Matanya menatap lurus, membunuh siapa saja yang mengalihkan pandangan darinya. Wajahnya kaku, tak menunjukkan perasaan apapun. Kedua tangannya terikat diantara tiang-tiang kokoh yang menjadi saksi bisu atas kesetiaannya. Bahunya meneteskan darah tak henti, menimbulkan bau anyir. Tetap ia tergantung tanpa berusaha untuk mengkhianati negaranya.
"Kutanya sekali lagi, apa password-nya?" ucap seorang lelaki yang telah berdiri didepan Jimin selama hampir dua jam dengan dua stuntgun ditangannya namun masih tak menghasilkan apa-apa. Jimin hanya tersenyum, meludah tepat dikaki lelaki itu.
"Ck! Dasar kau Korea keras kepala!"
Stuntgun diarahkan pada dada Jimin, menimbulkan rasa sakit luar biasa pada tubuhnya. Seluruh darahnya terasa mendidih dan hendak meledak melalui ubun-ubunnya. Ia berteriak mengeluarkan semua rasa nyeri mendalam. Mulutnya memuntahkan darah yang seharusnya tak keluar begitu saja. Ia sekarat. Dan tetap menutup mulutnya.
Lelaki itu hilang kesabaran. Dicengkramnya leher Jimin kuat, membuat lelaki itu tercekik tak bernafas. "Katakan password-nya atau kau mati!" ancam lelaki itu lagi. Jimin masih diam dan menatap lelaki yang mencekiknya tajam. Ia ludah wajah Eropa lelaki itu dengan darah yang terkumpul dimulutnya dan sukses membuat lelaki itu benar-benar marah. Dilepasnya leher Jimin dengan kasar. Lalu ia todongkan pistol tepat didahi Jimin.
"Bajingan sialan..."
"Seharusnya kami yang berkata seperti itu."
Disisi lain, tepat dibelakang kepala lelaki Eropa itu tertodong pistol lainnya, membuat lelaki Eropa itu membeku. Sebuah langkah muncul menghadap tubuh beku lelaki Eropa tersebut. "Perhitunganmu salah jika kami tidak dapat menemukan tempat ini," ujar lelaki berambut abu yang kedua tangannya tersimpan didalam saku. Dengan sekali gerakan ia menjatuhkan pistol dari dahi Jimin dan bertepatan dengan tembakan yang keluar dari pistol tersebut. Dan juga jatuhnya lelaki Eropa itu dengan tembak tepat dikepalanya.
"Pecundang." Lelaki itu menyimpan kembali pistol disakunya dan menghampiri Jimin yang tak berdaya. "Suga Hyung telah mengatur bom dalam 2 menit, jadi kita harus bergegas, Jimin Hyung."
Jimin hanya mengangguk, membiarkan lelaki itu melepaskan ikatan ditangannya dan memapahnya keluar dari tempat itu. "Nice timing, Jeon Jungkook. I would die if you're late for a second."
"Bukankah pahlawan selalu datang belakangan?"
"Kau dan Suga Hyung bukan pahlawan, sialan!"
###
Mobil itu melaju memasuki markas dengan cepat, meninggalkan bekas hitam ban pada lantai. Suga bergegas turun dari mobil sambil membopong Jimin. Seluruh trainee diruangan itu berhenti dari kegiatannya dan terkejut melihat kondisi Jimin yang tak manusiawi.
"Kim Taehyung, aku membutuhkanmu sekarang!" teriak Suga menggema. Tak lama turunlah dua orang lelaki dengan tergesa-gesa. Jhope langsung mengambil kasur dorong dan Jin mendorong nakas peralatan P3K. Jungkook membantu Suga meletakkan Jimin diatas kasur dan membawanya keujung ruangan yang terdapat beberapa lampu menggantung diatasnya. "Dimana Kim Taehyung?" tanya Suga sedikit emosi. Jimin telah tergeletak pingsan diatas kasur dan 'sang dokter' belum juga muncul. Terlihat seseorang berlari menuju markas dengan seragam operasi lengkap. Beberapa bercak darah terpampang pada jas putihnya. Peluh bercucuran dari dahinya.
"Bagaimana keadaannya?" tanyanya langsung pada Jin yang telah mengecek kondisi Jimin terlebih dahulu. Ia melepaskan masker dari wajahnya dan sarung tangan karet ditangannya.
"Denyut nadinya lemah, pembengkakkan pada hati dan gangguan pada sel saraf otak akibat listik berkekuatan tinggi..." V mengangguk, menjelaskan bahwa ia mendengarkan dengan seksama analisa Jin walaupun ia sebari memeriksa Jimin.
"Pertolongan pertama yang bagus. Walaupun demikian, dia masih kekurangan banyak sekali darah," jelas V.
"Golongan darahku sama dengan Jimin Hyung," tawar Jungkook.
"Tidak bisa. Pupilmu mengecil, bibirmu pucat dan bahumu kaku. Yang itu artinya kau juga terluka." V menujuk bahu lelaki itu yang tertutup oleh jaket hitamnya. Jhope langsung menghampiri Jungkook, memaksanya untuk membuka jaketnya yang menyembunyikan luka tembak dalam. Ia menarik Jungkook masuk kedalam ruang untuk diobati.
"Suga kau tak apa-apa?" tanya Jin curiga.
"Is there any reason for me to be shot?" remehnya. Ia berjalan santai memasuki markas dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku. V mengedikkan bahunya tak peduli. Ia memandang kembali Jimin yang masih tak sadarkan diri.
"Hyung, berikan obat bius padanya. Aku akan mengoperasi luka tembak diperutnya terlebih dahulu..."
###
Suasana ruang makan tampak bising, namun suara-suara tersebut lantas mengecil ketika Jungkook berjalan melewati ruangan itu. Semua orang diruangan itu menatap lelaki dengan perban dibahunya. Setelah orang itu menghilang, mereka mulai berbisik-bisik.
"Menurutmu apa yang sebenarnya terjadi hingga Jimin Sunbae tak sadarkan diri seperti itu?" bisik perempuan berambut pendek, Binnie. Gadis disampingnya ikut mengangguk. "Kau lihat bagaimana kondisinya saat dibawa kembali oleh Yoongi Sunbae? Mengerikan!" Gadis itu hendak melanjutkan perkataannya lagi namun disikut oleh orang yang duduk disebelahnya, Yerin. Yerin menunjuk samar pada dua sosok yang berjalan tak jauh dari mereka.
"Bagaimana keadaannya?" tanya lelaki yang mengenakan jas putih dan masker yang tergantung dilehernya.
"Ia sudah sadarkan diri, namun terus menerus mengerang kesakitan. Aku tidak tahu dosis yang harus diberikan untuknya, maka itu aku memanggilmu," jelas Jhope yang berjalan disamping V. V mengangguk mengerti. "Tak apa, Hyung. Sudah menjadi tugasku," sahutnya santai. Lalu keduanya berpisah diujung lorong yang berlawanan.
Percakapan yang dilakukan Jhope dan V tak lepas dari pendengaran seluruh orang diruang tersebut. Sontak semuanya menjadi ramai membicarakan Sunbaenya tersebut. Namun tak seorang pun yang menyadari bahwa seseorang menderita patah hati luar biasa. Dia hanya bisa terdiam saat lelakinya menjadi buah bibir. Lelakinya. Berani sekali ia mengatakan hal tersebut, but she hope it was true.
Seulgi buru-buru menghabiskan makanannya. Ia semakin muak mendengar nama Jimin disebutkan oleh setiap bibir diruang tersebut. Asam lambungnya menjadi naik. Ia membutuhkan obatnya. Ya, obat.