Danau ini tenang sekali. Entah ini danau atau sungai besar di mana ujungnya nanti ada jeram kuat tapi sejauh mata memandang Gala hanya menyaksikan air di sekitarnya. Sebelum ia menaiki perahu yang terlihat tak aman ini, ia sudah berkali-kali bertanya pada Cathleen namun gadis itu sepertinya yang paling tau apa yang harus ia lakukan.
"Tapi kau harus menggunakan pelampung ini, Cathleen," perintah Gala sekali lagi tapi gadis itu bersikeras tak mau menggunakannya.
"Aku tau apa yang kulakukan, Tuan."
"Kau!"
"Baik lah. Aku tau apa yang kulakukan, Gala. Dan semuanya aman. Aku benar-benar serius akan hal ini."
Gala akhirnya mengalah dan menaiki perahu itu dengan perlahan. Membantu Cathleen untuk naik juga dan memastikan kalau gadis itu duduk dengan aman di tengah perahu. Mereka bergerak searah angin di mana sesekali Gala menggunakan dayung yang ada di sana. Airnya jernih sekali walau rasanya Gala yakin, kalau suhu air ini sangat lah dingin. Apalagi setelah badai semalam. Air yang membeku di beberapa tepian danau ini juga menjadi penguat dugaan kalau air yang ada di bawah mereka bisa membuat ujung kaki mereka membeku.
Makin ke tengah, air itu makin berwarna biru pekat. Kedalamannya pasti lah bisa membuat tenggelam siapa pun yang mencoba berenang di sini. Gala tak mau ambil risiko itu. Cari mati namanya.
"Kita berhenti di sini, Gala."
Kening Gala berkerut dalam tapi ia turuti apa permintaan gadis itu. Sepanjang perahu ini bergerak, Gala memperhatikan bagaimana Cathleen memejamkan matanya. Merasakan embus angin yang membelai wajahnya. Sedikit mengacak anak rambutnya yang mencuat dari jepit yang masih ia kenakan itu.
Bola matanya sewarna dengan air di danau ini. Bersinar serupa boneka. Kulitnya yang putih terlalu kontras dengan keadaan di sekitarnya.
"Apa yang akan kau lakukan di sini?" tanya Gala cukup penasaran.
"Tidak ada. aku hanya ingin menikmati suasana yang ada di sini." Cathleen tersenyum kecil. "Dengar lah, Gala, betapa tenang di sini."
Apa yang Cathleen katakan memang benar. Tenang sekali di sini. Damai. Sesekali suara burung-burung berkicau menjadi penyemarak tersendiri. Lalu bunyi gemericik air yang beradu dengan bebatuan di tepian danau ini menambah suasana semakin syahdu.
"Aku mencintai Metro Timur seperti cinta seorang Seth Rafael terhadap ibuku."
"Kau bilang kau tak tau siapa ibumu."
"Aku memang tak tau, Gala. Namun setiap kali aku ingin menikmati hari-hari di Metro Timur, di mana aku belum tau kalau Seth Rafael adalah ayahku, aku selalu menuju ke sini. Berlama-lama di sini baik siang atau malam. Namun aku menyukai waktu kesendirian di malam hari."
"Apa ada sesuatu di sini?" Gala makin penasaran.
"Aku tak tau, Gala. Aku pernah mencoba menyelam ke bawah tapi tak ada yang bisa kudapatkan kecuali jurang yang sangat dalam di sini," tunjuk Cathleen tepat di bawah kakinya. "Aku tak pernah bisa menggapai ujungnya."
"Kau? Menyelam ke bawah?" Gala terkejut sekaligus takjub dengan apa yang Cathleen katakan. "Bagaimana bisa?"
"Itu mudah dilakukan, Tuan. Ah ... maafkan aku. Aku sangat terbiasa memanggil Anda dengan sebutan itu."
Gala berdecak, bola matanya menatap malas pada gadis di depannya ini. Yang mana ia malah menunjukkan ekspresi pura-pura terkejut seolah habis dimarahi oleh seseorang.
"Apa kau ingin menyelam lagi? Bersamaku?"
Cathleen terperangah. Menatap Gala penuh lekat. "Tidak. Tidak, Tuan. Itu sangat berbahaya. Aku tak mau mengambil risiko. Aku hanya mengentaskan rasa penasaranku kala itu. kupikir aku bisa mendapatkan sesuatu karena seperti ada yang memintaku terjun ke dalam."
KAMU SEDANG MEMBACA
DICE
Fantasy'Satu dadu meluncur, hidup kalian taruhannya.' Pendar itu nyata, senyata hidup Gala yang berantakan. Sendirian dan mengutuk siapa pun yang membuat dirinya ada di tengah kejamnya Metro. Hingga ia bertemu takdirnya. Di mana satu per satu mulai terlih...