PART. 7

42 14 1
                                    


Bellamie menatap punggung yang sejak tadi tak beranjak dari posisinya. Malam di Metro Barat sebenarnya sangat indah. Jendela besar yang terbuat dari kaca di mana hampir sebagian besar menampilkan pemandangan di luar. Bellamie bisa membukanya dengan satu tombol otomatis yang terletak di samping kanan jendela itu. Namun tak ia lakukan lantaran angin yang berembus pun cukup kuat. Mereka sebenarnya sudah bersiap untuk tidur tapi sepertinya ada sesuatu yang mengganggu Xavier. Suaminya kembali menyibak selimutnya lalu duduk menatap jendela besar itu. Mungkin pikirnya Bellamie sudah pulas tertidur sehingga ia bisa meninggalkan sejenak dirinya yang masih mengenakan selimut dengan nyaman.

Padahal sejak Xavier kembali dari pusat kota, mereka bicara dengan santai. Juga Gala yang sudah mulai tak terlalu terlihat khawatir walau tak akan mau beranjak dari sisi Cathleen. Bellamie sangat memahami perasaan dan tindakan putranya itu. walau sebenarnya Seth sudah melarang dan memberi nasihat setidaknya untuk Gala beristirahat, tapi sepertinya pemuda itu memilih untuk mengabaikannya. Bellamie tak masalah. Yang terpenting dirinya masih bisa melihat Gala juga Xavier di dekatnya. Tak ada lagi keinginannya yang lain selain bersama mereka.

Disibaknya pelan selimut yang tadi menutupi sebagian tubuhnya itu. Bergerak pelan agar tak terlalu membuat Xavier terkejut. Pelan, Bellamie kalungkan tangannya pada bagian belakang tubuh suaminya sembari menumpu kepalanya pada bahu. "Aku ... menganggu?"

Xavier terkekeh. "Aku tau kau bangun, Rose."

"Benar kah?"

Tanpa ragu Xavier mengangguk dan mengambil tangan yang tadi terkalung di lehernya. Digenggam erat lalu dibawa untuk duduk di sampingnya. Menikmati malam yang bertabur bintang dengan indahnya. "Apa pun yang kau pikirkan, aku tau, Rose."

Ucapan Xavier barusan membuat kening Bellamie berkerut dalam. "Apa pun?" ulangnya perlahan namun jemari Xavier dengan cepat menepis kerutan di dahinya itu.

"Tak usah banyak berpikir. Itu tak terlalu penting sekarang."

Bellamie mengangguk patuh walau masih menyisakan tanya di hatinya. "Kau tak bisa tidur? Mau kuambilkan sesuatu?"

Xavier menggeleng pelan. "Duduk di sini. Temani aku, Rose. Itu sudah lebih dari cukup."

Tak ada yang bicara setelahnya. Bagi Bellamie, Xavier tetap lah Xavier di mana ia masih tak terlalu banyak bicara. Bukan kah kepribadian seseorang tak bisa diubah? Lagi pula rasanya agak lucu kalau Xavier terlalu banyak bicara. Maka yang ia lakukan sekarang adalah bersandar di bahu kekar sang suami. Membiarkan sebagian rambutnya jatuh tergerai di sana.

"Lukamu sudah baik-baik saja?" Satu kecupan Xavier beri di sisi kepala Bellamie yang paling dekat dengannya. Aroma Bellamie yang sangat ia rindukan mulai kembali memenuhi penciumannya. Sekali lagi, ia kecup sisi kepala istrinya penuh sayang.

"Baik. Dokter di sini sangat professional."

Xavier terkekeh. "Kau benar. an aku sangat beruntung ditangani dengan cepat kala itu."

"Kau membuatku mengingat namanya kematian, Xavier."

"Kematian itu ada, Rose. Kita hanya menunggu kapan hadir di depan kita, kan?"

"Aku tau," Bellamie sedikit mengurai dekapan Xavier. Menatapnya dengan agak sangsi. "Tapi saat melihatmu terbujur di peti dalam keadaan yang tak baik-baik saja, rasanya aku ingin menggantikanmu."

"Dan kalau sampai itu terjadi, aku tak memaafkan siapa pun yang membuat kita bertukar tempat."

Mereka saling bersitatap di mana Bellamie ingin sekali mengetahui apa yang ada di pikiran Xavier. Akhir-akhir ini ia tampak tak bisa tidur dengan tenang. Bellamie menyadari hal itu. Ia pikir, mungkin memang jam tidur Xavier sebelumnya seperti itu mnegingat pekerjaannya yang selalu menuntutnya untuk terus dalam keadaan siaga. Tapi sepertinya bukan begitu. Suaminya sering menatap langit dan memilih melamun seolah hanya ingin sendirian tenggelam dalam pemikirannya.

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang