DICE. 55

30 12 3
                                    


Ini part khusus untuk Bellami-Alex, ya. Mohon dikencangkan pegangannya. Siapa tau oleng. Muaahhahha.

Tangan Bellamie terkepal kuat. Ia merasakan perih saat ujung kukunya menggores telapak tangannya yang dingin karena kuatnya tangan itu mengepal. Buku jarinya pun memutih. Lalu ... sekonyong-konyong tangan itu melayang dengan kekuatan penuh. Menyentuh pipi Alex yang terlihat memucat juga sendu di matanya yang diabaikan Bellamie.

PLAK!!!

"Berani-beraninya kau muncul di depanku, Alex!!!" pekik Bellamie dengan napas memburu. Matanya nyalang menatap Alex yang memalingkan wajah. Diusapnya pelan pipi yang baru saja kena tamparan dari Bellamie. Wanita di depannya ini terlihat menyeramkan. Namun Alex sudah memperkirakan hal ini.

Kesalahannya besar. Mungkin sekadar maaf saja tak mungkin mudah untuk diberikan.

"PERGI!!!" usir Bellamie segera. Ia pun menunjuk pada area bersalju di mana badai masih bergejolak kuat. Suara-suara angin yang cukup membuat suasana mencekam masih terdengar kuat. Di depan gerbang utama pondok, empat mobil yang Bellamie rasa sebagai pengiring dari pria kekar berambut perak ini. Ia pun berdecih kuat. "Pergi. Aku tak mau melihatmu lagi."

"Ini badainya cukup kuat, Bella. Kami semua tak bisa meneruskan ke pusat kota. Izinkan kami menepi di sini."

Bellamie berdecak kesal.

"Aku tak meminta apa pun selain hal itu. kumohon izinkan kami menepi di sini. Esok ... kami pergi ke pusat kota. Ada yang harus kubicarakan dengan Seth Rafael. Kau sudah bertemu dengannya?"

"Bukan urusanmu!"

Alex mengangguk pelan. "Setelah ke pusat kota, boleh kah aku mengunjungimu secara personal? Ada banyak hal yang ingin kubicarakan."

"Aku menolak." Bellamie pun berbalik. Ia lebih baik menutup pintu dan pergi tidur. Kemarahannya besar sekali terutama karena Alex lah orang yang ternyata membunuh suaminya. Membuat keadaan di mana dirinya disekap tak berdaya. Diberi banyak perhatian mungkin agar hatinya lupa, kalau ia mencari Xavier; suaminya. Belum lagi sorot mata Alex yang masih Bellamie ingat detailnya. Memancarkan cinta yang besar namun ternyata itu semua kepalsuan.

Bellamie ditipu mentah-mentah. Seolah ia wanita yang lugu, polos, bodoh, juga naif. Tak memilki harga diri dan bisa terjatuh dalam pesona seorang Alexander Millian. Dan kenapa juga ia harus meladeni pria ini sekarang? Juga ...

"Tunggu, dari mana kau tau ini rumah yang kutempati?" Bellamie melipat tangannya di dada. Matanya mendelik marah ke arah Alex. Ia tak takut. Biarpun di depannya ini, pria itu menjulang dengan tubuh kekarnya.

"Kuda yang kau tumpangi saat itu masih dipelihara Gala dengan baik, kan? Aku mengetahuinya."

"Kau memata-matai kami?" tanya Bellamie tak percaya. "Kau gila!!!"

"Iya. Aku gila. Terserah apa pun yang kau katakan, aku tak masalah. Bahkan kau ingin menamparku lagi, memukulku, atau bahkan menghukumku. Aku rela."

"Pergi kau!" usir Bellamie lagi. "Pergi!!!" Sesak di hatinya makin jadi. Matanya sudah berkaca-kaca. Ingatannya terus terseret pada serangkaian peristiwa di mana dirinya bersama Xavier. Walau singkat, walau hanya beberapa kali bertemu di sela waktu kerja yang katanya sibuk, walau tak banyak hal yang mereka lalui bersama, tapi Bellamie merasakan betapa Xavier menyayanginya.

Prai itu tak banyak bicara, kaku, sorot matanya dingin, bibirnya jarang mengucapkan kata-kata manis, tapi sikap dan tingkah lakunya sangat berkesan di hati Bellamie.

Bodohnya ... ia terlena pada sosok pria lain yang lebih banyak bicara. yang mengurungnya dengan pesona lain. Yang juga memberi sikap posesif namun disalah artikan oleh Bellamie. Ia pikir, saat itu seorang Alexander Millian juga memiliki rasa yang sama dengannya. Di mana seorang tawanan jatuh cinta dengan sang penawan. Yang memberinya kesempatan bernapas padahal ia memiliki kuasa untuk menghabisinya.

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang