DICE. 36

18 12 2
                                    


"Bu," panggil Gala pelan. Segelas cokelat hangat Gala siapkan sebagai penghangat tubuh. Suhu di sekitarnya mendekati minus sepuluh. Padahal ini masih siang. Menurut perkiraan Dice, pada malam hari bisa turun mendekati minus lima derajat.

Rumah kayu yang mereka tempati berada di tepian hutan di mana ada sungai yang tak terlalu jauh dari pondok tersebut. Dice bilang, ini tempat persembunyian khusus yang Xavier miliki di Metro Timur. Tempatnya menenangkan diri dan berlatih banyak hal. Saat pertama kali mereka memasuki pondok ini, ada satu potret yang membuat Gala juga Bellamie tertegun.

Xavier Horratio bersama seorang wanita berambut pirang yang Gala yakini itu adalah ibunya. Yang mana saat menoleh, Bellamie membekap mulutnya dengan cepat. Seiring dengan tangisnya yang pecah. Menyebut nama Xavier berulang kali hingga akhirnya ia jatuh pingsan. Gala yang kebingungan semakin tak mengerti bagaimana menghadapi ibunya selain segera membawanya ke salah satu kamar yang ada. Menyalakan penghangat karena suhu di sini makin terasa membuat beku tulang-tulang mereka.

Dice memanfaatkan waktu di mana Bellamie pingsan untuk membuatkan makanan. Ia tau, baik tuan serta ibunya itu pasti kelaparan. Meninggalkan atau bisa dibilang meloloskan diri dengan keberutungan yang sangat tak terduga dari pertempuran yang cukup sengit itu. Gala tak main-main memberi perlawanan pada Gideon yang Agung. Di mana pihak Gideon juga mendesak Gala sedemikian rupa. Dice sampai kewalahan sendiri mempertahankan agar dadu tak jatuh kembali ke tangan pemiliknya yang sah.

Dice mengerti dan paham sekali apa yang diinginkan Gideon yang Agung. Kalau memang dadu ini memiliki pemilik sah, itu hanya keturunan Horratio walau sejarah menuliskan Gideon yang Agung lah yang merancang untuk pertama kali. Hanya saja kegunaan dadu baginya, tak lebih dari sekadar alat penghancur. Tuannya mana mau melakukan hal itu sejak mengetahui jika Gideon memiliki keegoisan tersendiri. Modifikasi nyaris sempurna membuat Dice juga dadu tak terlalu khawatir walau punya peringatan tersendiri mengenai keberadaan Gideon yang Agung.

Beberapa kali tuannya terpelanting terkena cambuk yang digunakan Gideon. Penguasa seluruh Metro itu memiliki cambuk yang dialiri daya listrik ratusan volt yang cukup membuat Gala kelimpungan. Beberapa senjata andalan Gala serta referensi dari Dice pun dipatahkan dengan lihainya oleh Gideon. Perbedaan lawan tanding ini membuat Dice sangat mengkhawatirkan tuannya. Ia yakin sekali kalau pertempuran ini dimenangkan oleh Gideon yang Agung, semuanya tamat.

Baik nyawa Galaksi Haidar juga Bellamie Rosaline juga ... dirinya.

"Tuan," lirih Dice pelan. Hampir putus asa mengetahui Gala benar-benar terdesak. Yang membuat Dice heran justeru pemuda itu menyeringai. Mengusap pelan bibirnya yang pecah karena pukulan telak di wajahnya. Bellamie yang berada tak jauh dari motor hitam yang jatuh tadi, hanya bisa memekik serta berteriak memanggil nama anaknya.

"Hanya itu, Tuan Gideon yang Agung?"

Dice melihat tatapan Gala sangat mengerikan. Lalu ... dadu itu terlempar cukup tinggi. Berputar-putar dengan banyak warna di setiap mata dadunya dan ketika mata dadu itu terhenti, Gala berkata dengan lantangnya.

"Lumpuhkan area kanan tanpa sisa. Jatuhkan bom dari udara dan hancurkan pesawat yang ada di sana. Luncurkan roket untuk menghentikan pasukan Gideon menuju area ini. Dan ... persenjatain aku dengan lengkap termasuk pedang ayahku."

Setelahnya keadaan berbalik. Gideon cukup terkejut dengan semua yang Gala miliki. Seingatnya dulu, dadu itu hanya untuk menghentikan lawan dan membuat kemenangan tersendiri dari waktu yang dihentikan itu. Juga dipersenjatai dengan efek kejut yang cukup membuat lawan di depannya lumpuh. Tapi sekarang?

Ia cukup terkagum melihatnya secara langsung. Tersiar kabar memang kalau Xavier sudah melempar dan mengocok dadunya, tak kenal ampun dan peringatannya jelas, mereka mati tanpa nama atau lari sejauh mungkin. Selama ini Gideon hanya memperhatikan laporan saja bukan melihat langsung seperti ini. Kendati demikian, ia sudah mempersiapkan segala kemungkinan terburuk mengingat Xavier ini tingkat kecerdasannya di atas rata-rata.

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang