DICE. 10

53 13 0
                                    

"Gala, bisakah kau lebih cepat? pelanggān sudah menunggu, astaga!" Marta yang datang dengan wajah memerah. Lingkaran matanya juga tampak lebih hitam dari biasanya. Gala menoleh cepat dan berpikir, gelas-gelas yang seharusnya Marta gunakan sudah ia letakkan pada tempatnya. Lalu di mana lagi masalahnya sekarang?

"Apa kau mencari gelas?" tanya Gala dengan wajah heran. Gadis yang sebenarnya cantik kalau saja sedikit lebih normal kalau berdandan itu berdecak kesal. Rambutnya yang diikat tapi sebagian mencuat, sedikit menghalangi penglihatannya. Belum lagi bibirnya sama sekali tak menampilkan senyuman.

"Iya!"

"Di rak, Marta. Kau bisa mengeceknya sendiri."

Gala merasa dirinya hanya sebatas memberitahu, bukan sedang mengajak gadis itu berdu mulut tapi wajah Marta entah kenapa justeru berubah ungu. Seperti memendam amarah, lalu jari tengahnya ia acungkan sempurna pada Gala. "Aku salah apa?" tanyanya dalam hati. Mengikuti gerak Marta yang mengambil gelas dengan cepat hingga punggung gadis itu menghilang dari pintu penghubung dapur dengan area restoran. Sedikit banyak Gala bisa melihat restoran Mr. Kim seperti sebelum-sebelumnya; ramai pengunjung.

"Marta habis dimarahi Mr. Kim."

Ucapan Hanry membuat Gala menoleh. Mengernyit bingung karena Hanry jarang sekali memberitahu hal seperti ini. Mereka ada di area dapur, tapi Hanry yang kaku juga dingin itu benar-benar Gala anggap seperti orang lain saking tak pernahnya mereka bicara.

"Salah pesanan." Hanry melanjutkan ucapannya. Lalu mengedikkan bahu sembari kembali bekerja melumuri ikan dengan bumbu rempah. Potongan cabai juga beberapa iris lemon sudah ada di dekatnya. Entah apa yang ingin Hanry buat sebenarnya membuat Gala cukup penasaran.

"Terima kasih," ucap Gala pelan. Ia kembali memutuskan ke stationnya. Mencuci banyak sekali peralatan dapur yang kotor, setelah sepanjang hari ini restoran Mr. Kim tak pernah sepi. Gala sendiri bertanya-tanya, kapan restoran Mr. Kim ini sepi pengunjung? Bahkan musim dingin saja, menu cokelat hangat juga waffle lapis krim strawberrynya adalah paling favorit.

"Untuk apa?" tanya Hanry penasaran. "Memang apa yang kulakukan untukmu?"

Gala menggaruk tengkuknya kebingungan. "Ehm ... kau ajak aku bicara. Mungkin," kata Gala cepat. Masih bisa ia dengar Hanry tertawa entah apa yang ia tertawakan tapi setidaknya, Gala sudah menyuarakan apa rasa penasarannya ini.

"Tuan."

Gala membeku. Matanya buru-buru berkeliling mencari sosok yang menimbulkan suara. Ia takut kalau Dice berulah lagi. Setelah dua hati lalu hampir membuatnya mati karena terkena serangan jantung! Sial sekali gadis hologram itu. Di mana setelah menembakkan senjata laras panjang itu tanpa peluru, walau suara yang ditimbulkan membuat kegaduhan di gedung flat yang Gala tempati, Dice sama sekali tak merasa bersalah.

"Tuan, aku di sini."

Tangan Gala gemetar memegang piring lebar yang baru saja ia basuh. Ingin segera diletakkan pada tumpukan lainnya sebelum masuk ke dalam rak pengering, ia sudah keburu memikirkan Dice yang ... bisa saja ia muncul di mana saja? Mengingat Dice selalu mengatakan betapa canggih dirinya itu. Ya Tuhan! Mendadak ia ingat wajah Marta yang tampak frustrasi setelah dimarahi Mr. Kim entah apa salahnya itu.

"Aku ada di kalungmu, Tuan. Kau menghukumku tak boleh meninggalkan dadu."

Jantung Gala mencelos lega. "Diam kau!" hardik Gala tapi menggunakan suara sangat-sangat pelan. ia tak mau dicap aneh karena bicara sendiri di depan area mencuci piring. Sudah cukup banyak julukan untuknya selama bekerja di sini. Tak mau ketambahan satu nama aneh lagi untuknya.

"Maafkan aku," katanya pelan. Dalam bayang Gala, ia bisa meliihat wajah Dice yang kaku tapi menunduk juga matanya yang merasa bersalah. Sama seperti saat Dice menyingkirkan senjata itu. Bertanya tanpa rasa bersalah karena sudah membuat Gala hampir buang air kecil di celana saking takutnya.

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang