Brother Konflik 049

695 75 17
                                    

Antarez mencoba duduk dengan tenang, ia berusaha mengabaikan semua kericuhan yang semakin panas saja di dalam otaknya. Dia tak terbiasa menahan emosi seperti ini, jika boleh jujur, sungguh! Rasanya sangat menyiksa diri.

Pandangannya tetap saja terpaku pada anak tersebut, orang yang sudah mempermalukan dirinya di hadapan satu kelas. Ia sudah dapat membayangkan, bagian tubuh mana saja yang nantinya akan ia beri pelajaran, adegan kekerasan itu sudah terputar jelas di pikiran Antarez.

"Dengan senang hati, gue bakal dengarkan teriakan kesakitan lo nanti," lirih Antarez tajam.

Terdengar suara ketukan high heels di luar kelas, semua anak bersiap duduk rapi di tempat mereka masing-masing. Tak jarang, masih juga terdengar gelakan tawa kecil ketika melihat kondisi meja Antarez, yang acak-acakan sebab ulah mereka.

Ibu guru memasuki kelas sembari terus berjalan dan berdiri di dekat papan tulis, dengan posisi badan menghadap ke arah murid-murid. Beliau menyadari kekacauan itu, namun hanya helaan napas sebagai respon lumrah, yang hampir semua guru berikan ketika berada di kelas ini.

"Buka halaman dua puluh lima, kita lanjutkan materi yang kemarin," ujar Ibu guru tak mau mengomentari soal kejadian tersebut, dan lebih memilih melanjutkan pembelajaran seperti biasa.

Sedangkan disisi lain, di kelas dua belas bahasa dua. Garuda yang tengah sibuk berdiskusi dengan sesama anggota kelompok dia, hari ini, bapak guru meminta mereka untuk mencari satu cerita legenda di Indonesia, dan nantinya akan di presentasikan di depan kelas.

"Kita enaknya pakai cerita apa ya? Kalian ada masukan nggak?" tanya Manda kepada anggota kelompok dia, semuanya terlihat berpikir keras, kecuali Ucok dan Garuda.

"Gue mau sekelompok sama manusia aktif, bukan pasif," sindir Manda dan didengar jelas oleh kedua cowok itu. Reflek, Ucok langsung menurunkan handphone nya yang sedang bermain game bersama Garuda.

"Makin Kundang," balas Garuda tanpa mengalihkan perhatian dia dari benda pipih itu.

"Nggak mau ah, udah terlalu umum itu, yang lain aja," respon salah satu siswi yang mendapat respon positif dari anggota yang lain.

"Bener, udah sampai hafal gue sama itu cerita, ganti aja, kayak nggak ada legenda lain aja selain anak durhaka."

"Yaudah, cari sendiri aja kalau gitu mah, yang penting gue udah kasih saran. Cowok mah tugasnya kalau presentasi bagian geser slide powerpoint doang, iya nggak bre?" ujar Garuda kepada Ucok.

"Yoi bre, masalah materi, cewek aja lah. Kita mah nyantai."

Pwakk!!

Manda memukulkan buku paket setebal tiga ratus halaman di kepala mereka berdua. "Nyantai pala lu peang? Ngomong begitu lagi lo! Kalau nggak gue gunting congor lo sekarang, enak banget kalau ngomong."

"Cewek bagian materi, terus lo cowok-cowok ada di kelompok gue buat apa hah?! BUAT APA GUE TANYA?! Jadi pajangan doang? Sono lo kalau nggak mau kerja. Jadi manusia silver aja lo di lampu merah, lumayan dapet duit, daripada nyusahin kelompok."

Garuda dan Ucok terbungkam sambil mengelus kepala mereka yang sakit, ucapan barusan benar-benar sudah berhasil membangkitkan sisi singa Manda. Sampai, anggota lain pun tak berani untuk menegur cewek tersebut.

Garuda mendengar nada notifikasi pesan dari handphone nya, itu dari Antarez. Dengan segera, ia pun mengecek apa isi dari pesan singkat itu.

Antarez:
Pulang sekolah nanti bawain gue baju seragam baru, entar seragam gue pasti kena darah curut. Anter di lorong belakang

Setelah membaca beberapa deret kalimat tersebut, bibir Garuda tersenyum miring dengan alis mengerut. Mau ngapain nih anak? batinnya sudah paham apa arti dari pesan yang cowok itu kirim, hanya saja, kenapa harus secepat ini? Ini baru hari pertama dia menyamar sebagai anak baru.

Antarez:
Satu lagi, gue minta amanin lorong belakang, gue nggak mau pesta gue ke ganggu

Garuda:
Aman bro

Seusai menjawab pesan dari Antarez, Garuda segera mengabari Zavian agar ikut membantunya nanti. Entah apa yang sudah anak dua belas IPS tiga lakukan, sampai-sampai membuat Antarez semarah ini. Dirinya yakin, kalau yang mereka lakukan sudah melewati batas.

Beberapa jam sudah berlalu, bel pulang sekolah akhirnya berbunyi nyaring, menggema ke seluruh bagian-bagian sekolah. Seperti biasa, para guru pengajar menyudahi kegiatan pembelajaran mereka untuk hari ini, dan berpamit pergi meninggalkan kelas.

Waktu yang Antarez tunggu-tunggu akhirnya tiba, cowok itu tersenyum lebar kala mendengar bel pulang berbunyi barusan. Ini sudah saatnya, ia memberi tahu kepada mereka siapa anak yang sudah mereka rendahkan ini.

Antarez berdiri dari tempat duduknya, mengamati kondisi sekeliling kelas yang sudah kosong. Ia yakin, sebagian anak pasti sudah menunggu dirinya di lorong belakang. "Lo semua emang suka cari mati, dengan senang hati gue bakal jadi malaikat maut buat lo pada," ujarnya, lalu berjalan keluar kelas menuju ke lorong belakang.

Sebuah tempat yang sepi, sinar matahari yang tak bisa masuk secara menyeluruh, membuat lorong itu menjadi suram dengan kondisi lampu yang tak terlalu terang. Lorong belakang SMA Darmawangsa yang kerap dijadikan tempat pembullyan para siswanya, sekarang Antarez sudah tiba di sana, dan melihat beberapa siswa lain yang sudah menunggu dirinya.

"Akhirnya si cupu dateng juga, gue kira lo nggak bakal dateng tadi karena ngompol duluan macam bayi," remeh nya dan dibalas gelakan tawa oleh teman-temannya.

Antarez tetap bersikap tenang, tak terlihat rasa ketakutan sedikitpun dari manik matanya. Justru, anak itu malah ikut tertawa kecil mendengarnya, "macam bayi ya? Udah mau mati banyak bacot aja."

BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang