DICE. 71

33 13 1
                                    

Gala tak pernah mau beranjak dari posisinya. Pintu itu dibuka lebar tanpa boleh Kyler menutupnya atau pedang yang Gala pegang sejak tadi, menebas apa pun yang ia inginkan. Dadu itu berpendar agak redup, membuat sosok Gala terlihat jauh lebih menyeramkan ketimbang saat disoroti lampu yang terang karena persis di lorong ruangan yang mereka berdua datangi itu, cahayanya temaram sekali. Matanya tak pernah ia alihkan ke mana-mana kecuali pada setiap gerak Kyler yang entah melakukan apa pada tubuh ayahnya itu. Bahkan untuk mengedip saja, Gala masih harus berpikir karena ia takut, Kyler mengingkari apa yang ia katakan.

Seolah ibunya pun mengerti dengan segala sikap yang Gala tunjukkan kali ini, ia memilih tak mau menggangguk. Duduk dikawal dengan Theo dan Jiro di mana senjata laras panjang mereka pegang dengan eratnya. Ia duduk di sudut lainnya namun mata wanita berambut pirang itu tak melepaskan diri dari memperhatikan anaknya. Pun Seth, Maverick juga Alex, duduk tak jauh dari posisinya berdiri. Mereka semua dalam posisi waspada karena sungguh, suasana di sini sangat mencekam.

Diperparah dengan suara beep yang sesekali menjadi peneman kesunyian mereka. Semua tak mengerti apa yang akan kyler lakukan tapi sungguh pembicaraan antara Gala juga Kyler sarat sekali aura membunuh satu sama lain. Di mana ular besar yang tadi menelan Gala pun berdiri tegak menjulang seolah siap untuk kembali memangsa Gala. Namun tali kekang juga dua tongkat yang dialiri listrik yang ternyata berdaya sangat kuat itu, mampu melumpuhkan ular yang mendadak membuat gerakan untuk menyingkirkan orang-orang yang ada di belakang Gala.

"Jangan sampai kemarahanku membuat semua yang ada di sini hancur, Tuan Kyler." Gala berkata di mata entah secepat apa gerakannya, ia sudah ada di puncak kepala sang ular. Dilumpuhkan dengan sangat cepat di mana tali kekang itu yang mengendalikan gerak sang ular. Yang mana ular itu tak perlu waktu lama menuruti semua keinginan Gala termasuk tertunduk patuh dan mengikuti geraknya di mana kini, ular itu lah tameng untuk semua yang ada di dekat kapal yang membawa mereka pada Gala.

"Kau ... benar-benar berbeda dengan Xavier." Kyler terkekeh. Gerak pisau kecil itu di udara serupa dengan tongkat sihir padahal bukan. Pisau itu seperti pengendali jarak jauh yang sangat canggih.

Ular itu rekayasa genetika yang luar biasa di mata Gala. Sebagian tubuhnya dipersenjatai dengan banyak hal yang sangat ringan namun berkekuatan mengerikan namun jiwanya masih tetap seekor ular besar. Yang liar dan sukar diatur. Hanya di bawah kendali pisau yang Kyler tunjukkan ia mau menuruti semua perintah sang tuan. Lalu ia diperintahkan untuk menyerang semua yang Gala lindungi namun Kyler sepertinya terlalu meremehkan seorang Galaksi Haidar.

Pemuda itu hebat. Kejeliannya membaca tiap gerak sang ular sangat lah tepat. Ruang yang luas berisikan banyak hal yang dibutuhkan Kyler banyak yang rusak dan tercerai berai namun Kyler seperti menemukan kesenangan baru. Ia anggap kedatangan Gala sekaligus untuk menguji ketahanan sang ular yang belu lama ia sempurnakan ini.

"Aku tak punya waktu untuk bermain-main dengan Anda, Tuan." Gala sedikit menekan pedangnya yang runcing dan berkilauan tanda ketajaman benda itu tak perlu diragukan lagi. Padahal saat Kyler bicara, Gala masih ada di atas kepala sang ular namun entah dari mana asal gerakannya, Kyler tak bisa melihat. Cepat sekali.

Ia sampai agak kesulitan menelan ludah namun masih memberanikan diri untuk menyingkirkan pedang itu menggunakan pisaunya. "Baik lah. Bawa peti ayahmu ke ruang tadi. Aku menyiapkan hal lainnya."

Namun langkah Kyler ditahan Gala dengan sempurna. "Apa yang akan kau lakukan?"

"Membangunkannya. Apa lagi?" jawab Kyler dengan nadanya yang enteng walau mata bengisnya masih mengamati semua yang datang mengunjunginya hari ini. "Aku tau cara membangunkannya."

"Apa ... seperti kembali?"

Kyler menoleh dan menatap Gala dengan pandangan yang sulit diartikan. "Sepertinya kau mengerti mengenai kebangkitan." Tadinya Kyler ingin bicara banyak tapi sejenak ia berpikir, mungkin nanti setelah ia selesaikan pekerjaannya ini. "Kita semakin kehabisan waktu."

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang