Lemme tell you my history life.
Aku, Choi Arin, gadis yang telah hidup sebatang kara sejak usiaku 10 tahun. Tak ada sesuatu yang pernah kulakukan selain bekerja untuk menghidupi diri sendiri. Masa remajaku terbuang demi mendapatkan seogok uang tak bermakna.
Tapi hal itu terjadi. Hari dimana aku bertemu dengannya. Dia yang memaksaku untuk tinggal bersamanya, mempercayakan seluruh buku tabungannya padaku dan menjadikanku pelukan tidurnya. Dia seorang asing yang tidak kutahui latar belakangnya dan kubiarkan memasuki kehidupanku.
Dia masih 19 tahun, namun memiliki simpanan bernilai fantastis yang mustahil dimiliki oleh seseorang dengan umur muda. Pernah sekali kubertanya perihal itu, dia hanya tersenyum dan menjawab bahwa ia mendapatkannya dengan kerja keras.
"Apa kau...mencuri?" Aku bertanya ragu dan sedikit takut bahwa itu dapat menyinggung hatinya.
"Tidak. Aku bukan pencuri atau perampok. Aku bekerja," jawabnya dengan senyum geli. Yah, jawaban yang kurang memuaskan namun aku tak mungkin menanyakannya lagi.
But he's been home all day and do nothing. Makes me still questioning about him. But sometimes he didn't back home for a long time, makes me wandering what is he doing? I'm asking that, but still the answer never got me satisfied.
Pernah aku memaksanya untuk mengatakan padaku apa yang sebenarnya ia lakukan dalam pekerjaannya, membuatnya sedikit terganggu dan menatapku tajam.
"Jika kau mendapatkannya tak pulang selama beberapa waktu, pastikan kau tak menanyakan padanya apa yang terjadi. Jangan kau khawatir dengannya, dia akan pulang dengan cara apapun karena kau merupakan tanggung jawab yang harus ia jaga dengan baik."
Aku terus dihantui oleh nasihat dari seorang unni yang pernah kutemui sekali. Ia mengaku bahwa ia merupakan kekasih dari teman Jungkook, seseorang yang memiliki latar belakang sama dengan Jungkook. Aku mencoba mengorek informasi darinya, namun ia hanya memberikanku sebuah senyuman manis dengan dua gigi kelincinya.
"Ia sedang memperjuangkan dirimu." Jawaban terakhir darinya dan aku tak pernah bertemu dengannya lagi.
Kubiarkan hal itu berlalu, mencoba menikmati soreku dengan menyesap sedikit teh panas dari cangkir putih ditanganku. Jungkook duduk didepanku dan berfokus pada ponselnya. Kami lama tak bergeming, membiarkan pendengaran kami menangkap suara bising ceret teh yang mendidih.
"Akhir-akhir ini kau tak banyak bicara..." buka Jungkook tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel ditangannya.
Aku mengangguk kecil. "Kurasa..."
"Kau marah padaku?" Kali ini ia melirikkan matanya untuk memandangku.
"Aku hanya tak ingin menganggumu yang baru saja pulang dari perjalanan panjang selama seminggu..." ucapku cepat. Buru-buru kualihkan pandanganku pada luar jendela setelah kudapati sorot matanya sedikit berubah.
"Still stuck on that question?"
Aku diam ketika ia menyindirku. Sebuah sindiran tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut.
"Kau benar-benar ingin tahu apa yang kukerjakan selama ini?"
Yep, mataku langsung membulat otomatis. Aku melirik ragu padanya yang kali ini melemparkan tatapan santainya. Aku diam tak menjawab, tapi aku yakin bahwa ia melihat rasa antusias dari sorot mataku.
"Peringatan pertama, once you in, you'll be the next target."