SEPOTONG BUKTI

79 9 0
                                    


"Dia itu pintar jadi sulit untuk merebut posisinya."

Gadis dengan sweater ungu itu tersenyum sinis sambil memutar - mutar sedotan hitam yang di taruh di dalam sebuah gelas yang berisi milkshake strawberry.

Ia membasahi bibirnya sambil menatap ke dalam gelas. Pikirannya melayang pada dirinya yang begitu percaya diri waktu pertama kali menginjakkan kakinya di kelas MIPA 2 dulu.

Pada dirinya yang begitu naif. Yang berfikir bahwa ia akan menjadi yang paling pintar di sana. Pada dirinya yang begitu percaya diri pada kepintaran yang sudah dia bawa sedari TK.

Pada dirinya satu - satunya orang yang memberikan tatapan sinis pada seorang siswa yang selalu mendapatkan nilai sempurna. Selalu mengunggulinya.

Ia fikir, El itu hanya beruntung. El sebenarnya tidak sepintar itu. Gadis itu tidak pernah terlihat belajar dan sibuk dengan kegiatannya yang lain. Lalu bagaimana ia bisa menjadi begitu pintar. Alisa fikir itu hanya keberuntungan pada El semata.

Iya, Alisa orang itu. Orang yang selalu merasa iri dengan apa yang El dapatkan.

Alisa dahulu selalu berfikir. Jika ia begitu rajin belajar melebihi gadis itu maka ia akan bisa menyalipnya dan menjadi nomor satu. Suatu saat Alisa akan mengungguli El.

Tetapi itu tidak terjadi. Sebanyak apapun ia belajar, tetap saja dirinya selalu menjadi nomor dua.

"Lo hanya buang - buang duit ikut les tapi nggak bisa jadi yang nomor satu."

Alisa dulu sangat suka menyangkal kata - kata yang keluar dari mulut kakak tirinya itu. Ia tidak seperti itu. Dia tidak membuang uang untuk sesuatu yang sia - sia. Ia bertekad pada saat itu, bahwa ia akan membuktikan pada semua orang yang mengejeknya bahwa ia akan bisa menjadi nomor satu.

Pada Kakak - kakak yang suka meremehkannya.

Mendapatkan posisi di mana ia akan berbalik di hormati oleh orang di rumah itu. Dimana posisi yang dapat membungkam mulut besar kakak - kakaknya.

Memberikan rasa bangga kepada ibunya. Satu orang yang benar - benar sayang kepadanya.

Tetapi sampai sekarang itu tidak pernah terwujud. Itu semua, hanya menjadi harapan semu Alisa yang hanya akan terus menjadi angan.

El, gadis itu berbeda. Entah El yang memang sudah begitu pintar dari lahir atau hanya Alisa yang tidak tahu seberapa kerasnya El dalam menuntut ilmu.

Alisa tidak tahu. Tapi juga tidak ada gunanya ia tahu atau tidak. Yang terpenting Alisa menginginkan posisi El.

Ia ingin menjadi yang tertinggi. Tidak ingin di pandang nomor dua lagi.

Dan pikirannya buntu. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi.

"Coba saja alihkan perhatiannya."

Alisa menggigit pipet miliknya sambil memfikirkan semua saran yang di ucapkan oleh seseorang kepadanya.

Seseorang yang pernah memaksanya untuk mendengarkan ceritanya. Orang yang menurutnya tidak buruk untuk di jadikan teman. Tapi tidak juga sebaik itu untuk di jadikan teman.

ELSSIE AND HER STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang