"You're going tomorrow?"
Namjoon menoleh, mendapati gadis berambut cokelat dikuncir satu berdiri dibelakangnya. "Ya," jawabnya sambil mengembalikan kembali pandangannya seperti semula.
"You're not gonna miss me?" Sebuah tangan melingkar dipinggang Namjoon. Gadis itu menyandarkan pipinya pada punggung lelaki dipelukannya.
"I would, but I can't..."
Namjoon mengenggam kedua tangan tersebut, berbalik menghadap gadis pujaan hatinya dan meletakkan telapak gadis itu dipipinya. Ia memejamkan matanya menikmati setiap sentuhan tangan tersebut. Sesekali ia kecup lama.
"Kau ketakutan," ucap gadis itu prihatin. Terselip nada khawatir dalam ucapannya.
"Ya." Namjoon memandang gadis itu sendu. "Bagaimana jika aku gagal? Nyawa mereka berada ditanganku. Bagaimana jika aku tidak bisa melihatmu lagi?"
Gadis itu menggeleng. "Kita pasti akan bertemu..."
"Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi, Choi Yujin..."
Gadis itu tersenyum sedih. Itu benar. Ia juga ketakutan. Matanya memerah menahan tangis.
"Berjanjilah kau akan kembali, apapun yang terjadi." Gadis itu benar-benar resah.
"You'd better ready from now..." Namjoon melepaskan tangan Yujin dan berjalan pergi meninggalkan gadis yang tengah terisak. Ingin sekali rasanya ia dekap dan menghentikan tangisan tersebut, namun ia tak bisa. Ia tak bisa untuk menghentikan waktu. Ia merasa bersalah.
Gadis itu―Choi Yujin―merupakan satu-satunya gadis yang dapat meluluhkan hatinya yang telah lama membeku. Gadis itu juga yang telah membuat dirinya hampir mengorbankan teman-temannya. Gadis yang seharusnya tak boleh ia cintai. Gadis yang merupakan musuh bebuyutan kelompoknya. Dan gadis yang benar-benar tumbuh dalam dirinya.
Kini ia harus meninggalkannya. Ia harus melepaskannya, menyakiti jiwa dan raganya karena tak dapat meraih gadis tersebut.
Namjoon menghentikan langkahnya sebelum ia benar-benarnya pergi.
"If something really happen..." Ia tetap memunggungi Yujin. "...make sure you come to my funeral."
Suasana hening sampai akhirnya Yujin buka suara. "Ya..."
Bahu Namjoon merosot, menandakan bahwa ia bernafas lega. "Happy to heard that."
Tanpa Yujin ketahui, he's saying thanks with cry.