we fail us, but... she's back

105 10 1
                                    

Archileon menunggangi kudanya dengan cepat, memasuki Hodus lebih dalam. Beberapa monster yang hendak menyerangnya hanya bisa bertahan sepuluh detik sebelum pedang lelaki itu menebas kepalanya dengan satu gerakan tangan. Tidak, Archileon tidak punya banyak waktu untuk melayani monster-monster tersebut karena ia sama sekali belum menemui Alkina. Ia tidak ingin sesuatu terjadi padanya. Wanita yang tidak tahu betapa mengerikannya monster-monster yang bersarang di hutan ini. Ia mungkin seorang pahlwan perang, akan tetapi Archileon masih ingat bagaimana takutnya ia ketika pertama kali ekspedisi disini, dan juga ia tahu Alkina tidak akan tahan.

Tali kekang ditarik dan kuda besar itu menghentikan lajunya. Lelaki bermanik hitam yang selaras dengan surai gelapnya menatap sekeliling. Ia sudah terlalu dalam memasuki Hodus dan Alkina tidak mungkin akan sampai kesini. Lalu ia ingat betapa keras kepala wanita itu sebelum perburuan dimulai dan mulai menimbang jika Alkina mungkin saja memasuki Hodus lebih dalam lagi.

Archileon melompat turun, menjejakkan sepatunya pada tanah lembab Hodus. Tangannya merogoh saku di balik jubah berburunya untuk mengeluarkan sapu tangan yang selalu ia bawa sebagai lucky charm. Sapu tangan tersebut dioleskan pada pedang yang mengalirkan cairan ungu yang merupakan darah Tagan, monster bertubuh kelopak bunga yang selalu menipu manusia yang mengagumi keindahan bunga. Hanya saja Archileon tidak pernah tertipu olehnya.

Setelah pedangnya bersih dari darah Tagan, Archileon memasukkan kembali teman seperjuangannya di medan perang ke dalam sarungnya.

"Come here, Gale..." panggilnya pada kuda besar hitam tersebut. Hewan itu mendatangi Archileon dan menurut ketika majikannya mengikat talinya pada sebatang pohon. Lelaki itu menyeringai. "Sepertinya serigala-serigala kecil tidak sabar untuk menyapaku," ucapnya sambil mengelus Gale.

Manik hitamnya menatap lurus pada semak-semak rimbun. Aura yang tenang, namun membuat Gale sedikit tidak nyaman dan meringkik. Tidak bisa dipungkiri gelar pahlawan perang hanya bisa dimiliki oleh Archileon.

Woof!! Woof!!

Seruan gonggongan dari balik semak terdengar riuh. Empat, lima, setidaknya ada tiga belas monster yang menggonggong bersamaan. Kemudian satu monster meloncat ke depan Archileon, menyeringai dengan gigi-gigi tajam dan liur yang menetes. Mata merahnya menatap penuh amarah pada lelaki yang justru menatap dengan santai. Punuknya menjulang tinggi seperti unta, namun kepalanya berbentuk seperti anjing menjorok ke bawah dan lebih kecil dari badannya. Bulunya berwarna silver dengan ekor berkilau biru.

Brouns, monster berkecepatan tinggi dan hidup berkelompok.

Satu Brouns saja sudah merupakan lawan yang berbahaya, sedangkan kini Archileon menghadapi lima belas Brouns.

Mengikuti Brouns yang berhadapan dengan Archileon, anggota kelompok lainnya pun turut keluar dari balik semak. Menantang sang pahlawan perang, atau negara lain memanggilnya mad dog.

Para Brouns mulai berloncatan membangun formasi untuk menyudutkan Archileon. Ketika formasi selesai, satu Brouns dengan bekas luka di wajahnya menggeram seakan memberi perintah untuk menyerang. Lima belas Brouns berlari menuju Archileon dengan sangat cepat namun Archileon tidak tergubris. Begitu mereka hampir mendekat, pedang yang menemaninya semasa perang dikeluarkan dari sarungnya.

Baru saja lelaki itu hendak mengayunkan pedangnya—

AAAAA!!!

—sebuah lengkingan terdengar tak jauh darinya dan menghentikan gerak Archileon. Itu teriakan Alkina.

Archileon memutar tubuhnya pada arah lengkingan tadi, berniat untuk mengambil lari namun dicegah oleh Brouns yang tidak ingin melepas mangsanya. Sorot matanya langsung berubah. Ketenangan yang sebelumnya harus terbunuh dengan aura yang begitu mengerikan. Gale meringkik dan meronta untuk melepaskan ikatannya, hanya saja hewan tersebut tidak berhasil.

LUSTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang