BECAUSE I

93 11 2
                                    


June 18 2012

Rayyan berjalan dengan langkah gontainya. Kemejanya kusut, kancing teratasnya tak terkancing. Dasinya entah sudah ia kemanakan ia tidak perduli akan hal itu.

Drtt drttt

Dari tadi handphone sialannya itu tidak berhenti bergetar. Rayyan meraihnya lalu melemparnya kedingding rumah sakit dengan keras sampai hancur tak berbentuk.

Rayyan sedang berada di titik terendah dalam hidupnya sekarang.

Di titik di mana ia benar - benar serasa mati walau nafasnya masih berhembus dengan teratur.

Di titik dimana, pikirannya menjadi tidak waras dan berfikir untuk menyusul Meza ke alam baka.

Hal itu mungkin terjadi, jika  tepukan pada pundaknya tidak kembali menyadarkannya.

Keivan, anak ketiga dari lima bersaudara itu menepuk pundak adik bungsunya dengan perasaan sesak di dadanya.

Matanya memerah menahan tangis karena tidak tega melihat adik kesayangannya berakhir seperti ini. Kakak mana yang tega melihat adiknya sehancur ini.

Meza wanita yang baik. Siapapun akan merasa kehilangan sosok itu.

Termasuk dirinya dan keluarga besarnya. Namun jika dirinya ikut - ikutan berlarut dalam kesedihan, lantas bagimana nasib adiknya yang lebih terpuruk ini?

"Jangan mikirin yang aneh - aneh, pikirin juga anak - anak lo!"

"Jangan betindak bodoh dan melupakan 3 nyawa yang masih harus lo jaga!" sambung Keivan dengan tangan yang masih merangkul dan sesekali menepuk pundak Rayyan.

"Jangan omongin itu sekarang Kak," jawab Rayyan lirih. Ia kian menunduk seiring dengan setetes air mata yang jatuh di atas ubin putih rumah sakit.

"Gue harus gimana sekarang kak?"

"Sumber hidup gue udah pergi.. "

"Lalu bagaimana gue hidup sekarang Kak?"

"Gue gagal jadi seorang suami."

"Seharusnya gue tunda urusan gue ke Amerika dan nganter dia sebentar kerumah Mamanya.."

"Gue akui, gue emang egois nahan dia di semua rasa rindunya."

"Seandainya gue yang anter dia langsung dan jaga dia di sana, semua ini nggak akan terjadi."

"S-seharusnya gue..... "

"Semua udah terjadi Ray, menyesal sekarang pun nggak ada gunanya-"

"Tapi Kak," potong Rayyan ia mengusap air mata di pipinya, menoleh ke arah Keivan, memperlihatkan wajahnya yang terlihat menyedihkan.

"Gue nggak hanya kehilangan satu nyawa, tapi dua nyawa, anak gue juga Kak..." lirih Rayyan yang di ikuti oleh isakan menyedihkannya.

ELSSIE AND HER STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang