"Kau siap, Dice?" tanya Gala memastikan. Laju ular ini tak lagi ada di lorong pasir. Mirip penari erotis di tengah gurun panas yang menarik banyak perhatian para penikmat tubuh yang meliuk menampakkan keindahannya, Baby Snake, begitu yang Gala namai pun melakukan hal yang sama. Di mana tuan barunya berdiri tegak dengan tali kekang yang kuat sekali ia cengkeram. Tak peduli betapa banyak pasir yang menerpa wajahnya. Mungkin Gala rasa, badai pasir ciptakan Kyler Lamont masih menyisakan amukannya.
Dadu berpendar kuat di dekatnya. Serupa dengan sorot matanya yang berubah. Juga pedang yang hampir mirip dengan milik Alexander ada di balik punggungnya. Entah kenapa, Gala menginginkan menggunakan pedang yang sama dengan Alex. Jangan tanya kenapa karena Gala sendiri tak mengerti. Semuanya terjadi begitu saja. Pedang dalam ruang penyimpanan dadu yang ternyata memuat banyak sekali hal, memancar kuat seolah meminta Gala untu mengambilnya. Menggunakannya pada perang kali ini.
Dan saat dipegang juga digunakan untuk memelajari cara Alex memainkan pedang tadi, geraknya sangat luwes seolah Gala sudah lama sekali bermain pedang.
"Siap, Tuan."
"Kau tau harus melakukan apa?"
"Apa kira-kira Anda punya strategi khusus?"
Gala mengedikkan bahu. "Semua terjadi alamiah di kepalaku, Dice. Bahkan aku tak menyangka bisa mengatakan hal itu."
"Kau memang keturunan Horratio, Tuan. Dan aku sangat bangga bisa mengenal Anda."
"Tidak dengan mengenalku secara personal, Dice?"
Gadis hologram itu berdecih. "Kita akan mengangkat senjata melawan penguasa yang serakah akan kekuasaan. Bukan tengah menjalankan rencana kencan."
Pemuda itu hanya terkekeh menanggapi. "Setelahnya kita bicarakan masalah kencan?"
"Bukan kah sudah? Anda mengajakku berkeliling Metro? Apa ... Anda lupa?"
Tawa Gala berderai kuat. Tali kekangnya hampir saja tergelincir dari telapak tangannya. "Lupa?" Ia pun mengusap ujung hidungnya pelan. Sorotnya mulai meneduh saat menatap Dice yang ada di sampingnya ini. Gadis itu sibuk sekali dengan layar yang ada di depannya. Seluruh pantauan medan perang yang tengah tiga orang penguasa jalani, terlihat jelas di sana.
"Iya, Anda lupa," katanya tanpa menoleh. Suaranya berubah ketus.
"Aku tak mungkin lupa hal itu, Dice. Tak akan pernah. Setelah ini selesai, koordinat tabungmu sudah dilacak?"
"Sudah, Tuan. Semua pembaruan data termasuk pusat kota masing-masing Metro sudah dalam pengawasan dadu."
Gala mengangguk pelan. "Kuharap ... kita bisa melalui ini dengan baik."
"Aku yakin Anda bisa, Tuan." Dice menoleh di mana Gala ternyata tak mengalihkan matanya ke mana-mana. Pendar jingganya kuat sekali. Lalu tangannya merasaada kaitan yang sangat kuat di sana yang berasal dari Gala. "Aku menyukaimu, Cathleen. Sangat menyukaimu."
Dice mengangguk pelan. "Terima kasih."
"Jaga semua yang perlu kau lakukan. Jangan kau hiraukan keselamatanku jika harus memilih di antara pilihan sulit."
Gadis itu terdiam.
"Bisa berjanji?"
Diem masih membungkam mulutnya. Matanya masih tertitik pada satu pusat komando yang ada di depannya tapi pikirannya tepat menyimak dengan baik ucapan Gala barusan. "Aku ... tak bisa menjanjikan hal yang sukar kupenuhi, Tuan." Ia bicara dengan lirihnya.
"Kenapa?"
Gadis itu memilih mengalihkan kembali fokusnya pada gurun pasir yang menjadi latar perjalanan mereka di atas ular besar ini. Di mana hal itu membuat Gala kesal. Ia sedikit menyingkirkan layar itu agar bisa mendekat pada Dice dan membuat gadis hologram itu mendongak padanya. "Aku ..." Gala menelan ludah dengan beratnya. "Aku tuanmu, Dice. Kuperintahkan jalani proteksi maksimum level satu."
KAMU SEDANG MEMBACA
DICE
Fantasy'Satu dadu meluncur, hidup kalian taruhannya.' Pendar itu nyata, senyata hidup Gala yang berantakan. Sendirian dan mengutuk siapa pun yang membuat dirinya ada di tengah kejamnya Metro. Hingga ia bertemu takdirnya. Di mana satu per satu mulai terlih...