DICE. 98

98 14 6
                                    


Dadu itu benar-benar lenyap. Tak menyisakan apa-apa kecuali hening yang sangat mencekik bagi Gala. Ia segera berlari ke arah Gideon tadi berdiri. Di mana kini, sang penguasa itu terjerembab dengan kondisi hampir separuh wajahnya menghitam. Gala bisa menyaksikan hal itu dengan jelas apalagi sekarang dirinya makin dekat dengan sosok Gideon.

Matanya berkeliling dengan cepat memeriksa sekitarnya. Menengadah pada langit yang masih terlukis biru cerahnya. Seperti sebuah paradoks yang sangat bertentangan dengan apa yang terjadi pada Gala. Pemuda itu kebingungan, sedih akan kehilangan yang mulai nyata ia alami, belum lagi ia sama sekali tak mengerti kenapa harus jalan ini yang ditempuh.

"Cathleen!!!" teriaknya. Tapi tak ada jawaban apa-apa selain sisa-sisa pertempuran. "Cathleen!!!" Kali ini teriakannya jauh lebih lantang dan ia pun berlari. Dengan sisa tenaga yang ada di mana kepalanya berpikir, kalau mungkin dadu itu terlempar jauh karena ledakan tadi.

Bukan. Itu bukan sekadar ledakan. Seolah dadu itu menyerap semua kemampuan dan digdaya Gideon yang Agung dan membuat pria pongah itu jatuh. Menandakan kekuasannya berakhir di detik di mana Gala berlari. Bukan untuk menghajarnya kembali tapi mencari sosok yang membuat Gideon kalah telak.

Dice. Temannya, sahabatnya, penasihat perangnya, juga ... orang yang sangat dekat dengan hatinya. Gala terus berlari tak peduli luka di tangannya yang menganga lebar kembali mengeluarkan darah. Mungkin karena duel terakhir dengan Gideon tadi membuatnya lukanya kembali terbuka lebar. Belum lagi punggungnya yang beberapa kali membuatnya hampir terjatuh karena nyeri yang cukup kuat menyelimutinya.

Itu tak ada artinya bagi Gala. Sekarang ini, tujuannya mencari dadu itu. Tak peduli ada di mana, ia harus mendapatkannya. Bahkan sampai ke ujung benua beku pun akan ia lakoni hanya untuk mencari dadu. Ia harus bertemu dengan Dice. Bahkan kalau harus menghabiskan sisa usianya sebagai seorang manusia, ia tak peduli.

"Cathleen!!!" Gala berteriak dengan lantang walau suaranya agak gemetar. Matanya mengedar cepat. Ia telah jauh berjarak dengan lokasi tadi. Gala mengabaikan semua seruan yang sejak tadi memintanya untuk berhenti. Bagaimana bisa ia berhenti di saat orang yang penting di hidupnya tak ada? Yang benar saja!

Ia meyakini kalau ibunya sudah dalam keadaan baik. Tadi, ia masih sempat melihat ayahnya. Artinya ... Dua orang terpenting dalam hidupnya selamat. Juga Seth Rafael dan Maverick Osmond. Mau dipungkiri bagaimana pun juga, mereka memiliki arti tersendiri bagi Gala. Sama halnya seperti Kyler Lamont dan Alexander Millian. Walau tadi ia tak sempat melihatnya tapi Gala merasa mereka dalam keadaan baik-baik saja.

Sejauh mata memandang, ia hanya melihat gundukan pasir yang terkadang tertiup angin yang cukup kuat. Kadang juga angin membawa beberapa daun kering entah dari mana. Juga suara desing yang seirama dengan gerak angin bergeselan dengan pasir. Belum lagi terik matahari yang masih cukup kuat untuk membakar kulitnya.

Langitnya masih sama; biru cerah dan dihias awan beriak yang sebenarnya cukup indah untuk dinikmati. Tapi bagaimana bisa dikatakan menikmati smenentara Gala merasa, semuanya tak lagi sama jika Cathleen tak ada di dekatnya. Biasanya ia aka mengomentari satu dua hal mengenai cuaca atau tempat mereka berpijak.

Belum sampai sepuluh menit berlalu di mana Gala tak melihat keberadaan Cathleen yang dalam mode DICE, dirinya sudah kalang kabut. Rambutnya yang berantakan tertiup angin tak dipedulikan. Disugarnya dengan cepat di mana ujung jemarinya sedikit menjambaki rambutnya yang lebat itu. Rasa sakitnya tak sebanding dengan apa yang ia hadapi ini.

Ia berharap, semuanya mimpi. Mimpi buruk di mana ketika ia tenggak satu gelas air dingin dari lemari pendingin, semuanya menghilang dengan cepat. Atau ketika dirinya mengguyur tubuh di bawah pancuran air yang menyegarkan, mimpi buruk itu luntur perlahan.

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang