Kau memang sedang mencari pria. Seseorang yang mampu membuatmu jatuh cinta dalam satu pandangan. Sedikit peluang memang, tapi kau juga mencari pria kaya. Jujur saja, siapa yang tidak ingin memiliki harta berlimpah? Jangan naif. Semua orang menginginkannya. Hal ini bukan mata duitan, ini lebih terhadap kebutuhan diri.
Jadi, begitu salah satu temanmu mengatakan bahwa akan diadakan sebuah pesta tertutup hanya untuk kalangan atas saja, kau memutuskan untuk menerobos masuk bersama dengannya. Mendaftar menjadi pelayan, kemudian ketika telah berada di dalam, kau ganti seragam menyedihkan itu dengan sebuah gaun layak pakai.
Pertama kalinya berada dalam sebuah pesta konglomerat sedikit membuatmu canggung. Tidak mengenal siapapun disana. Dan yang kau lakukan hanyalah berdiri diujung ruangan dengan segelas wine terenak yang pernah kau rasakan.
Lampu perlahan meredup dan lampu sorot menembak ke atas panggung. Seorang lelaki berdiri sambil diikuti oleh pelayan yang membawa sebuah kotak besar berisikan kalung berlian. Ternyata ini pesta amal.
Kalung berlian tidak menarik perhatianmu, justru reaksi tamu-tamulah yang kau perhatikan. Ada yang tersenyum seraya berbisik pada rekannya, ada yang sibuk melihat layar ponsel, pria yang malah melingkarkan pinggang pada sembarang wanita dan orang-orang yang menawar dengan harga fantastis. Kemudian kau bepikir, rasanya kau tidak cocok berada dikalangan ini. Kau merasa aneh dengan semuanya. Nominal angka yang disebutkan hanya untuk sebuah kalung berlian membuatmu sesak.
Tanpa menunggu siapapun, kau berjalan keluar setelah mengembalikan gelas wine ke tempatnya. Menyelinap diantara orang-orang berbaju mahal, dirimu semakin mual. Begitu mencapai pintu, sekilas matamu menangkap seorang pria diatas sofa, duduk diam dengan tatapan fokus pada panggung. Dan untuk pertama kalinya, kau merasa duniamu berhenti berputar.
Gerakan pria itu seperti slow motion dalam film. Membisikkan sesuatu pada rekan disebelahnya yang langsung menyebutkan nominal demi mendapatkan kalung berlian.
"Dua juta dollar untuk sebuah kalung berlian... dan wanita diujung sana."
Pandangan pria itu tertuju padamu, kemudian menjadi tumpukan mata seluruh tamu diruangan. Tapi bagimu hanyalah angin lalu karena ketika kedua matamu bertemu dengan mata pria tersebut, jantungmu seakan hendak meledak. Gemuruh dalam perut menggoyahkan akal pikiran. Satu hal yang kau tahu... kau jatuh cinta.
Akan tetapi, kau bukan putri dongeng. Cinta pada pandangan pertama terhadap pangeran tidak pernah berjalan lancar. Itu semua hanya cerita. Fakta yang langsung menohok dirimu sendiri.
Dibalut tatapan seluruh tamu, kau berjalan keluar. Meninggalkan cinta pertama yang tidak berhasil.
Letih seakan menumpuk dibahumu. Sepanjang hari berjaga di toko menguras tenaga, walaupun kau lebih banyak duduk di meja kasir. Biasanya kau akan berganti shift, tetapi salah seorang rekan mendapat halangan dan membuatmu mendapat double shift.
Berjalan menuju flat dengan tertunduk, kau sudah hapal dimana seharusnya kau berhenti. Pintu paling ujung menjadi tujuanmu. Rumah kecil yang nyaman. Tapi sebelum sampai pada pintu, kau ditampakkan dua buah kaki bersampingan dengan pot bougenville kesukaanmu.
"Apa kau biasa pulang selarut ini?"
Kau terkejut ketika dua kaki itu bersuara. Sontak kepalamu terngadah dan membuatmu lebih terkejut lagi. Pria di pesta amal!
"Hai... mungkin aku sedikit mengejutkanmu," ujarnya. Kau hanya diam. Sepertinya banyak terkejut. Dalam keterkejutan, akalmu kembali mengguncang sadar bahwa pangeran hanya ada dalam dongeng. Dunia nyata tidak pernah menciptakan pangeran.
Mengabaikan si pria, kau justru memasukkan kunci dalam lubangnya. Begitu suara cklek terdengar, kau membuka pintu tanpa menoleh ke belakang. Namun ketika pintu hendak ditutup, kau merasa kesusahan. Si pria menahan daun pintu dengan tangannya.
"Kau pergi begitu saja malam itu," ucap si pria tiba-tiba. Mau tak mau kau membalas ucapannya, walaupun masih berusaha mengabaikan kontak mata yang membuatmu sakit perut.
"Aku tidak pantas berada disana," balasmu.
"Tidak ada yang peduli dengan hal itu."
"Ya, dan aku peduli."
Sekali lagi si pria menahan daun pintu ketika kau berusaha untuk menutup pintu secara paksa.
"Biarkan aku berbicara denganmu."
"Maaf, tapi seorang pangeran tidak pantas berada di sebuah gubuk tua. Kau seharusnya tidak berada disini."