DICE. 39

33 14 3
                                    


Udara di Metro Timur bulan ini benar-benar bisa membuat tubuh beku mendadak. Baik Bellamie juga Gala tak ada satu pun yang berniat keluar dari pondok kayu yang nyaman ini. Perapian dinyalakan pada suhu yang cukup membuat mereka menghangat. Stok makanan yang Dice bawa cukup untuk mereka tinggal di sini berbulan-bulan lamanya. Angin yang berembus di luar pondok sepertinya cukup kencang. Gala bisa mendengar suara keributan di luar yang disebabkan oleh angin.

Ini sudah hari ketiga mereka tinggal bersama. Sejak ibunya bangun dari pingsan, wajahnya terlihat sedih sekali. Sorot matanya terlihat juga terpukul dan tak percaya dengan apa yang baru saja mereka alami. Gala ingin bertanya tapi Dice tahan. Katanya, "Tunggu sampai Nyonya Bellamie sedikit banyak bisa menguasai perasannya, Tuan."

"Maksudnya?"

Dice harus banyak bersabar menghadapi Gala jika dalam mode tak sabar seperti ini. Entah kenapa tuannya ini sering sekali menjengkelkan dan tak sabaran tapi juga tak terlalu menyimak baik semua penjelasannya. Sudah berapa kali juga Dice mengatakan hal yang sama berulang kali tapi tetap saja kembali ditanyakan. Padahal saat Gala menghadapi beberapa orang yang mendesaknya, oh ... bukan beberapa orang lain tapi hampir ratusan pasukan musuh juga pimpinannya yang mengerikan, Gala terlihat menguasai medan dan lihai sekali bertindak.

Apa Dice harus membuat Gala dalam keadaan wasapa dulu baru bisa bicara dengan serius?

"Banyak informasi dan kejadian yang cukup membuat Nyonya Bellamie tak sangka terjadi, Tuan. Termasuk kenyataan kalau Alexander Millian adalah orang yang membunuh ayah Anda."

"Benar kah itu?"

Dice menoleh pelan pada pemuda yang berdiri tak jau darinya. Saat itu malam sudah turun dan di langit yang pekat itu muncul Aurora Borealis yang sangat indah. Berwarna hijau terang menantang biru yang juga sama terangnya. Mata tuannya tak teralih selain menikmati pemandangan kali ini. Segelaa cokelat hangat yang Dice buatkan sebagai peneman yang cukup membuat tuannya hangat. Dice harus menjaga Gala takut kalau pemuda itu jatuh sakit.

Tapi sepertinya tidak. Sejak Gala mengumumkan siapa dirinya, auranya terlihat berbeda. Lebih terlihat keren juga data pada system Dice menunjukkan kalau Gala keluar di tempat umum, banyak mata yang akan tertuju pada tuannya itu. Sayangnya, kali ini mereka menepikan diri di hutan bersalju di area kekuasaan Seth Rafael. Metro Timur.

"Aku tak tau benar atau tidaknya tapi yang aku tau, saat itu memang Tuan Xavier menderita kekalahan besar. Beberapa kali pedang Alexander memukul pergerakan Tuan Xavier dengan mudahnya. Beberapa kali juga," Dice menarik napasnya pelan. "Tuan Xavier terluka."

Kali ini Dice ikut larut menikmati pemandangan ini. Agak lama mereka saling diam di mana Dice teringat betapa seringnya Xavier mengunjungi Metro Timur. Hubungan dengan Seth Rafael tergolong baik. Hanya penguasa Metro Timur saja yang tak terlalu banyak melakukan pelanggaran. Walau Xavier sering kali memperingati Seth mengenai aktifitas bawah lautnnya. Agar terjadi keseimbangan baik iklim yang ada di seluruh Metro. Dan juga ... tidak-tidak-tidak. Dice tak boleh mempunyai pemikiran ini lagi.

Sekarang saatnya ia melindungi Galaksi, kan? Ia sudah berjanji dan akan memenuhi apa perintah tuannya.

"Kau tak sempat melihat apa Xavier ditebas atau tidak? Kau keburu dibuang jauh dari jangkauan mereka?"

Dice kembali menoleh dan menatap Gala dengan pandangan yang sulit diartikan. Lalu ia menghela napas pelan. "Bisa dibilang begitu."

"Dan Ibu baru mengetahui kalau yang membunuh Xavier adalah Alexander," kata Gala pelan. Diseruputnya sedikit isi gelasnya. Meresapi rasa hangat juga sedikit pahit yang menyapa lidahnya. "Harus kah aku bertanya mengenai hubungan mereka berdua, Dice?"

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang