DICE. 79

34 12 3
                                    


Gideon tak tau lagi semurka apa ia sekarang. Sudah sering kali pemuda itu membuat emosinya naik hingga tak kunjung reda. Hampir tiap malam sejak pertemuan mereka di hutan Metro Utara, Gideon tak pernah bisa tenang. Ditambah saat serangan Gideon dimentahkan begitu saja. Seakan apa yang penguasa itu lakukan adalah kesia-siaan. Dan sekarang?

Untuk apa pemuda tengik itu pergi? Menghindar dari dirinya yang ternyata jauh lebih kuat? Sangat tak masuk akal tapi itu yang Gala lakukan, kan? Atau ... tidak. Gideon rasa bukan karena menghindari dirinya. Pemuda itu tengah merencanakan sesuatu ditambah hulu ledak yang ia persiapkan tinggal menunggu perintah darinya. Ah ... begitu rupanya. Sayang bodoh dan lucu sekali bagi Gideon yang menyebabkan ia tertawa. Keras sekali.

"Kau orang paling tolol yang pernah kutemui!" Ia pun berbalik dan setengah berlari medekat pada pesawat kargo yang tak jauh darinya. Pasukan yang tersisa masih diminta untuk mendesak Kyler di sana. Yang Gideon yakin, ia tak mungkin lama menahan amukan api yang disumberi dari nanomite. Itu terlalu kuat untuk dipadamkan dan efeknya cukup untuk melumpuhkan sang ular. Mungkin. Tapi melihat pelindungan di sekitar ular itu masih tetap tegak berdiri, Gideon makin sangsi.

Sepertinya benar apa yang Kyler katakan kalau ia yang menemukan sumber nanomite dan ia juga yang membuat lapis penangkalnya.

"Siapkah kendaraanku," kata Gideon dengan cepat. Ia melepaskan jubahnya dan melempar asal. Menyambar salah satu jaket hitam tebal yang berisi pelapis peluru juga banyak disimpan pistol beraneka jenis. Serta beberapa basoka berukuran cukup besar yang ia letakkan dalam satu tas besar yang akan ia bawa.

"Bagi, Tuan."

"Pasukan udara bagaimana? Sudah siap?" tanyanya dengan tergesa. Matanya liar menatap banyak senjata apa lagi yang akan ia bawa. Cambuk yang biasa ada di belakang punggungnya pun kembali ia gunakan. Akan ia gunakan untuk menyeret Gala hidup atau mati. Ia sudah sangat marah karena pemuda itu benar-benar mengujinya seperti ini.

"Semua sudah mulai berdatangan."

"Segera arahkan ke barat, selatan, dan tenggara dari lokasi kita. Tempat di mana pasukan kita dihadang oleh para penguasa Metro."

"Baik, Tuan."

"Luncurkan rudal nanomite dalam hitungan lima detik. Dan serang mereka semua dengan bom udara."

Sang kaki tangan terdiam.

"Apa yang kau tunggu, hah?!!!" Gideon menghentikan geraknya. Ditatap salah satu dari sekian banyak tangan kanannya yang ia percaya. Yang ai ambil dari pasukan-pasukan khusus di mana mereka semua sudah disumpah untuk setia dan menuruti apa yang Gideon perintahkan.

"Pasukan kita ... akan ikut musnah, Tuan."

Rahang Gideon menggertak kuat. Tangannya terkepal dan dilayangkan satu pukulan yang nyaris saja mengenai kepala sang orang kepercayaan itu. Di mana kepal tangannya membuat retakan cukup besar di dinding pesawat miliknya itu. Sorot mata Gideon tajam dan menghunus pria yang berdiri di depannya ini. secara proporsi tubuh, Gideon menang. Juga pria itu menunduk dengan segera. Menghormati apa yang menjadi perintahnya.

Keith, nama salah satu pasukan dan menjadi orang kepercayaan Gideon memejam sejenak. "Aku ... mendapat kabar dari Dunia Beku, kalau apa yang Tuan lakukan hari ini sangat menyalahi aturan yang ada di Metro. Para dewan penasihat meminta Anda untuk ber—"

"Apa mereka bilang? Berhenti? Dipikir siapa yang berkuasa sekarang?" tanya Gideon dengan lirihnya tapi sungguh, membuat Keith bergidik ngeri karena suara itu sangat dipenuhi amarah. Belum lagi ucapan itu serupa bisik yang siap sekali untuk membuat banyak orang nantinya akan menjadi korban. "Katakan pada para penasihat kalau aku harus berhenti, maka dadu itu ada di mejaku. Bisa kah mereka melakukannya?" Sekali lagi, tepat di sisi kanan Keith, Gideon arahkan satu pukulan telak yang menandakan juga memberitahu betapa ia marah atas semuanya.

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang