Gideon menyeringai puas sekali. Asap yang mengepul membumbung tinggi sampai rasanya langit yang semula cerah, hanya tertutup dengan cahaya gelap dari kepulan sisa ledakan yang masih terasa menyesakkan ini. Masih terlihat api di sekitarnya yang berkobar juga di beberapa titik, banyak kendaraan miliknya yang hangus terbakar. Ia tak peduli. Sama sekali tak peduli. Yang terpenting sasarannya mati. Benar. Ia hanya menginginkan anak yang memiliki dadunya itu mati. Lenyap tak bersisa, teronggok tulang tanpa lapis daging di sana. Hangus.
Lalu dadu itu bisa ia ambil dengan segera. Itu miliknya. masih miliknya tapi kenapa ia seperti orang asing yang ingin merebutnya? Benar-benar tak habis ia pikir dan sangka. Juga ia rasa ... kekuatan dadu naik ribuan kali lipat di saat dirinya serahkan pada Xavier ratusan tahun lalu. Padahal hanya dibuat sebatas pelindung. Bukan alat untuk perang yang sangat canggih seperti ini. Matanya kembali memperhatikan sekitar di mana yang ia lihat hanya kekacauan.
Ia menyeringat puas. Sangat. Ditambah belum ada pergerakan apa-apa dari arah bidiknya tadi. Gideon pun tak peduli betapa mematikan senjata yang ia miliki ini. Bahkan memengaruhi banyaknya pasukan yang ia miliki. Di mana mereka semua ikut hancur lebur terkena dampak ledakan. Penggunaan nanomite sangat dilarang oleh siapa pun termasuk dirinya. Nanomite diciptakan pertama kali oleh Kyler Lamont di mana prototype-nya saja sudah sangat mengerikan.
Partikelnya saja bisa memberi dampak yang jhampir mendekati 1000% dari ukuran asalnya. Itu kondisi di mana nanomite belum sempurna. Yang mana sudah disita oleh Gideon kala itu. ia simpan pada ruang khusus namun meminta pada penelitinya untuk terus mengembangkan sebagai senjata pamungkasnya menghadapi musuh. Di mana belum pernah ia gunakan kecuali hari ini. Di depan seorang bocah yang wajahnya ingin sekali Gideon remukkan saking kesalnya.
"Tuan," Salah satu dari pasukan elite di belakangnya, menghampiri. Wajahnya pias apalagi melihat kerusakan yang ditimbulkan sanga penguasa. Pasukan itu pernah mendengar bahwa Gideon yang Agung memiliki senjata pemusnah massal namun kabar itu sangat simpang siur. Karena kerahasiaannya sangat terjaga. Dan karenanya juga, hampir semua pasukan elite yang Gideon miliki hanya menanggapi senjata itu sebatas kabar burung. Yang tak bisa dipercaya. Namun ... baru kali ini ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri kalau senjata itu ada.
Tuannya seperti tak peduli kalau ada yang menghampiri. Ia masih terus mengawasi arah bidiknya.
"Tuan," panggilnya sekali lagi.
"Apa?" Gideon berdecak kesal. Kenapa masih ada gangguan di saat dirinya ingin merayakan keberhasilannya membunuh Galaksi Haidar.
"Banyak pasukan kita yang terkena dampak ledakan, Tuan. Hanya menyisakan sekitar 40 % dari total pasukan di sini."
Gideon menyeringai. "Tarik semua pasukan yang tengah bertempur di beberapa titik. Pancing semua penguasa Metro untuk berkumpul di sini. Agar mereka tau, siapa lawan mereka kali ini."
"Baik, Tuan." Tak ada bantahan darinya. Segera ia mundur dan menuju ruang kendali pusat di mana ia bisa melihat dan memantau pergerakan pasukan yang diterjunkan untuk berperang kali ini. Perintah seorang Gideon yang Agung adalah kemutlakan tersendiri. Yang mana tak bisa terbantahkan sama sekali.
Sepeninggalan pasukan tadi, Gideon masih belum mau mengalihkan matanya dari asap yang masih mengepul itu. Ia melangkah, dengan pasti dan penuh yakin kalau mereka semua pastinya kalah. Hingga ...
"Kenapa kau hobi sekali berteriak, Tuan Alex? Ya Tuhan! Perhatikan seselilingmu!!!"
Suara itu ... suara ... Gala?
Gideon langsung mengarahkan senjatanya lagi pada sosok yang belum terlihat jelas. Terdengar teriakannya lagi tapi entah pada siapa. Alex? maksudnya ... Alexander Millian? Ah, mereka semua benar-benar menjijikkan. Bagaimana bisa pada penguasa Metro justeru mendukung anak itu, hah? Bisa-bisanya! Dan itu juga yang membuat Gideon memutuskan, setelah semuanya berakhir, maka rencana penghancuran keseluruhan Metro, di mana ada bagian-bagian yang melawannya, akan mendapatkan pemusnahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DICE
Fantasy'Satu dadu meluncur, hidup kalian taruhannya.' Pendar itu nyata, senyata hidup Gala yang berantakan. Sendirian dan mengutuk siapa pun yang membuat dirinya ada di tengah kejamnya Metro. Hingga ia bertemu takdirnya. Di mana satu per satu mulai terlih...