Tak ada yang lebih Maverick sukai ketimbang hari-hari belakangan ini. Dirinya masih suka menyendiri memperhatikan dri ketinggian bagaimana keadaan Metro Selatan yang mulai bergeliat kembali. Sembari mengepulkan asap dari cerutunya juga sesekali diganggu Russel karena laporan yang cukup menyita tapi sungguh, lepas dari apa pun yang kini kembali ia jalani, Maverick menyukainya. Bukan tanpa sebab, ia seperti menemukan semangat baru untuk membuat Metro Selatan makin maju. Dalan segi apa pun. Bahkan kalau bisa menyaingi seorang Alexander Millian.
Asap yang ia keluarkan karena cerutu, sudah kembali memenuhi ruangannya. Sudah beberapa belas menit berlalu di mana ia memang tak melakukan apa-apa kecuali menatap pemandangan yang indah dari posisinya sekarang. Laporan yang Russel beri akhir-akhir ini juga menunjukkan banyak hal yang membuat Maverick tersenyum lebar. Sampai ...
"Apa kegiatanmu hanya seperti ini, Mave?" Pintu ruangannya terbuka lebar di mana sosok penganggunya datang dengan seenaknya. Berjalan tanpa merasa berdsa atau bersalah sama sekali. Jubah putihnya mengikuti gerak kaki yang melangkah dengan gerak konstan.
"Apa tak ada kegiatan yang bisa kau lalukan selain merecokiku, Alex?"
Pria itu mendengkus tak suka. Ditariknya kasar salah satu kursi yang ada di sana lalu duduk tanpa diminta. Bersandar dengan segera di kursi yang cukup untuk dilesakkan tubuhnya yang kekar itu. Ada decit yang terdengar cukup mengganggu tapi diabaikan olehnya. Malah ia menjentikkan jemarinya meminta disiapkan satu botol anggur terbaik yang Maverick punya.
"Bahkan kau berani memnta orangku untuk menyediakan minum?" Maverick tak percaya dengan apa yang barusan terjadi. Bagaimana bisa seorang Alexander Millian berubah menjadi semenyebalkan ini. "Aku rindu sosokmu yang kaku dan dingin."
"Aku ke sini bukan untuk mendengarkan ungkapan rindu yang menjijikan darimu, Mave." Alex menopang wajahnya dengan salah satu tangannya. Walau terlihat malas tapi sorot matanya tajam menatap Maverick yang masih tak bergeming dari tempatnya. "Apa Erick menemuimu akhir-akhir ini?"
"Hampir setiap waktu," dengkus Maverick tak suka. Apalagi kalau mengingat wajah Dewan Penasihat itu yang terbayang di pelupuk matanya. rasanya ingin sekali satu bogem mentah Maverick layangkan padanya agar tak terus menenus mengusiknya. Padahal jelas apa yagn dikatakan Maverick ada sebabnya. Kenapa orang-orang di pemerintahan Jagad Metro ini tak mengerti dan memahaminya? Apa bahasa Maverick sangat berbelit sampai tak bisa dimengerti? "Kau sendiri?"
Obrolan ringan itu terinterupsi dengan kedatangan pelayan yang tadi diminat Alex untuk menyiapkan minum. Bukan hanya minum ternyata tapi juga hidangan makan siang yang terlihat lezat dan menggugah selera. Potongan daging steak yang masih mengepulkan asap ditambah saus yang siap untuk disiram di atasnya. Belum lagi kentang tumbuk juga beberapa salad sebagai pelengkap.
"Kebetulan yang sangat menyebalkan, Alex." Maverick menyeringai dan berdecak akhirnya. "Tepat di mana aku akan menyantap makan siangku ini."
"Sangat kebetulan kalau steak yang tersaji ada dua porsi, Mave. Terlalu kentara kalau kau menungguku." Alex berkata sembari memperhatikan bagaimana beberapa pelayan itu menyajikan dan menyiapkan meja untuk mereka berdua. Ucapan Alex barusan membuat Maverick makin kesal tapi setelahnya ... ia pun terkekeh.
"Russel melaporkan kau ada di perbatasan Metro Selatan dua puluh menit lalu. Akan konyol rasanya kalau aku tengah menyantap makan siang, kau hanya melihatku seperti orang bodoh."
"Kau memang pantas dijuluki orang paling menyebalkan."
"Ah, julukan itu hanya milik Gala. Kau tau itu dengan pasti." Maverick mulai memotong bagiannya setelah semuanya siap. Para pelayan itu berada tak jauh dari mereka yang kini mulai menyantap hidangan yang tersaji.
KAMU SEDANG MEMBACA
DICE
Fantasy'Satu dadu meluncur, hidup kalian taruhannya.' Pendar itu nyata, senyata hidup Gala yang berantakan. Sendirian dan mengutuk siapa pun yang membuat dirinya ada di tengah kejamnya Metro. Hingga ia bertemu takdirnya. Di mana satu per satu mulai terlih...