Seokjin menyandarkan tubuhnya pada sisi kasur. Jemarinya sibuk mengganti-ganti chanel televisi. "Ah.... Membosankan...." keluhnya pada siaran televisi yang tidak menarik perhatiannya sama sekali. Seokjin menatap ponselnya yang tergeletak jauh. Bahkan dirinya terlalu malas untuk bangkit sebentar. Kemudian ia melirik ke luar jendela, siang yang begitu panas, mana mungkin ia mau untuk berjalan-jalan demi menghilangkan kebosanannya hari ini. Jadi, terpaksa Seokjin memakskan dirinya untuk menonton televisi kembali.
"Kau bosan?" tanya orang lain yang berada di ruangan tersebut. Orang itu sibuk memainkan ponselnya. "Kau seharusnya mencari pacar," sahut orang itu lagi yang sukses membuat Seokjin tertawa geli.
"Kau benar. Seharusnya aku sudah mulai mencari pacar saat ini, tapi entah mengapa aku tidak siap menerima orang baru," balas Seokjin. Lelaki itu memainkan bahu lebarnya yang digunakan sebagai sandaran ponsel oleh orang yang ia ajak bicara barusan, sehingga menimbulkan desisan kesal dari yang bersangkutan. "Apa yang kau inginkan?" Orang tersebut memukul bahu Seokjin kecil dan menyandarkan kembali ponselnya di bahu Seokjin, merapihkan rambut cokelatnya dan tersenyum pada layar ponselnya.
"Berhenti mengambil selfie! Tidak akan ada yang memujimu!" sindir Seokjin namun tidak menghentikan aksi orang itu. Malahan orang itu balas menyindir Seokjin.
"Katakan siapa yang tidak akan memuji si Cantik Bae Joohyun ini? Jangankan wajahku, punggungku saja banyak membuat orang iri."
Seokjin mencibir. "Mereka adalah orang-orang bodoh."
"Kau saja yang bodoh tidak pernah mengganggap aku ini cantik."
Lalu keduanya terdiam. Seokjin sibuk menonton dan Irene sibuk membalas chat. Sampai akhirnya Seokjin buka suara, "Percuma saja cantik tapi tidak laku."
Ucapan Seokjin sukses membuat Irene mengalihkan perhatian dari ponselnya. "Lalu kau sendiri apa? Percuma saja 'mengaku' tampan tapi tidak punya pacar."
Mulut Seokjin terbuka kecil, tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar dari Irene. "Kau seharusnya sadar diri mengapa tidak aku tidak memiliki pacar sampai saat ini! Sejak SMA, setiap kali aku akan berkencan, kau pasti tiba-tiba memaksaku untuk menghadiri acaramu atau kau akan melakukan sesuatu yang pasti membuatku panik sehingga kencanku akan batal di tengah jalan."
Kali ini balas Irene yang tidak terima. "Kau adalah faktor mengapa aku tidak laku hingga sekarang! Setiap kali berkencan, kau pasti memaksa untuk ikut denganku. Memangnya kau pikir orang akan senang jika ada orang lain di kencan mereka?!"
"Hei! Aku hanya ingin menjagamu dari orang jahat! Memangnya apa yang akan kau lakukan jika tiba-tiba pasangan kencanmu melakukan hal yang buruk? Memanggil polisi? Kau akan dihabisi duluan olehnya sebelum polisi datang!"
"Aku juga sama! Memangnya untuk apa aku menganggu kencanmu dengan gadis-gadis genit? Aku tidak mendapat bayaran! Lagipula saat itu aku menelponmu karena ibuku kecelakaan! Entah bagaimana hati ibuku jika mendengar bahwa kau terpaksa mengantarku ke rumah sakit saat itu."
Mendengar suara Irene yang mulai meninggi, Seokjin sedikit cemas. Ia langsung mengusap rambut Irene dan berkata, "Aku tidak bermaksud seperti itu, maafkan aku. Jangan marah padaku, ya?" ucapnya lembut. Tapi Irene yang mood-nya sudah memburuk langsung menepis tangan Seokjin dari kepalanya. "Pulang sana!" usirnya.
Jika sudah begini, Seokjin harus super sabar menghadapi Irene. Gadis itu jarang marah, namun jika iya, maka akan sulit untuk membujuknya kembali. Jadi, sebelum terlambat, Seokjin sudah harus membujuk Irene bagaimanapun caranya.
Seokjin naik ke kasur, duduk di menghadap Irene yang membelakanginya. Ia mencolek pinggang Irene kecil. "Kau lapar? Ingin kubuatkan sesuatu?" tawar Seokjin yang mendapat respon dingin dari Irene. Lelaki itu menghela nafas mengetahui bujukan tersebut tidak akan berhasil pada Irene.
"Baiklah, aku mengaku salah. Tidak seharusnya aku mengatakan hal itu dan jujur saja, aku memang khawatir saat itu, makanya aku langsung buru-buru menemuimu. Kemudian masalah kencanmu, aku akui aku sengaja melakukannya. Aku tidak suka melihatmu berduaan dengan lelaki lain..."
Barulah Irene sedikit melunak. "Tapi kau sudah keterlaluan, Kim Seokjin...."
"Aku tahu. Makanya aku berhenti melakukannya ketika kita masuk perkuliahan. Aku melakukan itu karena menyukaimu, tapi kau tidak. Aku sudah jujur padamu, ya. Jadi, jangan marah terus padaku. Aku akan pulang sekarang...."
Irene buru-buru membalikkan badannya ketika Seokjin mengatakan ia akan pulang, namun ternyata Seokjin masih duduk di belakangnya. Lelaki itu tersenyum jahil. "Kau pikir aku akan pulang hanya karena kau ma-"
Kalimat Seokjin terpotong oleh kecupan dari Irene. Kecupan singkat namun mengejutkan. Bahkan ketika Seokjin ingin berucap lagi, Irene akan memberikan kecupan-kecupan kecil untuk menahan lelaki itu berbicara. Tangannya mengalung pada leher Seokjin sedangkan tubuh mereka berdua hampir terjatuh jika Seokjin tidak menyeimbangkannya.
"Joohyun, hentikan!"
Irene tidak mengubris.
"Joohyun, hentikan!"
Barulah Irene berhenti. "Bukankah kau mengatakan bahwa kau menyukaiku?"
"Aku tahu, tapi jika kau ingin menciumku, lakukankah dengan benar. Jangan menciumku seperti anak kecil!"
Irene diam. "Aku tidak pernah berciuman," akunya.
Seokjin tersenyum. "Kalau begitu kita sama. Mau mencoba denganku?"