BALANCED

147 17 0
                                    





 

El menghela nafas sambil menatapi lukisan yang baru saja di buatnya. Ia masih mengingat kejadia tadi malam, dimana ia melihat raut kecewa Alvian saat dirinya memutuskan pulang dengan Jerrie, sahabat dari kakak sepupunya.

El tidak menyesal melakukannya, Alvian kecewa, ia juga kecewa. Jadi sama - sama kecewa. Apa yang mereka rasakan seimbang saat ini.

Karena baginya,  sebuah hubungan di bangun oleh rasa yang sama - sama di miliki oleh kedua pihak. Jika El kecewa maka Alvian juga harus merasakan bagaimana ia kecewa, agar Alvian bisa memperbaiki dirinya. El akan tetap melakukan itu, selama Alvian masih ingin bersamanya. Sewaktu - waktu dia menyerah, maka El akan melepaskan.

Ia meminum coklat panas yang di buatkan oleh mbak Sari sambil menelisik lukisan ketiga yang baru saja di buatnya.

Ia mencari tema objek yang sama lagi. Objek yang bisa menenangkan El, dan hasilnya malah menjadi siluet wanita misterius itu lagi.

Wanita yang muncul di setiap mimpinya.

Terkadang El bingung, kenapa yang muncul hanya siluet dan membuatnya bingung saja?

Kenapa tidak langsung menampakkan diri langsung dan mengatakan siapa dia?

Karena semuanya butuh proses.

Iya, hanya itu yang bisa El katakan pada dirinya sendiri.

Bertanya sendiri menjawab sendiri. Menyendiri.

Ngomong - ngomong kekesalan El meningkat saat gadis itu menyadari handphone nya di bawa oleh Alvian.

Alvian lupa ia memasukkan handphone nya ke saku celananya dan El juga lupa menagihnya.

Oke, kesalahan mereka seimbang, El lupa dia juga lupa. Jadi seri.

El sedekit menutup matanya, merasa silau saat cahaya matahari beradu dengan matanya.

Ia kembali membuka matanya, menatap pemandangan indah di pagi hari yang membuatnya tertarik untuk mengabadikannya melalui lukisan.

Ia mengambil alat lukisan lalu mengganti kanvas dengan yang baru. Tubuhnya ia hadapkan ke arah jendela.

Tersenyum sebentar dan menghela nafas pelan.

Ia mengangkat tangannya, menorehkan satu garis yang membuatnya tiba - tiba mendapat satu memori. Gerakan halusnya berhenti. Dahinya mengernyit saat perlahan rasa sakit menghantam kepalanya.

"Kita akan melukis apa Mama?"

"Sunrise, kamu suka kan?"

"Tentu, karena sangat indah."

"Dengar El, setiap pagi harus di awali dengan senyum cerah, agar sepenjang harimu ikut cerah."

"Seperti matahari yang baru terbit tidak pernah meninggalkan cahaya keceriaannya, begitu pun kamu harus begitu."

"Iya Mama."

ELSSIE AND HER STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang