DICE. 50

27 13 2
                                    


Gala tak pernah mengalihkan matanya dari Cathleen yang membalas tatapan itu dengan jengahnya. Setiap gerak gais itu tak luput dari penglihatan Gala. Baru kali ini ia memperhatikan seseorang sampai rasanya tak ada lagi objek yang menarik untuk ditatapnya. Bibirnya yang kemerahan merekah indah di bibirnya. Wajahnya merona merah juga ujung hidung mancungnya ikut memerah. Kulitnya seputih pualam. Bola mata biru safirnya sangat memukau. Rambut bergelombang peraknya itu tertata rapi di kepalanya. Ada satu penjepit yang mungkin terbuat dari mutiara di tepian rambutnya.

Pakaian yang dikenakan gadis ini benar-benar sama persis seperti yang Gala lihat di akuarium itu. Bahkan tiap detailnya sekarang sangat kentara sekali. Udara memang cukup dingin dan beruntung jaket yang Gala kenakan cukup tebal. Sementara Cathleen mengeluarkan satu cape atau jubah besar berwarna biru cerah sebagai pelapis pakaiannya untuk menghalau dingin.

Jubah itu cukup besar dan membuat sang gadis tenggelam di dalamnya.

"Sudah lebih baik?" tanya Gala pelan. Dirapikan helai rambut gadis itu yang sedikit mengganggu wajahnya. Rambut berwarna perak itu memberi kesan sang pemilik wajah bukan orang yang mudah berinteraksi dengan baik. Tatapannya juga makin tajam terutama saat bersemuka dengan Gala.

"Aku belum berubah pikiran untuk mengangkat senjata dan melawanmu, Tuan," desis Cathleen dengan kesalnya. Ia sukar bergerak jadinya. Gaun panjang berwarna broken white dengan banyak aksen renda di bagian dada serta agak mengembang di pinggang, memang sangat membatas geraknya yang terbiasa lincah. Belum lagi ia lapis dengan jubah miliknya yang memang selalu ia bawa selama ini.

"Di saat seperti ini, Cathleen?" Gala setengah geli dengan pemikiran gadis itu. "Sudah lah. Nikmati saja."

"Bagaimana aku bisa menikmati sementara aku tak bisa bergerak bebas, Tuan?" raung Cathleen dengan menghentak. "Lihat? Bahkan untuk menapak di tumpukan salju saja aku hampir kehilangan keseimbangan!"

Gala tergelak. Semakin gemas jadinya karena gadis di depannya ini melotot tajam ke arahnya. Belum lagi nada kesal disertai gerutuan sejak tadi ia dengar meluncur sempurna dari bibir Cathleen. "Selain nama aslimu yang panjang juga perubahan bentuk seperti ini, apalagi yang aku tak tau, Cathleen?"

Gadis itu terbeliak saat Gala seenaknya menarik penutup kepala dari jubah yang Cathleen kenakan itu. Membuatnya makin tenggelam dan terliihat seperti bola bulu di hamparan salju ini. Belum genap rasa terkejutnya, ia sudah dibuat terpekik kaget karena Gala merengkuh pinggangnya dengan cepat. Mengikis jarak yang ada di antara mereka.

"Kau tau, Cathleen?" Suara Gala terdengar lirih sekali. Embus napas hangatnya lagi-lagi menyapa pipi Cathleen yang sudah memerah ini.

Cathleen menunggu perkataan selanjutnya dari Gala dengan geram kesal. Ingin ia dorong Gala agar membuat mereka kembali berjarak tapi sukar sekali. Pemuda itu sengaja mengunci gerak Cathleen.

"Aku seperti bertemu dengan gadis abad pertengahan yang menyasar di era modern."

Gadis itu mendelik kesal. "Sungguh tidak sopan!"

Gala tak peduli dengan kemarahan Cathleen. Ia memilih mengikat tali pada jubah gadis itu agar tak banyak tertiup angina dan membuat gadis itu menggigil kedinginan. "Kita lanjutkan perjalanan?"

Cathleen berdecak. "Rasanya ingn kubatalkan tapi aku sangat merindukan Muezza."

"Siapa itu Muezza?"

Rengkuhan Gala sedikit dilonggarkan yang mana segera dimanfaatkan oleh Cathleen untuk melepaskan diri. Ia pun kembali pada kereta yang sudah menunggunya itu. di mana hal pertama yang ia lakukan adalah menghampiri Cullen. Anjing putih besar yang memiliki corak abu-abu di bagian kepala. Sang pemimpin.

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang