"Coffee?" tawarku ketika melihat plang tempat minum favoritku dari kejauhan. Anggukan Seulgi membuat mobilku berbelok begitu sampai pada pintu masuknya. Hari yang sudah gelap dan dingin memang bagus jika mendapatkan segelas kopi panas. "Kau ingin apa?" tanyaku lagi ketika pelayan drive thru menunggu pesanan kami. Seulgi berpikir sebentar, lalu menjawab, "Sama seperti kau saja. Aku tidak terlalu paham."
Oke, kupesan dua kopi malam ini. Lumayan untuk menghindariku mengantuk karena ini hampir menyentuh jam sebelas malam.
"Apa disekitar sini ada mini market?" tanya Seulgi.
"Sepertinya tidak, tapi dua kilometer dari sini ada pom bensin. Mungkin mereka juga punya mini market. Memangnya kenapa?" balasku bertanya.
"Ada yang harus kubeli."
Sesuai dengan permintaan Seulgi, aku menghentikan mobil di pom bensin yang kumaksud tadi. Untunglah mereka memiliki mini market kecil yang masih buka. "Aku akan tunggu disini..." ucapku tidak selesai ketika kudapati Seulgi memegangi perutnya. "Kau kenapa?" Aku panik.
Dengan kesakitan, Seulgi berbicara, "Aku tidak tahu apakah ini mag atau akan datang bulan. Aku tidak bisa bergerak. Bisakah kau membeli sesuatu untukku?"
Tentu saja aku bersedia. Melihatnya yang kesakitan saja membuatku iba. "Baiklah. Apa yang kau butuhkan?"
"Tampon dan sarung tangan karet."
"Hanya itu? Bagaimana dengan obat mag?"
"Itu juga boleh."
Akhirnya aku yang turun dari mobil. Kubiarkan mesin mobil menyala agar Seulgi masih bisa merasakan penghangat. Aku tidak tahu apa itu tampon dan bagaimana bentuknya. Begitu tiba di rak penuh dengan tulisan tampon, aku tidak tahu harus membeli yang mana. Kupandang Seulgi dari balik kaca mini market. Wanita itu masih duduk disana dengan mata terpejam menahan sakit. Sudahlah aku akan beli semua merk yang ada saja.
Setelah itu aku mengambil sarung tangan karet dan obat mag. Ketika hendak keluar dari mini market, aku baru ingat jika persediaan air mineral dalam mobil habis. Aku mendapatkan semua yang Seulgi butuhkan.
"Terima kasih," ucap Seulgi ketika aku menyerahkan plastik belanjaan.
Mobil kami kembali berjalan, akan tetapi aku merasa sangat ngantuk. Bukankah aku sudah minum kopi? Biasanya kopi selalu membantu tapi kenapa sekarang aku ingin sekali memejamkan mata?
"Spade, kau baik-baik saja? Kalau kau memang mengantuk, menepi saja dan tidur sebentar."
Aku tidak membalas dan langsung melakukan sesuai dengan opsi Seulgi. Kutepikan mobil dijalan yang sepi. Jika siang jalan ini ramai, namun semakin malam hanya beberapa saja yang lewat.
Kursi dimundur dan sandaran kuturunkan. Tidak butuh waktu lama karena ketika aku memejamkan mata, jiwaku sudah menghilang,
###
Ketukan dari jendela begitu keras sehingga membangunkanku. Hal yang pertama kulihat adalah langit yang bersinar cerah. Hah? Apa yang terjadi?
Lagi-lagi jendela diketuk, bukan justru digedor, oleh Hoseok. Wajahnya sangat tidak bersahabat.
"Akhirnya kau bangun juga, Fucker!" sapanya ketika aku membuka pintu yang otomatis membuka semua kunci dipintu lainnya. Hoseok masuk dan melihat dua gelas kopi yang semalam kubeli, lalu mengecek pengharum mobil yang menempel. Mencium aromanya sebentar. "Kau minum kopi ini?" tanyanya dan aku mengangguk. "Wanita itu cukup pintar untuk mencampurkan cairan ke pengharum mobil sehingga pengonsumsi kafein akan terbius."
Apa?
"Tapi dia juga minum kopi!" Aku tidak percaya.
"Kau percaya wanita itu meminum kopinya?" Hoseok balik menatapku tak percaya, sedikit merendahkan sebenarnya.
Aku sadar sekarang. Aku tertipu.
"Dia juga mengambil alat pelacak dimobil ini dan menempelkan di sebuah truk pengangkut barang sehingga membuat kami percaya bahwa kau masih sadar."
Ya Tuhan. Apa yang sebenarnya terjadi?
"Tapi itu bukan masalah besar. Yang lebih besar adalah Seokjin mengamuk dan akan membunuh kita semua."
"Kenapa?"
"Wanita itu berhasil membawa Sassy."
###
November.
Hi, this is Sassy. Mereka mengejarku. Jika aku tidak menghubungi dalam 48 jam, kirim seseorang untukku.