"Sudah siap?"
Seokjin memandang Joohyun yang masih memoleskan sedikit make up di wajahnya. Wanita itu terlalu sempurna dengan balutan dress off shoulder hitam yang sangat pas. Make up natural yang dipoles oleh make up artist justru menambah kesan mewah dari Joohyun. Seokjin akui, Joohyun cantik.
"Oke, aku siap." Joohyun bangkit dari kursi dan meraih clutch yang sudah disiapkan oleh penata busana pribadi. "Tunggu sebentar, ponselku ketinggalan." Wanita itu berjalan balik ke kamar terburu-buru. Seokjin menatap dengan sebal, selalu sebal jika Joohyun dan ponselnya tidak bisa terpisahkan. Ia curiga Joohyun masih menghubungi Danny diam-diam.
"Ayo!" ajak Joohyun. "Apa lagi?" tanyanya saat Seokjin masih diam menatapnya curiga, lalu Joohyun memalingkan muka tidak peduli. "Aku tidak percaya kau curiga aku masih berhubungan dengan Danny."
"Lihat saja aku akan menyadap ponselmu nanti," celetuk Seokjin, sengaja didepan Joohyun sebelum mereka memasuki mobil.
Balas Joohyun yang menatap sebal. "Memangnya aku tidak tahu kau selalu memeriksa ponselku setiap malam? Ngomong-ngomong itu sudah melanggar privasi, tahu?" ketusnya.
"Kau boleh memeriksa ponselku juga kalau kau mau. Aku tidak ada masalah dengan privasiku," ucap Seokjin cuek, menyindir wanita disebelahnya. Kemudian mendapat tatapan tak percaya dari Joohyun. "Kau ini benar-benar menyebalkan!"
###
Wajah masam keduanya berubah ketika mobil berhenti di depan pintu masuk aula. Sebenarnya hanya Joohyun saja karena Seokjin bahkan sempat melemparkan dad jokes di perjalanan yang semakin membuat wajah Joohyun mengerut. Lengannya terkapit pada lengan Seokjin. Sekilas mereka nampak seperti pasangan paling sempurna dengan visual langka.
Pesta yang berlangsung sepanjang malam memaksa Joohyun untuk mengikuti kemanapun Seokjin pergi, termasuk ketika lelaki itu dipanggil ke podium untuk memberi kata sambutan. Lagipula ini pesta pertama mereka sebagai suami istri dan banyak sekali kolega yang harus dikenalkan padanya.
Joohyun sedang tidak fokus menemani Seokjin berbincang dengan kolega dari luar negeri ketika namanya tiba-tiba dipanggil.
"Joohyun!"
Mata Joohyun terbuka lebar. "Wendy!"
Dua orang yang baru bertemu itu saling bertukar peluk. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Joohyun bingung. Wendy langsung memicingkan mata. "Memangnya tidak boleh masyarakat kecil sepertiku hadir di pesta seperti ini?"
Senyum nakal Joohyun muncul. "Kau pasti sedang mencari potensi besar disini, kan? Pemuda konglomerat." Lalu mendapat pukulan kecil di lengannya. "Kecilkan suaramu!" bisik Wendy malu.
"Aku menemani temanku dari Amerika. Dia sedang berbincang dengan juru bicara Blue House. Sebentar ya kukenalkan padamu. Dia orang yang hebat!"
Wendy pergi sebentar meninggalkan Joohyun yang berdiri juga tak jauh dari Seokjin. Tak lama kemudian Wendy datang bersama seseorang dan mengejutkan Joohyun. "Danny?" serunya tak percaya.
"Joohyun?" Danny pun nampak terkejut melihat Joohyun.
"Kalian berdua saling mengenal?" potong Wendy.
"Kami berteman dekat ketika kuliah," jawab Danny bersemangat. Wendy manggut-manggut mengerti. "Aku mengirimu pesan tapi kau tidak pernah membalasnya," lanjut Danny.
"Ah, ponselku rusak," kilah Joohyun yang sudah sadar bahwa dirinya dalam bahaya. Ia tidak ingin melirik pada Seokjin tapi ia tahu bahwa Seokjin sudah menatapnya lekat-lekat.
"Kau pergi bersama siapa?" tanya Danny yang masih belum membaca air muka tak enak Joohyun.
Joohyun berusaha memberi sinyal pada Wendy, dan nahasnya wanita itu malah sibuk mengedarkan pandangan mencari pemuda konglomerat single yang berpotensi untuk dijadikan pacar. "Bersama Seokjin. Dia sedang berbincang dengan temannya disana." Joohyun menunjuk Seokjin yang berdiri tak jauh.
Sesuai dengan dugaannya, Seokjin nampak tidak ramah.
Matilah ia malam ini.