SON

83 8 3
                                    

Rayyan Melihat ke arah tangannya yang memegang bunga kecil putih yang sangat rapuh itu.

Bunga dandelion.

Ia melempar pandangannya ke sekeliling area.

Tempat ini nampak sepi karena tidak ada pasar malam seperti biasanya.

Selain itu, ia juga datang siang - siang.

Ia berjalan ringan mendekati sungai yang sudah sejak kecil ia datangi itu.

Walaupun sudah lama waktu berlalu, tempat ini tak banyak berubah.

Termasuk kenangan dirinya di masa lalu, yang tak banyak berubah.

Langkahnya kian memberat saat menyaksikan sosok tinggi seseorang berjongkok di bibir sungai.

Ini tidak terencana sebelumnya. Ia tidak menyangka akan melihat Aidan di sini.

Ia terkejut, tetapi juga tidak heran, karena ia masih ingat ini merupakan tempat favorite anak - anaknya.

"Apa ini kebetulan?" tanya Rayyan sambil tersenyum kecil. Berdiri di belakang dari anak sulungnya itu.

Aidan tanpa perlu menoleh pun ia tahu pemilik dari suara itu.

Pemilik dari orang yang ia rindukan, namun setengah ia benci.

Hatinya masih bimbang, ingin memeluk tapi juga ingin mendorong jauh.

Semarah dan kescewa apapun dirinya kepada Rayyan. Tetap saja ia lelaki yang pernah memberikannya kasih sayang dahulu. Dan mungkin sampai sekarang jika lelaki itu tidak egois.

"Bukannya saya yang bertanya begitu?" ujar Aidan penuh keheranan. Kata - katanya formal, dan itu menyakiti status Rayyan sebagai Ayahnya.

Lelaki tampan berjaket hitam itu berbalik. Menatap wajah Papanya yang begitu mirip dengannya.

"Kau tidak mengikutiku kan?" sambung Aidan sambil menatap datar namun tajam ke arah Rayyan.

Rayyan terkekeh kecil, "Untuk apa saya mengikuti kamu?" jawabnya sama - sama dengan nada formal. Dirinya memang sekaku itu.

Aidan terkekeh sinis, tapi juga sedikit kecewa, "Baguslah," ujarnya sebelum berjalan melewati pria yang merupakan ayah kandungnya itu.

"Karena tanpa di ikuti pun, saya akan selalu menemukan dimana pun kamu berada," sambung Rayyan yang membuat langkah Aidan terhenti.

"Tanpa berjuang keras pun, saya akan selalu dapat memaksa kamu kembali kerumah, jika saja saya ingin."

Aidan terkekeh, "Jangan terlalu percaya diri, kau memang hebat, tapi aku juga tidak bodoh, asal kau tau!"

Aidan akan beranjak pergi, namun dua pria berbadan besar menghadang langkahnya. Tangan lelaki itu terkepal. Bukankah ia sama sekali tidak ada urusan dengan Rayyan? Apalagi maunya, setidaknya biarkanlah Aidan hidup dengan pilihannya sendiri.

"Apa mau mu?" tanya Aidan dingin tanpa berbalik menatap Rayyan.

Rayyan menghela nafasnya pelan. Ia memasukkan tangannya ke dalam sakunya. "Akan saya beri tahu, tapi dengan satu syarat," jawabnya.

ELSSIE AND HER STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang