Begitu mereka tiba di ujung pintu masuk gua tadi, sinar mentari sudah mulai meredup. Jauh di ujung sana, warna jingga yang tertinggal menyisakan cahaya yang begitu indah. Hal itu membuat Gala terdiam sejenak. Embus angin dingin yang menerpanya cukup membuat ujung telinga serta hidungnya kedinginan.
"Malam ini akan ada badai, Cathleen?" tanya Gala sembari menoleh pada gadis yang kini sudah ada di sampingnya. Tengah membenahi tali pengikat jubah agar dingin yang terasa menusuk ini tak terlalu mengganggunya.
"Tidak, Tuan. Hanya saja udara di sini memang terdingin di antara wilayah Metro Timur. Di ujung sana," tunjuk Cathleen yang mengarah pada perbukitan yang jauuh di sana. "Itu titik nol dari perputaran seluruh Metro. Suhunya sangat dingin. Hanya beberapa orang yang bertugas meneliti untuk mengawasi tingkat kebekuan di sana agar iklim di seluruh wilayah Metro tetap stabil. Walau pun, yah ... ayahku terkadang melakukan pelanggaran juga."
"Kau sudah menceritakana bagian itu," kekeh Gala cukup geli. "Sepertinya sebentar lagi gelap. Kau ingin pulang atau mendirikan tenda di tepi hutan?"
Kening Cathleen berkerut. "Ini ... ajakan kencan?"
Gala tergelak. "Benar kah? Aku tak merasa seperti itu. Beberapa kali kita satu tenda bukan? Atau malam hari kau keluar dari dadu? Tidur di sebelahku? Mengamatiku?"
"Kenapa Anda begitu menyebalkan, Tuan?" delik Cathleen kesal. Wajahnya sampai memerah menahan geramnya karena bagaiman bisa Gala bicara seperti itu padanya. Di mana wajah tuannya itu justeru menyeringai dan kini ... berjalan meninggalkannya? Astaga! Apa yang telah merasuki tuannya itu sebenarnya?
Mau tak mau Cathleen pun mengikuti langkah Gala menuju kereta salju yang mana deretan anjing berbulu tebal itu duduk dengan setianya. Sementara Gala sesekali melirik ke arah belakang di mana Cathleen masih mengerucutkan bibirnya. Matanya juga masih berkilat kesal. Belum lagi cara jalannya yang dihentak-hentak dengan sengaja. Jubah berikut gaunnya diangkat sedikit agar memudahkan geraknya melangkah.
Tepat di depan kereta salju, Gala sedikit berjongkok. Memperhatikan para anjing yang kini bangun dari duduknya sembari menjulurkan lidah. Binar matanya juga terlihat cerah sekali. "Sudah makan?" entah kenapa Gala menanyakan hal ini. mungkin karena tadi Muezza beberapa kali minta dibelai pada punggungnya yang membuat ketakutannya tak terlalu besar lagi.
"Cullen mengatakan sudah makan tadi. Mereka berburu."
"Dengan tali kekang?" Gala terperangah.
"Aku melepaskannya, Tuan. Bisa kah kau lebih teliti lagi melihat?" Cathleen mengusap kepala Cullen lembut. "Apa Danau Oakland tak membeku? Kau bisa berburu di sana?"
Cathleen tersenyum riang. "Baik lah. Terima kasih. Antar kami ke sana."
"Apa yang ia katakana, Cathleen?"
"Mereka berburu di danau sebelah sana," tunjuk Cathleen ke arah yang berlawanan. "Aku ingin ke sana sebelum kita pulang, Tuan. Bisa kah?"
"Bermalam di sana pun tak mengapa, Cathleen. Aku lapar," keluh Gala dengan wajah dibuat sesengsara mungkin. Hal ini membuat Cathleen terperangah tak percaya. Bagaimana bisa mengeluh lapar sementara saat mereka di hutan tadi, ia menyiapkan ikan bakar untuk tuannya itu. dan yang paling banyak memakannya justeru Gala.
Katanya, "Ikan ini lezat sekali, Cathleen. Aku suka."
"Kenapa wajahmu seperti itu? Tak suka dengan kejujuranku?" Gala mulai mempersiapkan tali penghubung dari seluruh rangkaian anjing yang terlihat santai disemat banyak tali di tubuhnya. "Ah, bicara mengenai makan kau sungguh memiliki tata cara yang sopan ternyata."
"Bisa kah Tuan tak mengolokku terus? Yang membuat aku seperti ini siapa? Anda, kan?"
"Tapi kau juga rindu tubuhmu ini, kan?" Gala berjalan pelan dan mengunci tatapan Cathleen dengan segera. Alisnya sengaja ia naik turunkan dengan konyolnya. Hal ini membuat Cathleen mendengkus sebal. Di saat mereka kini berhadapan, Gala memperhatikan Cathleen makin lekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
DICE
Fantasy'Satu dadu meluncur, hidup kalian taruhannya.' Pendar itu nyata, senyata hidup Gala yang berantakan. Sendirian dan mengutuk siapa pun yang membuat dirinya ada di tengah kejamnya Metro. Hingga ia bertemu takdirnya. Di mana satu per satu mulai terlih...