Archileon kembali dari Hodus sebelum matahari tenggelam dan disambut oleh pelayan yang ia bawa dari kediamannya.
"El?" tanyanya.
"Tuan El sudah pergi sejak subuh," jawab sang pelayan patuh.
Archileon mengangguk mengerti dan berjalan menuju tenda. Melonggarkan kerah baju yang cukup lama mencekik lehernya, pandangan Archileon terarah pada satu tenda kosong. Alkina sudah pergi. Dan seharusnya memang begitu. Tempat ini terlalu keras untuknya.
Air hangat telah disiapkan di dalam tenda. Lelaki berambut hitam gelap itu mulai melepaskan pakaiannya satu persatu. Ia menenggelamkan tubuh penuh bekas lukanya, mengendurkan otot-ototnya yang tegang. Archileon menghembuskan nafas panjang seraya mendongak ke atas.
Alkina.
Ia mendesiskan nama tersebut.
Cukup lama sejak perceraian mereka. Dua tahun? Atau tiga? Archileon tidak terlalu ingat. Memori yang ia lihat jelas hanya kereta kuda Alkina yang melenggang pergi dari kediamannya sesaat setelah perceraian mereka disetujui oleh kaisar. Ia tidak memperhatikan wajah Alkina saat itu, ataupun reaksinya ketika berita tersebut datang.
Kemudian ia bertemu lagi dengan Alkina. Wajahnya sedikit tirus dan letih, berbeda saat di hari pernikahan mereka. Apa yang membuatnya berubah seperti itu?
Kening Archileon mengerut. Seharusnya ia menanyakan kabarnya.
"Duke," panggil pelayan dari luar tenda.
"Ada apa?"
"Kaisar mengirim surat untuk Anda."
"Letakkan di mejaku."
###
Langkah besar Archileon membawanya pada kediaman sementara keluarga kekaisaran. Seorang pelayan menuntunnya pada ruang pertemuannya dengan tokoh paling penting di kekaisaran.
Kaisar yang sedang menghisap pipa cerutu menyambut kedatangan Archileon dengan sumringah.
"Duke Tarrant!" sambutnya.
Archileon membungkukkan badannya hormat. "Saya menghadap Kaisar."
"Tidak perlu terlalu formal," ucap sang Kaisar seraya menyuruhnya untuk duduk. Archileon menurut. "Bagaimana dengan kompetisinya? Sepertinya bagimu kompetisi seperti ini bukan masalah besar, kan?" tutur Kaisar mencoba untuk mencairkan suasana, sayangnya reaksi yang diberikan Archileon tidak sesuai harapannya. Lelaki itu hanya menatap datar tanpa ingin membalas candaan Kaisar. Hal ini pun membuat Kaisar akhirnya mengurungkan untuk melontarkan candaan lain.
Lelaki yang seluruhnya rambutnya sudah memutih itu mematikan pipa cerutunya. "Kau sudah bertemu dengan Viscount Hinne?"
"..."
"Baru-baru ini ditemukan water diamond di tambang miliknya. Mereka bilang harga jualnya cukup fantastis dan hanya akan dijual kepada kalangan tertentu saja. Viscount sendiri menyatakan bahwa negara-negara di utara sudah memesan pemasokan terhadap water diamond."
"Aku tidak berniat untuk menikah lagi."
"Jika kau menikah dengan putri Viscount Hinne, bukan hanya akan menguntungkan kekaisaran tapi juga Tarrant. Bukankah itu penawaran yang menggiurkan?"
"Kekayaan Tarrant sudah melimpah."
"Duke." Kaisar mendesah kasar mendengar ucapan Archileon. Lelaki ini memang setia pada kekaisaran namun juga paling susah untuk diberi nasihat. "Ini sudah bertahun-tahun sejak kau bercerai. Bukankah Tarrant juga harus memikirkan posisi Duchess yang selama ini kosong?"
"Kaisar," panggil Archileon dengan tidak ramah. "Posisi Duchess tidak ada hubungannya dengan kekaisaran."
Peringatan yang kaisar mengerti.
"Dan berhenti menyuruhku untuk menikah dengan orang pilihanmu. Pernikahanku sebelumnya juga orang pilihanmu dan berakhir dengan perceraian. Memangnya berapa banyak kau ingin melihatku bercerai?"
Kaisar terdiam. Bukan karena ia marah karena ketidaksopanan Archileon, namun ia takut padanya. Tidak akan ada tahu perubahan monster perang yang bisa saja membunuhnya dengan cangkit teh.
Setelah mengutarakan pendapatnya, Archileon bangkit. "Jika tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, saya pamit undur diri."
Archileon meninggalkan kaisar tanpa menunggu jawaban. Diluar ruangan pelayannya sudah menunggu.
"El?" tanya Archileon tak sabar.
"Tuan El baru saja kembali."
"Beritahu dia untuk segera temui aku."