini market.

Ia membuka pintu tepat ketika seorang lelaki melintas sambil menarik koper cokelat dibelakangnya. Lelaki itu terlihat kebingungan sambil beberapa kali mengecek pintu-pintu dan kertas ditangannya bergantian.

"Hey!" Irene berteriak pada orang tersebut. Jika firasatnya tidak salah,pasti dialah orang yang akan home stay dirumahnya.

"Hey!" Kali ini gadis itu melambaikan tangannya saat lelaki itu menoleh padanya dengan bingung. "Kurasa kau mencari rumah ini. H-O-M-E S-T-A-Y!" teriaknya lagi. Kalimat terakhir yang diucapkan Irene membuat lelaki itu menganggukan kepalanya.

Irene menggulung lengan jaketnya dan kemudian berkacak pinggang pada lelaki didepannya. Sialnya, lelaki itu sangat tinggi sehingga ia harus mendongakkan kepala untuk berbicara padanya. "Kupikir kalian ada dua, karena begitu yang terdaftar di surat pemberitahuan," buka Irene tanpa basa-basi.

Lelaki berambut cokelat dengan potongan undercut itu tertawa kikuk. "Yah, temanku tiba-tiba terserang campak sehingga tidak bisa datang," jelasnya.

"Jadi hanya kau sendirian?"

Lelaki itu mengangguk.

"Darimana asalmu? Kau tidak terlihat seperti turis pada umumnya." Irene berlagak seakan sedang menginterogasi seorang kriminal.

"Aku dari Prancis. Ibuku adalah orang Korea, jadi aku memang tidak terlalu 'turis'..." Lelaki itu tetap menjawab pertanyaan Irene dengan patuh.

"Namamu?"

"Kim Seokjin." Irene mengangguk mengerti.

"Kau bisa memasak?"

Seokjin mengeryitkan dahinya ketika mendengar pertanyaan Irene, lalu mengangguk ragu.

"Masuklah. Kemudian buatkan aku makanan. Aku hampir mati kelaparan karena menunggumu."

Irene tak main-main. Kali ini ia bukanlah gadis anggun yang selalu tersenyum pada orang asing. Ia telah memutuskan untuk besikap selayaknya supir kepada penumpangnya.

Dan Kim Seokjin, ia hampir terbahak . Ia baru saja tiba di negeri yang tidak pernah ia sambangi selama sepuluh tahun terakhir dan yang ia dapatkan pertama adalah perintah memasak.

Oh, Girl, do you know who Kim Seokjin is?

###

Seokjin benar-benar lihai. Lihatlah gerakan pisaunya ketika mengiris bawang, jelas-jelas lelaki itu begitu mengusai bidang ini. Bahkan Irene ragu jika dirinya bisa sehebat Seokjin, sudah cukup jarinya terus teriris saat memotong bawang. Itu menyakitkan, by the way.

Hampir saja air liurnya menetes saat aroma masakan Seokjin mengambang-ambang ke seluruh ruangan dan terhirup olehnya. Irene bertaruh jika masakan Seokjin pasti lebih enak dari masakan ibunya. Kepala Irene secara otomatis menghadap dapur, memandang punggung Seokjin yang ngomong-ngomong memiliki bahu sangat lebar. Dan saat Seokjin membalikkan badannya dengan membawa masakan ditangannya, Irene buru-buru mengalihkan wajahnya pada televisi. Ia tidak boleh terlihat idiot di depan orang asing setelah ia menyambutnya dengan wajah galak.

"Umm... makanannya sudah siap," kata Seokjin.

Ia tahu. Perutnya sudah berbunyi setiap lima detik sekali sejak Seokjin memasuki dapur. Namun Irene berpura-pura, memasang poker face demi harga dirinya. "Oh, kau menyelesaikannya begitu cepat," balas Irene yang didalam hatinya terus berteriak menanyakan berapa lama lagi ia dapat mencicipi masakan tersebut. "Aku akan kesana setelah acara ini selesai." Fuck. Irene menyesal telah berbohong.

Seokjin menatap sebentar gadis yang berpura-pura acuh itu. Sedikit geli saat melihat akting canggung Irene. Senyumnya terukir sedikit. Diletakkan masakannya ke atas meja. "Kalau begitu aku akan makan dul―"

"Tidak bisa!"

Irene berlari. Menjauhkan makanan dari tangan Seokjin. Matanya menatap tajam lelaki yang terperangah kaget. "Kau tidak boleh memakannya! Ini makananku. Kau buat makanan untuk dirimu sendiri!" serbu Irene cepat.

"Ta-tapi..."

Oh, a selfish girl. Seokjin benar-benar terkesan dengan gadis yang tengah melahap masakannya sendirian. Bahkan Irene mengambil tempat paling jauh dari kursinya kini. Seokjin meletakkan tangannya diatas meja untuk menopang wajahnya sambil memandang Irene terus menerus. "Sangat menarik..." gumamnya.

"Huh? Kau mengatakan sesuatu?" tanya Irene dengan beberapa nasi yang menempel di bibirnya. Seokjin menggeleng kecil dan beranjak dari kursinya. "Sebaiknya aku beristirahat setelah perjalanan panjang..."

Ia melangkahkan kakinya pada kamar yang ditunjuk Irene sebagai kamarnya selama home stay. Setelah pintu tertutup, ponselnya bergetar dengan nama Jung Hoseok tertera.

"Oi, kau tidak tahu apa yang terjadi. Sepertinya aku akan betah menetap disini."

LUSTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang