El mengangkat wajahnya yang di telungkupkan di antara lipatan lututnya, ia menatap bintang yang bertaburan di langit dari jendela besar kamarnya.
El tidak menyukai malam, karena jika malam tiba ia selalu merasa sendiri.
El kembali menarik wajahnya menelengkupkan di antara lututnya dengan menatap ke atah samping, arah nakas yang di atasnya terpajang bingkai foto yang meperlihatkan kebersamaannya dengan Arion.
Arion yang selalu menyayanginya, selalu menyempatkan dirinya untuk menemaninya. Tapi itu dulu, tepat saat El berumur sepuluh tahun.
Tepat setelah kakaknya menduduki bangku SMA ia menjadi pemuda yang sangat sibuk.
Belajar bisnis, organisasi, tugas sekolah.
Sampai sedikit waktu untuk sekedar menikmati masa mudanya atau bersama keluarganya.
Bahkan karena alasan yang sama kakaknya lebih memilih tinggal di apartemennya yang lebih strtegis daripada di rumahnya.
Alasannya supaya lebih dekat dengan kampus dan perusahaan.
El tidak menyalahkan kakaknya dan mengatakan bahwa dia tidak lagi menyayangi El. Hanya saja semakin bertumbuh dewasa mereka semakin merenggang.
El paham, ia mengerti akan kesibukan kakaknya itu. Maka dari itu ia usahakan tidak menuntut banyak hal kepada kakaknya itu.
Ia tidak ingin menjadi beban keluarga, merepotkan mereka.
Menjadi gadis lemah itu bukan cita - citanya. Ia adalah Elssie Adriasan, gadis kuat.
Tetapi sekuat apapapun ia meyakinkan dirinya tetap saja tatapan kecewa itu muncul di netra indahnya tatkala melihat kakaknya yang berjalan di taman dekat kampus mereka.
Apa kakaknya tidak jadi menjemputnya karena dia?
Elssie seharusnya tidak tidak menggagu kakaknya. Seharusnya ia tidak meminta kakaknya menjemputnya di saat ia tahu, bahwa kakaknya juga memiliki kehidupan sendiri.
Tidak hanya berpusat padanya.
El tertawa miris dengan pemikirannya tadi. Sebenarnya dia itu tidak mencoba memahami kakaknya, tetapi hanya sekedar untuk menenangkan dirinya sendiri dan belajar tidak terlalu bergantung dengan orang lain.
El beranjak dari posisinya, ia berjalan ke arah pintu lalu menuju salah satu ruangan yang di letakkan di lantai bawah.
Ruang yang selalu memberikan ketenangan untuknya.
Ruang lukisnya.
El mengambil kanvas dan alat - alat melukis lainnya dan mulai menorehkan segala imajinasinya di kanvas putih itu.
El selalu melampiaskan rasa kecewa dan marahnya melalui torehan cat di atas kanvas ini.
Dari pada menulis dear diary ia lebih memilih melukis, karena kalau dalam bentuk tulisan. Ia takut tulisannya di baca oleh orang lain.
Kan shy.
Dan jika menulis Dear Dary.....
KAMU SEDANG MEMBACA
ELSSIE AND HER STORY
Teen FictionMereka pikir semuanya ada pada El gadis tomboy berparas cantik itu. Hidupnya lengkap. Lengkap dengan materi, Lengkap dengan otak cerdas, DAN yang paling penting, Lengkap dengan masalah. Orang - orang bilang hidupnya itu sempurna, mereka selalu bilan...