"Julian!!!"
Bukannya berhenti, cowok yang dipanggil malah semakin berjalan cepat. Bajingan! batin Julian.
"JULIAN JUVENTUS!!!"
Wanjay!
Namanya mengudara di seluruh lorong ruangan, bahkan sampai mengundang tolehan dari siswa-siswa yang baru saja menginjak lantai sekolah. Julian meringis. Langkahnya terhenti bukan karena ia hentikan sendiri, tapi memang kerah belakang bajunya sudah ditarik oleh Pak Martin.
"Eh, Pak Tin..." Sambil cengengesan, Julian balik badan dan sehalus mungkin mencoba melepaskan tarikan kerahnya. Sayangnya Pak Martin sudah mati rasa melihat senyum manis Julian beserta mata besarnya yang menurut siswa lain sangat lucu. "Ikut saya sekarang."
Julian pasrah saat Pak Martin menariknya disepanjang koridor. Sudah pasti ruang BP akan menjadi tempat persinggahannya pagi ini, lagi. Bukan cerita lama seorang Julian dan ruang BP memiliki hubungan spesial sejak kedatangan pertamanya di Putra Garuda. Dan Pak Martin adalah mak comblang mereka. Bahkan Julian sangat hafal tata letak ruang yang tidak pernah berubah, pernah sekali ia sengaja membuat onar hanya karena ingin tidur di ruang BP. Selain menjadi penjara hukuman untuk siswa, ruang BP adalah tempat dimana Julian bisa tidur atau sekedar nyemil makanan yang Pak Martin sembunyikan di laci mejanya.
"Tapi kan saya ga telat, Pak," bela Julian. "Trus tawuran kemaren Trianda yang mulai duluan, Pak. Sumpah! Saya cuman melindungi anak-anak yang masih di sekolah!"
"Alasan saja kamu. Lagian saya sudah sering dengar alasan itu. Beri saya alasan lain jadi saya akan pertimbangkan kelakukan kamu," tegas Pak Martin.
Bukannya ingin mengelak, tapi tujuan Julian datang tepat waktu ke sekolah karena ia ingin makan nasi uduk Bu Yoh di kantin. Sejak kemarin malam ia sudah memikiran sarapan sempurna dengan makan nasi uduk dengan sambal legendaris Bu Yoh. Kalau ia mendekam di ruang BP dan dijaga Pak Martin, maka ia akan kehabisan nasi uduk yang cuman ready dua puluh lima piring setiap harinya.
"Pak, saya tuh kepengen banget deh ikut kelas jam pertama. Apalagi kelasnya Bu Firda. Pelajaran biologi itu pelajaran kesukaan saya. Masa Bapak tega memisahkan murid dengan semangat belajar tinggi—"
"Sudah tiga kali Bu Firda melapor ke saya kamu selalu buat onar dikelasnya. Kalau gak ngobrol, main game," potong Pak Martin yang langsung membungkam Julian. Bajingan. Ia kehabisan alasan. "Sudah terima saja nasib kamu setiap pagi belajar di ruangan saya," lanjut Pak Martin yang justru membuat kepala Julian mengangguk lemah. Memang sudah nasibnya.
Ternyata nasibnya tidak malang benar. Sesampai diruang BP Julian justru mendapati cowok yang sedang duduk santai sambil nyemil gorengan dari atas meja Pak Martin. "Akhirnya sang jenderal tertangkap juga," sambut Nathan sambil mengelap jari berminyaknya di taplak meja.
"Yo, Bro!"
Keduanya memberi tos satu sama lain dengan wajah sumringah. Kalau sudah ada Nathan, ia bisa bersengkokol untuk kabur ke kantin. "Tumbenan lo dateng pagi begini?" tanya Nathan padahal jam masuk sudah sangat dekat. Mencomot satu pisang goreng dipiring, Julian menjawab, "Pengen makan nasi uduk tapi malah ketangkap aparat."
Julian hendak mencomot satu pisang goreng lagi tapi keburu dirampas oleh Pak Martin. "Kalian ini... sudahlah nakal, setiap pagi nongkrong diruangan saya pula, dan sekarang kalian mau habiskan gorengan saya? Keluarkan buku paket biologi dan tulis rangkuman bab lima sekarang!"
"Ya ampun, Pak, perkara pisang goreng aja baper begitu," sindir Nathan dan mendapat anggukkan setuju dari Julian. "Lagian Bapak sendiri yang suruh kami nongkrong disini setiap pagi. Kenapa tiba-tiba malah nyalahin kami? Kami juga gak telat hari ini!" balas Julian.