MENCOBA MENGAPUS

126 13 1
                                    

"Nomor 3 apa memang soalnya?"

"Memilki tonjolan belakang kepala yang tajam, memakan tumbuh - tumbuhan, tidak memiliki dagu dan memiliki otot kunyahan yang kuat, memiliki perawakan tegap,,itu adalah ciri - ciri dari..." Arsi melirik ke arah Daniel yang abru saja bertanya.

Daniel tersenyum lebar, ia menjetikkan jarinya, "Arvan," jawabnya spontan yang di balas tawa oleh teman - teman sekelasnya.

"Napa jadi gue anjing!" protes Arvan kesal.

"Ya karena lo Arvan bukan Daniel," sanggah Daniel sambil mengejek Arvan.

"Dih nggak kreatif banget jawaban lo Homo Cromagnon!"

"Nggak papa homo Cromagnon, yang penting bule," kembali Daniel menjawab dengan nada mengejek.

"Si kampret memang butuh di isolasi, biar gilanya nggak nyebar kemana - mana!" gerutu Arvan, lantas ia menloleh ke arah El ingin meminta dukungan darinya.

"Woy El! El!" panggil Arvan pada gadis di sampingnya yang sedari tadi menunduk dari di mulainya kerja kelompok sejarah Indonesia dia sama sekali belum berkicau  seperti biasanya. Apa gadis ini sedang sakit?

Arvan menyentuh dahi El dengan punggung tangannya yang membuat gadis itu terkejut.

"Kenapa sih?" tanya El pada Arvan yang terlihat berfikir serius sambil menyentuh dahinya itu.

"Nggak panas kok," gumamnya sambil menurunkan tangannya. Ia menatap lekat ke arah El, "Lo sakit? Dari tadi terus melamun?" tanya Arvan. "Atau mau sekalian tes kejiwaan?" ujar Arvan dengan sedikit gurauan.

"Woy El ini tugas sejarah Indonesia bukan bahasa Indonesia, jadi lo nggak usah ngarang sampai melamun gitu!" sahut Daniel.

"Yang bilang gue lagi ngarang siapa sihhh kuda nil?"

Urusan hidup gue nggak usah dikarang aja udah rumit seperti cerita hidup dalam novel, lanjutnya, hanya di dalam hati.

Daniel menggeleng tidak setuju dengan panggilan yang di berikan kepadanya itu, ia menggetarkan jari telunjuknya tak terima, "Jangan panggil saya kuda nil paman, Daniel, nama saya Daniel," jawab lelaki blasteran itu.

"Ciri - ciri korban Shiva," celetuk Rifa yang duduk di pisahkan oleh satu kelompok lain dari  kursi yang di duduki oleh Daniel.

"Biarin, berarti masa kecil gue bahagia namanya!"

"Masa kecil lo belum bahagia kalau nggak pernah di kejar oleh Pak Rusdi!" sahut Arvan.

"Iya deh, yang biang darah tingginya Pak Rusdi mah bedaa," jawab Daniel yang di balas cengiran oleh Arvan.

"Kalian ada yang mau ikut OSIS nggak?" celetuk Arsi di tengah - tengah keheningan. Mereka semua diam sambil menoleh ke arah Arsi.

"Gue sih nyesuain sama hobi gue doang," jawab Arvan sambil bersandar pada kursi miliknya, di tangannya terdapat satu pulpen bertinta biru milik El yang ia putar - putar.

"Emang apa hobi lo?" tanya Daniel, sedangkan matanya sudah melirik El yang memutar bola matanya malas.

Arvan menyengir, "Rebahan," jawabnya singkat.

ELSSIE AND HER STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang